Berita Medan

Tampang Orang yang Diduga Membawa Nazwa Aliya ke Kamboja, Pria Bule Rekan Kerja Sang Ibu di Malaysia

Diketahui pria bule warga negara asing (WNA) asal Inggris tersebut bernama Cristopher. 

|
TRIBUN MEDAN HAIKAL
TEWAS DI KAMBOJA- Lanniari ibu Najwa warga Deli Serdang yang tewas di Kamboja menunjukkan foto seorang pria bule yang merupakan pelaku membawa anaknya ke Kamboja, Kamis (21/8/2025) 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Lanniari Hasibuan (53) memegang ponsel miliknya dan menunjukkan foto seorang pria bule yang diduga sebagai pelaku yang membawa anaknya, Nazwa Aliya (19) ke Kamboja.

Diketahui pria bule warga negara asing (WNA) asal Inggris tersebut bernama Cristopher. 

Dalam foto yang diperlihatkan Lanniari kepada Tribun Medan, tampak pria bule tersebut mengenakan kacamata hitam, berambut cokelat keputihan, serta berjanggut.

Pria inilah yang diduga terlibat dalam kematian anak kandungnya.

Setelah dua bulan Nazwa Aliya tinggal serumah dengan Cristopher di Kamboja, pria itu mulai sulit dihubungi oleh ibunda korban.

Saat itu, Cristopher hanya berkomunikasi dengan adik kandung Lanniari untuk mengabarkan kondisi Nazwa.

“Setelah dua bulan bersama, Cristopher ini sulit dihubungi. Dia beralasan Nazwa marah kalau saya menghubunginya, jadi dia hanya komunikasi dengan adik saya,” ujar Lanniari, Kamis (21/8/2025).

Lanniari menegaskan bahwa hubungannya dengan sang anak selama ini baik-baik saja.

“Selama ini saya tidak pernah ada masalah dengan si bungsu. Jadi ketika Cristopher bilang Nazwa benci sama saya, saya bingung kok bisa begitu,” ucapnya.

Ia pun berusaha mencari cara memulangkan anaknya ke Indonesia. Namun, tiba-tiba Cristopher justru menghubunginya.

Dari pengakuan Cristopher, ia tidak lagi sanggup menampung Nazwa yang disebutnya sering keluar rumah tanpa izin.

“Kaget saya ditelepon Cristopher. Dia bilang mau memulangkan Nazwa ke Indonesia karena sering keluar rumah tanpa pamit. Saya bilang, ya pulangkanlah, tolong pesankan tiket pesawatnya,” kata Lanniari.

Lanniari yang pernah bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) di rumah seorang polisi di Malaysia.

Ia kemudian menghubungi mantan majikannya untuk meminta bantuan.

“Saya sempat menelepon mantan bos saya yang polisi di Malaysia. Saya minta dia menghubungi Nazwa agar bisa dibawa dulu ke Malaysia sebelum ke Indonesia,” ungkapnya.

Mantan majikannya berhasil menghubungi Nazwa lewat WhatsApp. Namun, Nazwa justru meminta agar uang sebesar 200 dolar AS ditransfer ke rekening Cristopher untuk membeli tiket pesawat.

Kecurigaan muncul setelah mantan majikan Lanniari menilai pesan balasan yang diterima menggunakan bahasa Inggris terlalu fasih dan rapi, tidak seperti gaya bahasa Nazwa sebelumnya.
“Bos saya bilang, Nazwa bahasa Inggrisnya bagus ya? Saya jawab biasa saja. Lalu dia bilang, sepertinya yang balas chat ini bukan Nazwa karena bahasanya sangat bagus dan rapi,” tutur Lanniari.

Sejak saat itu, Lanniari semakin curiga dengan kondisi putrinya. Hingga akhirnya ia mendapat kabar bahwa Nazwa dirawat di salah satu rumah sakit di Kamboja karena sakit asam lambung.

Namun pada 12 Agustus 2025, Cristopher kembali mengabari Lanniari bahwa putri bungsunya telah meninggal dunia.

“Saya dikabarinya lagi tanggal 12 kemarin, katanya anak saya sudah meninggal,” ungkapnya.

Pada waktu yang hampir bersamaan, pihak KBRI di Phnom Penh juga memberi kabar serupa.

Dari keterangan dokter yang disampaikan KBRI, Nazwa meninggal karena overdosis obat sejenis parasetamol atau obat penurun panas.

Namun, perbedaan keterangan dan kejanggalan kondisi terakhir Nazwa menimbulkan kecurigaan keluarga.

Mereka menilai kematian tersebut tidak wajar.

Saat ini pihak keluarga berharap pemerintah Indonesia membantu proses pemulangan jenazah Nazwa dari Kamboja serta mengusut penyebab kematiannya.

Nazwa Aliya (19) warga Jalan Bejo, Gang Sejahtera, Dusun XVl, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang tewas secara misterius di Kamboja
Nazwa Aliya (19) warga Jalan Bejo, Gang Sejahtera, Dusun XVl, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang tewas secara misterius di Kamboja (DOK)

Nasib nahas dialami Nazwa Aliya (19) warga Jalan Bejo, Gang Sejahtera, Dusun XVl, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara (Sumut)

Lulusan SMK Telkom 2 Medan ini tewas secara tragis di Kamboja.

Nazwa dari dulu memiliki cita-cita untuk bekerja di luar negeri setelah menamatkan sekolah.

Salah satu negara yang ingin dikunjungi Nazwa adalah Kamboja.

Namun, keinginannya tersebut ditolak oleh sang ibu, Lanniari Hasibuan (53) karena menilai Kamboja termasuk zona merah atau berbahaya untuk didatangi.

“Awalnya anak saya minta izin untuk ikut study tour, tapi saya tolak. Lalu, ia minta izin untuk interview di salah satu bank, dan itu saya izinkan,” ujar Lanniari saat ditemui Tribun Medan, Jumat (15/8/2025).

Baca juga: Kronologi Istri Tewas Dibunuh Suami di Deli Serdang, Keluarga Sempat Dengar Keduanya Cekcok

Nazwa pun mengikuti interview di salah satu kantor cabang bank di Kota Medan selama dua hari.

Pada Selasa (27/5/2025), Lanniari masih sempat berkomunikasi dengan putrinya.

Malam harinya, Nazwa kembali meminta izin untuk mengikuti interview kedua.

Tanpa sepengetahuan ibunya, ia sebenarnya sedang merencanakan perjalanan ke Kamboja.

“Pada 28 Mei sekitar pukul 05.00 WIB, Nazwa sudah berangkat dari rumah. Saya sempat bangun, tapi karena lelah dan mengantuk, saya tidak terlalu memperhatikan,” tutur Lanniari.

Keesokan paginya, Lanniari menerima pesan WhatsApp dari Nazwa yang mengatakan telah meninggalkan kunci rumah di jendela.

Hingga siang hari, tak ada kabar lagi dari putrinya, membuat Lanniari panik dan berusaha menghubunginya.

“Sekitar jam satu siang saya telepon, tapi dia bilang jangan menelepon, cukup SMS saja,” kata Lanniari.

Pada 29 Agustus 2025 sekitar pukul 18.00 WIB, Lanniari akhirnya mendapat kabar bahwa Nazwa sudah berada di Bangkok, Thailand.

“Saya sempat pingsan saat mendengar itu. Waktu saya tanya dengan siapa ke Bangkok, Nazwa bilang bersama teman PKL-nya. Tapi setelah saya desak, ia mengaku pergi sendiri,” ungkapnya.

Nazwa menginap di Hotel Center Point, Bangkok.

Saat Lanniari menelepon, Nazwa tak mau mengangkat.

 Anehnya, ia mengangkat telepon dari adiknya, tapi hanya berbicara sebentar.

“Rasanya seperti ada yang mengawasinya,” kata Lanniari, mengusap wajah.

Panik, Lanniari berencana melaporkan kehilangan anak ke Polsek Medan Tembung. Namun, laporannya ditolak karena pihak keluarga sudah mengetahui keberadaan Nazwa dan ia bukan lagi anak di bawah umur.

“Malam itu saya tetap ke Polsek, tapi laporan ditolak karena anak saya sudah diketahui berada di Thailand,” jelasnya.

Kabar mengejutkan datang pada Kamis (7/8/2025).

Lanniari mendapat kabar dari pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh bahwa anaknya sedang sakit dan dirawat intensif di State Hospital, Provinsi Siem Reap.

"Saya dapat informasi dari KBRI kalau anak saya sakit dan dirawat di rumah sakit," ujarnya.

Namun, ia mengaku dilarang pihak KBRI untuk pergi langsung ke Kamboja.

KBRI menyarankan agar keberangkatan diwakili oleh anggota keluarga lainnya.

"KBRI melarang saya datang ke Kamboja karena katanya anak saya benci melihat saya. Mereka sarankan adik saya atau keluarga lain yang berangkat," tutur Lanniari.

Setelah sang adik tiba di Kamboja, Lanniari menanyakan apakah ada perwakilan KBRI di rumah sakit.

Ternyata, tidak ada satu pun petugas KBRI yang hadir.

Setelah empat hari perawatan, pada 12 Agustus 2025, Nazwa dinyatakan meninggal dunia.

“Saya dapat kabar tanggal 7 Agustus anak saya dirawat di RS, dan kemarin, 12 Agustus, saya kembali dikabarkan kalau anak saya sudah meninggal dunia,” ucap Lanniari dengan suara bergetar.

Hingga kini, jasad Nazwa masih berada di State Hospital, Provinsi Siem Reap, Kamboja, sejak dinyatakan meninggal dunia pada 12 Agustus 2025.

Baca juga: AKHIR Tragis Azwar Warga Asahan, Diimingi Gaji Rp 13 Juta di Malaysia Malah Dijual ke Kamboja

Lanniari Hasibuan hanya bisa menangis dan pasrah setelah menerima kabar kematian putrinya, Nazwa Aliya di Kamboja.

Niatnya untuk memulangkan jenazah sang anak pun terhalang biaya yang tak sanggup ia penuhi.

Raut wajahnya tampak tegang, matanya sayu dan berkaca-kaca. 

Sesekali ia terdiam lama, seperti kehilangan arah, sebelum akhirnya air mata jatuh di pipinya.

Pihak keluarga masih terkendala biaya pemulangan jenazah yang mencapai USD 8.500 atau sekitar Rp138 juta.

Ibu dua anak itu berharap Pemerintah Indonesia, khususnya Pemprov Sumatera Utara dan Pemkab Deli Serdang, dapat membantu memulangkan jasad putrinya.

"Saya tidak punya uang sebanyak itu. Saya sangat berharap pemerintah membantu pemulangan jenazah anak saya," ujarnya lirih.

(Cr9/Tribun-medan.com) 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved