Breaking News

Berita Nasional

Setya Novanto Belum Lama Bebas, Kini Bebas Bersyaratnya Diributi Para Aktivis

Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto belum lama bebas dari penjara. Namun pembebasan bersyaratnya diributi kalangan aktivis.

Editor: Array A Argus
Instagram @s.novanto
BEBAS BERSYARAT- Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto baru saja bebas bersyarat pada 8 Agustus 2025. Namun pembebasan bersyaratnya itu diributi kalangan aktivis. 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto belum lama bebas dari penjara Sukamiskin.

Ia sempat menjalani hukuman selama delapan tahun dalam perkara korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP).

Pada Agustus 2025, Setya Novanto dinyatakan bebas bersyarat.

Namun, pembebasan bersyaratnya itu diributi sejumlah kalangan aktivias.

Baca juga: Apa Itu 31/ATLAS, Benda Langit yang Diyakini Astronom Harvard Sebagai Alien

Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI), dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) menggugat keputusan bebas bersyarat Setya Novanto itu.

Mereka meminta agar putusan bebas bersyarat Setya Novanto dibatalkan.

“Setnov masih tersangkut perkara TPPU di Bareskrim,” kata Kuasa hukum ARUKKI dan LP3HI, Boyamin Saiman, Rabu (29/10/2025), dikutip dari Surya.

Boyamin mengatakan, jika gugatan dikabulkan, maka nantinya Setnov harus kembali masuk penjara menjalani sisa hukumannya.

Terpisah, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menteri Imipas) Agus Andrianto mengatakan, pihaknya menghormati gugatan yang dilayangkan oleh ARUKKI dan LP3HI.

BEBAS BERSYARAT: Terpidana kasus korupsi E-KTP Setya Novanto (Setnov) kini bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, Sabtu (16/8/2025).  Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan peninjauan kembali (PK), batas hukuman Setnov sudah melampaui waktu. (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)
BEBAS BERSYARAT: Terpidana kasus korupsi E-KTP Setya Novanto (Setnov) kini bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, Sabtu (16/8/2025).  Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan peninjauan kembali (PK), batas hukuman Setnov sudah melampaui waktu. (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG) (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Baca juga: KPK Imbau Masyarakat Tetap Naik Whoosh Meski Sudah Temukan Peristiwa Pidana

Dia juga mengatakan, setiap warga negara berhak mengajukan gugatan.

“Ya silakan, semua warga negara punya hak yang diatur Undang-Undang (UU). Menghormati Hak setiap WN,” kata Agus melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Rabu.

Sementara itu, kuasa hukum Setnov, Maqdir Ismail, mengatakan bahwa setiap warga negara berhak menggugat keputusan yang dibuat oleh pemerintah.

“Sebagai warga negara tentu siapa saja berhak menggugat setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat publik,” kata Maqdir saat dihubungi, Rabu (29/10/2025).

Baca juga: Profil dan Biodata Najelaa Shihab, Kakak Najwa Shihab yang Namanya Dikaitkan Kasus Chromebook

Namun, dia menekankan bahwa gugatan yang dilayangkan sebaiknya berdasarkan atas hukum, bukan hanya karena ketidaksukaan.

“Namun gugatan itu harus berdasarkan atas hukum bukan karena ketidaksukaan. Dan tidak pula boleh mengandung unsur konflik kepentingan,” ucap dia.

Profil Setya Novanto

Setya Novanto adalah seorang politikus Indonesia kelahiran Bandung, Jawa Barat, 12 November 1955.

Ia dikenal sebagai tokoh senior Partai Golkar yang menjabat beberapa posisi penting dalam pemerintahan dan parlemen Indonesia.

Setya Novanto menjabat sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019 dan merupakan anggota DPR RI sejak 1999 tanpa putus, mewakili dapil Nusa Tenggara Timur II.

Baca juga: Penerima Bansos Malu Rumahnya Ditempel Stiker Keluarga Miskin, Anggota DPRD Setuju dengan Dinsos

Karier politiknya dimulai sejak 1974 sebagai kader Kosgoro, sebuah organisasi politik pendukung Golkar.

Sepanjang kariernya, ia juga pernah menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI periode 2009-2014 dan Ketua Umum Partai Golkar periode 2016-2017.

Setya dikenal memiliki bisnis dan usaha, termasuk di bidang perhotelan dan usaha kecil lainnya.

Namun, perjalanan kariernya juga diwarnai kasus hukum serius. Pada 2017, ia menjadi tersangka dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP (elektronik Kartu Tanda Penduduk) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terpidana kasus korupsi Setya Novanto
Terpidana kasus korupsi Setya Novanto (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca juga: Gumpalan Awan Hitam di Langit Subang Diduga Limbah Pabrik di Karawang

Kasus ini menyebabkan Setya Novanto mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar.

Ia divonis hukuman penjara 15 tahun pada 2018, dan hak politiknya dicabut selama lima tahun.

Setelah menjalani hukuman, ia mendapat pembebasan bersyarat pada Agustus 2025.

Biodata

  • Nama: Setya Novanto

  • Lahir: 12 November 1955, Bandung, Jawa Barat

  • Pendidikan: Pernah kuliah di Universitas Trisakti

  • Karier politik: Ketua DPR RI 2014-2019, Ketua Fraksi Golkar DPR RI, Ketua Umum Partai Golkar 2016-2017, anggota DPR sejak 1999

  • Kasus: Tersangka korupsi e-KTP (2017), divonis 15 tahun penjara (2018), bebas bersyarat (2025)

  • Bisnis: Memiliki usaha di berbagai bidang termasuk perhotelan

  • Kontroversi hukum ikut mempengaruhi karier politiknya

Perjalanan Kasus e-KTP yang Menyeret Setya Novanto ke Penjara

Maret 2017: Nama Setya Novanto disebut terlibat

Kasus korupsi e-KTP yang menyeret Setya Novanto bermula dari pengakuan Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat.

Ia menyebut adanya aliran dana proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR, termasuk Novanto yang diduga menerima 2,6 juta dolar AS.

Nama Novanto makin tersorot setelah disebut dalam persidangan.

Baca juga: Profil Adi Gunawan, Eks Bupati Dharmasraya Kini Jabat Ketua DPD Golkar

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Setya Novanto disebut berperan mengatur besaran anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.

Hampir separuhnya diduga dibagi-bagikan ke berbagai pihak.

Dalam kasus korupsi itu Setnov disebut menerima 7,3 juta dolar AS dan sebuah jam tangan Richard Mille senilai 135.000 dolar AS.

Meski sempat membantah dan memenangkan praperadilan atas status tersangkanya, KPK kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka pada September 2017.

Sebagai Ketua DPR saat itu, Setnov berulang kali mangkir dari pemeriksaan dengan alasan sakit hingga meminta KPK menunggu putusan praperadilan.

November 2017: Setya Novanto dijemput paksa

Tidak hanya mangkir dari panggilan, Setnov bahkan sempat mengirim surat ke KPK melalui Wakil Ketua DPR kala itu, Fadli Zon, agar penyidikan ditunda.

Namun, permintaan itu ditolak dan pada 15 November 2017, KPK menjemput paksa Novanto di rumahnya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Namun upaya KPK itu gagal karena keberadaan Setnov tidak diketahui.

Dua hari kemudian, publik dikejutkan dengan kabar kecelakaan mobil yang ditumpangi Novanto menabrak tiang listrik.

Ia dilarikan ke RS Medika Permata Hijau, dan pengacaranya menyebut kepala Novanto mengalami benjolan sebesar bakpao—pernyataan yang kemudian menjadi bahan olok-olok publik.

Belakangan, terungkap bahwa kecelakaan yang terjadi itu merupakan rekayasa yang dilakukan Fredrich untuk merintangi penyidikan KPK terhadap kliennya.

KPK kemudian menahan Novanto pada 17 November 2017 setelah menjemputnya dari RS Medika Permata Hijau dan membawanya ke RS Cipto Mangunkusumo untuk perawatan.

Desember 2017: Setya Novanto sidang perdana

Drama berlanjut saat Novanto menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 13 Desember 2017.

Ia memilih diam membisu dan tampak tidak sehat, meski hasil pemeriksaan dokter menyatakan ia cukup sehat untuk bersidang.

Ketika kasus mulai bergulir di persidangan, Setya Novanto terkesan ogah-ogahan untuk memberikan keterangan.

Novanto terlihat tidak mau berbicara dan menunjukkan kondisi tidak sehat.

Padahal, dokter yang memeriksanya saat itu menyatakan Setnov sehat dan mampu menjalani persidangan.

April 2018: Setnov terbukti bersalah dan divonis 15 tahun penjara

Pada 24 April 2018, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Setya Novantp terbukti bersalah melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011–2013.

Ia divonis 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan ke penyidik.

Majelis hakim juga mencabut hak politiknya selama lima tahun setelah selesai menjalani pidana.

Setnov kemudian dibawa ke Lapas Sukamiskin untuk menjalani masa hukuman.

September 2018: Setnov terjaring sidak Ombudsman

Setelah ditahan, nama Setnov masih menjadi perbincangan setelah Ombudsman RI sempat melakukan inspeksi mendadak pada September 2018.

Ombudsman menemukan sel yang dihuni Setya Novanto lebih besar dan lebih mewah dari kamar tahanan napi lainnya.

Agustus 2019: Setnov ajukan PK ke MA

Upaya Setnov untuk bebas dari penjara tak berhenti di situ.

Ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) pada Agustus 2019.

Permohonan itu baru diputus MA pada 4 Juni 2025, setelah menunggu hampir 2.000 hari.

Hasilnya, dalam putusan nomor: 32 PK/Pid.Sus/2020 yang dibacakan pada 4 Juni 2025, majelis hakim MA memangkas hukuman Novanto menjadi 12 tahun 6 bulan.

Agustus 2025: Setnov bebas bersyarat

Pada 16 Agustus 2025, menjelang HUT ke-80 RI, Setya Novanto resmi bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Setnov telah menjalani dua pertiga masa hukuman, ditambah remisi yang diterima pada Idul Fitri dan HUT RI tahun-tahun sebelumnya.

Total remisi yang diterima Novanto tercatat sebanyak 28 bulan 15 hari.

Sudah Sesuai Ketentuan Berlaku

Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Ditjenpas Rika Aprianti, Setnov dibebaskan bersyarat karena telah menjalani dua pertiga masa tahanan dan berkelakuan baik, selain juga melunasi denda serta uang pengganti.

"Sesuai dengan putusan pengadilan, kalau kami kan melaksanakan putusan pengadilan ya, bahwa dicabut hak politiknya setelah 2,5 tahun itu, setelah berakhir masa bimbingan, artinya setelah bebas,” kata Rika di Lapas Kelas IIA Salemba, Jakarta, Minggu, (17/8/2025).

Menteri Hukum RI, Supratman Andi Agtas menegaskan pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk mengomentari keputusan pembebasan bersyarat terhadap mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.

“Kalau itu, aku nggak bisa jawab. Karena itu keputusan pengadilan. Keputusan pengadilan, pemerintahan nggak bisa campur,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/8/2025).

Ia menegaskan, kewenangan Kementerian Hukum hanya terbatas pada urusan amnesti, abolisi, atau rehabilitasi. Sementara pembebasan bersyarat tidak lagi ditangani langsung oleh Menkumham.

Kepastian Setya Novanto mendapatkan pembebasan bersyarat disampaikan langsung Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto.

Agus menjelaskan bahwa keputusan bebas bersyarat tersebut sudah melalui mekanisme hukum yang berlaku.

“Iya, karena sudah melalui proses asesmen, dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 yang lalu,” kata Agus di Istana Negara, Jakarta, Minggu (17/8/2025).

Menurutnya, Setya Novanto tidak lagi memiliki kewajiban melapor usai bebas bersyarat. Hal ini lantaran semua ketentuan, termasuk denda subsidair, sudah dipenuhi.

“Nggak ada. Karena kan denda subsidier sudah dibayar,” tegasnya.

(*/ Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved