Berita Viral

Pengakuan Kepsek, Licik Beli Bus dari Dana BOS 25 Miliar, Nasibnya Terancam Penjara 14 Tahun

Nasib Kepala Sekolah (Kepsek) SMK PGRI 2 Ponorogo, Jawa Timur, Syamhudi.  Sang kepsek terancam penjara 14 tahun.

Editor: Salomo Tarigan
istimewa
Ilustrasi/Korupsi dana BOS. Kepsek SMK 2 PGRI Ponorogo terlibat korupsi dana BOS Rp 25 miliar sejak 2019-2024 terancam penjara 14 tahun 

TRIBUN-MEDAN.com - Nasib Kepala Sekolah (Kepsek) SMK PGRI 2 Ponorogo, Jawa Timur, Syamhudi. 

Sang kepsek terancam penjara 14 tahun.

Syamhudi didakwa atas tuduhan korupsi Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) hingga mencapai Rp 25 miliar.

Perbuatan korupsi, diduga dilakukan kepsek sejak tahun 2019 hingga 2024.

Baca juga: Daftar Nama 3 Korban Tewas dan 21 Luka-luka akibat Kecelakaan Bus PO Haryanto, Penyebab Kecelakaan

Bos adalah program dari pemerintah pusat untuk mendanai biaya operasional sekolah.

Kejaksaan Negeri Ponorogo, Jawa Timur, menetapkan SA, Kepala SMK 2 PGRI Ponorogo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode 2019-2024.
Kejaksaan Negeri Ponorogo, Jawa Timur, menetapkan SA, Kepala SMK 2 PGRI Ponorogo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode 2019-2024. ((KOMPAS.COM/SUKOCO))

Dana ini digunakan untuk mendukung pembiayaan non-personalia, seperti administrasi kegiatan, penyediaan alat pembelajaran, dan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, sehingga sekolah dapat menyelenggarakan pembelajaran dengan lebih optimal dan berkualitas.

Dana bos di antaranya juga bisa membiayai pembayaran honor guru dan tenaga kependidikan non-PNS

Sejak ditahan dan sebagai tersangka oleh penyidik Kejari Ponorogo, Syamhudi tidak menjabat kepala sekolah lagi.

Kini kasus korupsi yang menjerat Syamhudi memasuki persidangan, Syamhudi bersatus sebagai terdakwa.


"Sudah sidang tuntutan, terdakwa Syamhudi Arifin dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sesuai pasal 2 ayat 1,” ungkap Kasie Intelejen Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo, Agung Riyadi, Kamis (23/10/2025).

Selain itu, ia juga harus membayar denda sebesar Rp 500 juta.

Jika tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman penjara. 

“Jika terdakwa Syamhudi Arifin tidak membayar denda, akan ada hukuman subsider. Tambahan pidana selama 6 bulan penjara,” kata Agung

Kemudian, terdakwa Syamhudi Arifin juga membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp25.834.210.590,82 (Dua Puluh Lima Miliar Delapan Ratus Tiga Puluh Empat Juta Dua Ratus Sepuluh Ribu Lima Ratus Sembilah Puluh Rupiah Delapan Puluh Dua Sen). 

“Dengan mempertimbangkan pengembalian kerugian keuangan negara sebesar Rp 3.175.000.000 (tiga miliar seratus tujuh puluh lima juta rupiah),” tambahnya.


Sehingga setelah dikurangi tersisa uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp 22.659.210.590,82 (dua puluh dua miliar enam ratus lima puluh Sembilan juta dua ratus sepuluh ribu lima ratus Sembilan puluh rupiah koma delapan dua sen).

“Harus dibayar setelah satu bulan sesudah Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak melakukan pembayaran uang pengganti,” pungkasnya.

Bermula dari Aduan Masyarakat

Kejari Ponorogo menetapkan Kepala SMK 2 PGRI Ponorogo sebagai tersangka kasus dugaan penyimpangan dana BOS pada akhir April 2024 lalu. Kasus dugaan penyimpangan dana BOS ini bermula dari aduan masyarakat mengenai penggunaan dana BOS yang tidak sesuai dengan peruntukannya sejak 2019.

Kejari Ponorogo lantas melakukan penggeledahan di SMK 2 PGRI Ponorogo, Kantor Cabang Dinas Pendidikan wilayah Ponorogo-Magetan, serta kantor salah satu penyedia alat tulis kantor (ATK). Penyelidikan menunjukkan bahwa dana BOS selama 2019-2024 tidak digunakan sebagaimana mestinya. 

Untuk Keperluan Pribadi, Beli Bus

Diberitakan sebelumnya, Syamhudi atau SA telah ditetapkan Kejaksaan Negeri (Kejari) sebagai tersangka dugaan kasus penyimpangan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Di hadapan penyidik, SA mengaku menyimpan uang itu untuk keperluan pribadi.

“Mengakunya untuk keperluan pribadi, beli bus,” ungkap Kasie Intelejen Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, Selasa (29/4/2025).

Penyebab Dana BOS Disalahgunakan

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengungkap, belum adanya sistem pengelolaan yang disertai petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang tepat, menjadi penyebab banyak dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) disalahgunakan. 

Mu'ti juga mengatakan, pengelolaan dana BOS juga belum disertai pengawasan menyeluruh dari masyarakat.

"Memang sebagian dari penyelewengan itu berasal dari pertama, memang sistem yang kadang-kadang belum disertai dengan juklak dan juknis yang memungkinkan semua pihak dapat melaksanakan dengan benar, dan juga dapat dilakukan kontrol oleh masyarakat secara keseluruhan," kata Mu'ti di Gedung C1 KPK, Jakarta, Kamis (24/4/2025), melansir dari Kompas.com.

Berdasarkan hal tersebut, Mu'ti berharap tiga program pemerintah terkait pemberian dana dapat dilakukan dengan lebih teknis agar dapat berjalan dengan optimal.

"Karena itu, kami berharap agar di masa depan terutama pada 3 program yang dalam tanda petik populis diselenggarakan di sekolah yaitu Dana BOS, kemudian BOS Kinerja dan PIP (Program Pintar Indonesia) dapat diberikan tuntunan yang lebih operasional, lebih teknis, sehingga memudahkan sekolah dalam pelaksanaannya," ujarnya.

KPK Bilang 12 Persen Dana BOS tak Sesuai Peruntukan

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, terdapat 12 persen sekolah menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak sesuai peruntukkannya.

Baca juga: Dalam Setahun 3 Kali Kehilangan Barang di Medan Tembung, Digasak Komplotan Maling

Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana mengatakan, angka tersebut ditemukan dari hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024.

"Terkait dana BOS, masih terdapat 12 persen sekolah yang menggunakan dana BOS tidak sesuai dengan peruntukan atau aturan-aturan terkait," kata Wawan dalam acara peluncuran SPI Pendidikan di Gedung C1 KPK, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

Wawan mengatakan, terdapat 7 persen sekolah masih ditemukan pungutan terkait dana BOS.

"Dan terdapat 40 persen sekolah masih ditemukan nepotisme dalam pengadaan barang dan jasa atau proyek; 47 persen sekolah masih melakukan penggelembungan biaya penggunaan dana lainnya," ujarnya.

Adapun survei dilakukan dalam rentang 22 Agustus 2024 sampai dengan 30 September 2024.

Pelaksanaan SPI Pendidikan 2024 ini melibatkan 36.888 satuan pendidikan dan 449.865 responden yang tersebar di 38 provinsi/507 kabupaten/kota.

Pelaksanaan SPI 2024 dilakukan dengan dua metode yaitu metode online yang terdiri dari Whatsapp Blast, Email Blast, dan CAWI (Computer-Assisted Web Interview).

Kemudian metode hybrid menggunakan CAPI (Computer Assisted Personal Interviewing).

Baca juga: Daftar Nama 3 Korban Tewas dan 21 Luka-luka akibat Kecelakaan Bus PO Haryanto, Penyebab Kecelakaan

(*/tribun-medan.com)

Sumber: Kompas.com/tribun-jatim

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved