Nasional
5 Anggota DPR RI yang Dinonaktifkan Tetap Dapat Gaji, Presenter Ini Ingatkan Ayat 4
publik jangan mudah gembira atas sanksi yang diberikan partai masing-masing kepada lima anggota DPR itu.
TRIBUN-MEDAN.com - Lima anggota DPR RI yang saat ini berstatus nonaktif, akibat perilaku atau ucapan yang memicu kemarahan rakyat, tetap berjalan gajinya.
Kelima anggota DPR itu adalah Nafa Urbach dan Ahmad Sahroni (NasDem), Eko Patrio dan Uya Kuya (PAN), dan Adies Kadir (Golkar).
Kelimanya dinonaktifkan partai masing-masing, Minggu (31/8/2025), dengan tujuan meredam kemarahan publik.
Namun, publik jangan mudah gembira atas sanksi yang diberikan partai masing-masing kepada lima anggota DPR itu.
Baca juga: 2 Anggota Brimob yang Lindas Ojol hingga Tewas Terancam Dipecat dengan Tidak Hormat
Sebab, mereka tetap mendapat haknya berupa gaji, sama seperti anggota DPR lainnya.
Mantan presenter berita, Ajeng Kamaratih lewat unggahan Instagram-nya @ajengkamaratih_mencoba menerangkan soal status mereka.
Dalam penjelasannya itu, mantan pembawa acara Seputar Indonesia itu mengatakan dinonaktifkan berbeda dengan dipecat.
"Nonaktif itu nggak sama dengan dipecat," ujar Ajeng yang dikutp dari Tribunnews.com, Senin (1/9/2025).
Menurut Ajeng, arti nonaktif dan dipecat dalam kasus yang terjadi pada lima anggota DPR itu adalah hal yang berbeda.
Baca juga: BERITA Timnas Indonesia - Rombongan Pemain Diaspora Mulai Merapat di Surabaya, Miliano Juga OTW
"Pecat: Ini karyawan kok males banget ya, nggak pernah masuk, magabut, 'pecat aja deh, gua nggak mau ada urusan lagi sama dia, apalagi harus bayar-bayar'..,
Kalau nonaktif: malemnya dinonaktifin, kan paginya bisa diaktifin lagi.
Ngerti kan perbedaannya," terangnya.
Ajeng yang pernah menjadi finalis lima besar Miss Indonesia 2008 itu mengutip UU No 17 Tahun 2014.
"Undang-undang Nomor 17 tahun 2014 bilang, 'pemberhentian tetap anggota harus mendapatkan persetujuan oleh Rapat Paripurna," ucapnya.
"Ayat 4 bilang, anggota DPR yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan tertentu," sambungnya.
Meluruskan perkataan Ajeng Kamaratih, hal ini sesuai pada Pasal 19 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Dalam Pasal 19 ayat 4, disebutkan bahwa anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak tersebut tidak hanya berupa gaji pokok, melainkan juga berbagai tunjangan.
Berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, tunjangan yang dimaksud meliputi tunjangan istri/suami, anak, jabatan, kehormatan, komunikasi, hingga tunjangan beras.
Baca juga: Sempat Ditangkap, 26 Orang Pelempar Batu di DPRD Sumut Dipulangkan
Menurut Ajeng, ada empat hak yang masih melekat pada lima anggota DPR RI, meski berstatus nonaktif.
"Jadi anggota DPR yang dinonaktifkan tetap menjadi anggota DPR RI, tetapi dilarang mewakili fraksi dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD)," ungkap Ajeng.
Tak sampai di situ, anggota DPR yang dinonaktifkan tetap mendapatkan sebagian hak keuangannya.
"Sebagian hak keuangannya juga masih ada," ucapnya.
Selain itu selama tiga bulan setelah dinonaktifkan juga harus dilakukan evaluasi.
"Sepanjang tiga bulan harus dievaluasi, apabila dinilai layak bisa dikembalikan," lanjutnya lagi.
Beda status DPR nonaktif dan dipecat
Anggota DPR yang dinonaktifkan tidak memiliki status yang sama dengan dipecat.
Status nonaktif berarti anggota DPR untuk sementara waktu tidak menjalankan tugas dan kewenangan sebagai wakil rakyat hingga ada keputusan lanjutan.
Status nonaktif pada anggota DPR sama dengan pemberhentian sementara.
Artinya, Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir tidak kehilangan statusnya sebagai anggota DPR.
Mereka masih tercatat sebagai anggota dewan aktif.
Lantaran masih anggota dewan aktif, mereka juga tetap berhak menerima gaji serta fasilitas keuangan lainnya.
Hal ini sesuai pada Pasal 19 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Dalam Pasal 19 ayat 4, disebutkan bahwa anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak tersebut tidak hanya berupa gaji pokok, melainkan juga berbagai tunjangan.
Berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, tunjangan yang dimaksud meliputi tunjangan istri/suami, anak, jabatan, kehormatan, komunikasi, hingga tunjangan beras.
Sementara, pemecatan berarti pencabutan permanen status keanggotaan di DPR yang biasanya melalui mekanisme lebih panjang dan melibatkan partai politik pengusung maupun keputusan resmi lembaga legislatif.
Di Indonesia, presiden dan DPR sesuai konstitusi memiliki kedudukan yang sejajar sebagai lembaga negara.
Keduanya merupakan mitra yang tidak dapat saling menjatuhkan.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 7C UUD 1945 yang menyatakan presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR.
Selain itu, presiden juga tidak bisa memberhentikan anggota DPR dan tidak memiliki kewenangan untuk memecat anggota DPR.
Namun, pemberhentian anggota DPR bisa diusulkan oleh ketua umum partai politik dan sekretaris jenderal kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada presiden.
Dikutip dari Kompas.com (13/10/2020), sejumlah alasan yang menyebabkan anggota DPR dapat diberhentikan, seperti:
1. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota selama tiga bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun
2. Melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik
3. Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih
4. Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD
6. Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-undang yang mengatur mengenai MPR, DPR, DPD, dan DPRD
7. Diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau
8. Menjadi anggota partai politik lain.
Pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud dalam poin ketiga, empat, tujuh, dan delapan diusulkan oleh ketua umum partai politik dan sekretaris jenderal kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada presiden.
Presiden kemudian akan meresmikan pemberhentian anggota DPR tersebut.
Selain alasan itu, pemberhentian akan didasarkan pada putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
MKD akan menyampaikan laporan dalam rapat paripurna DPR untuk mendapatkan persetujuan mengenai pemberhentian tersebut.
(Tribun-Medan.com)
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
| Daftar Uang yang Sudah Tidak Berlaku Lagi di Tahun 2024, Termasuk Uang Rp 10.000 Emisi 2005 |
|
|---|
| Presiden Jokowi Ikut Ramaikan Puncak Arus Balik dari Kualanamu |
|
|---|
| Statemen Kapolri Mengenai Estafet Kepemimpinan Jadi Kontroversi, Ini Penjelasan Mabes Polri |
|
|---|
| Puluhan Purnawirawan TNI-Polri Merapat Ke Cikeas untuk Dukung Pasangan Anies-AHY |
|
|---|
| Putus Pemilu Ditunda, 3 Hakim Ini Pantas Dipecat Menurut Mantan Ketua MK |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.