Kasus Korupsi Jalan Sumut

Kode Topan Ginting Minta Fee Proyek Jalan 4 Persen ke Kirun: Sudah Paham Kebiasaan Lama

Mendengar jawaban Kirun hakim bertanya mengenai makna dari bahasa permainan lama tersebut. 

|
Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR
Kedua terdakwa kasus suap pembangunan jalan Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup Muhammad Akhirun Piliang (kanan) dan Direktur PT Rona Mora Muhammad Rayhan Dulasmi hadiri sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (2/10/2025). Topan dan Rasuli dipanggil untuk memberikan keterangan dalam perkara yang menjerat dua terdakwa Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG) Muhammad Akhirun Piliang, serta Direktur PT Rona Na Mora (RNM), Muhammad Rayhan sebagai kontraktor proyek. 

TRIBUN-MEDAN. com, MEDAN- Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun yang kini menjadi terdakwa dalam kasus suap pengadaan proyek jalan di Sumut, blak-blakan diminta fee sebesar 4 persen oleh mantan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Ginting, yang juga ditetapkan sebagai tersangka. 

Hal itu disampaikan Kirun saat diminta Ketua Majelis Hakim, untuk mengkonfirmasi keterangan Topan yang mengaku tidak pernah meminta imbalan atas pengaturan pemenang proyek jalan Sipiongot batas Labuhanbatu terhadap perusahaan miliknya. 

"Pak Kirun apakah benar apa yang disampaikan Topan mengenai tidak penerimaan fee dari tender proyek jalan ini. Karena dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, ada fee 4 persen, bagaimana?," kata Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu, Kamis (2/10/2025). 

Kirun lalu menjawab pernyataan hakim.

Menurut Kirun, Topan memang tidak pernah secara langsung berbicara fee proyek setelah perusahaannya dimenangkan. 

Akan tetapi, orang dekat Bobby Nasution itu memberikan isyarat yang maknanya adalah meminta bagian sebesar 4 persen dari pagu anggaran. 

"Izin yang mulia, kalau komitmen fee tidak ada disampaikan oleh Topan. Tetapi bahasanya, Topan Ginting. Sudah paham dengan kebiasaan selama ini?," ujar Kirun. 

Mendengar jawaban Kirun hakim bertanya mengenai makna dari bahasa permainan lama tersebut. 

"Gini kalau orang uda paham bahasa angin saja dia tau, pemain ini. Jadi dari bahasa itu yang Anda tangkap itu 4 persen?  Kebiasaan seperti apa itu?, " kata hakim. 

Mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting diambil sumpah sebagai saksi dihadapan Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu saat mengikuti sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek jalan, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (2/10/2025). JPU KPK hadirkan Topan dan Rasuli untuk memberikan keterangan dalam perkara yang menjerat dua terdakwa Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG) Muhammad Akhirun Piliang, serta Direktur PT Rona Na Mora (RNM), Muhammad Rayhan sebagai kontraktor proyek.
Mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting diambil sumpah sebagai saksi dihadapan Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu saat mengikuti sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek jalan, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (2/10/2025). JPU KPK hadirkan Topan dan Rasuli untuk memberikan keterangan dalam perkara yang menjerat dua terdakwa Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG) Muhammad Akhirun Piliang, serta Direktur PT Rona Na Mora (RNM), Muhammad Rayhan sebagai kontraktor proyek. (TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR)

Sebagai pemborong yang sudah mengerjakan banyak proyek pemerintah, Kirun mengatakan istilah-istilah kebiasaan lama merujuk pada pembagian fee. 

Biasanya fee diberikan sebesar 4 persen.

Kirun juga mengakui memberikan fee 1 persen dari pagu anggaran kepada Unit Pelayan Teknis (UPT) Gunung Tua. 

"Kebiasaan seperti itu yang mulia. Sudah paham kebiasaan yang lama. Saya jawab sudah," ujar Kirun. 

"Kalau untuk UPT biasa fee nya 1 persen. Dan saya berikan lewat Rasuli," ujarnya. 

Hakim lalu bertanya kepada Topan mengenai keterangan Kirun.

"Bagaimana itu Topan, benar itu," tanya hakim. 

Topan lalu membantah. "Tidak yang mulia,"

Hakim kemudian bertanya kepada Rasuli mengenai fee 1 persen dari Kirun.

Rasuli kemudian membenarkan hal itu. 

"Benar yang mulia," tutur Rasuli. 

Mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting menyerahkan berkas kepada Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu saat mengikuti sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek jalan, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (2/10/2025). JPU KPK hadirkan Topan dan Rasuli untuk memberikan keterangan dalam perkara yang menjerat dua terdakwa Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG) Muhammad Akhirun Piliang, serta Direktur PT Rona Na Mora (RNM), Muhammad Rayhan sebagai kontraktor proyek.
Mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting menyerahkan berkas kepada Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu saat mengikuti sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek jalan, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (2/10/2025). JPU KPK hadirkan Topan dan Rasuli untuk memberikan keterangan dalam perkara yang menjerat dua terdakwa Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG) Muhammad Akhirun Piliang, serta Direktur PT Rona Na Mora (RNM), Muhammad Rayhan sebagai kontraktor proyek. (TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR)
Ada pun dalam kasus ini terdapat lima tersangka antara lain, Topan (TOP), Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, Heliyanto (HEL) dari Satker PJN Wilayah I Sumut, M Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT DNG, dan M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT RN. Akhirun dan Rayhan sudah disidang di PN Medan.
Korupsi proyek pembangunan jalan di PUPR Sumut bermula pada 22 April 2025 ketika KIR dan DNG selaku calon kontraktor bersama dengan Topan dan RES melakukan survei bersama para tersangka kemudian ikut meninjau jalan itu pada 24 April. 
KPK menyebutkan, seharusnya calon kontraktor tidak bisa berhubungan dengan pejabat pemerintahan.
Setelah survei tersebut, Topan memerintahkan RES untuk menunjuk KIR sebagai rekanan/penyedia tanpa melalui mekanisme dan ketentuan dalam pengadaan barang dan jasa di proyek pembangunan jalan Sipiongot-batas Labusel dan proyek pembangunan jalan Hutaimbaru-Sipiongot.
Proses e-katalog pun diatur untuk memenangkan PT DGN dalam proyek pembangunan jalan Sipiongot-batas Labusel. 
Topan diduga telah menerima Rp 2 miliar sebagai pembayaran awal dari komisi sebesar 4-5 persen atau Rp 9 miliar-Rp 11 miliar dari total nilai proyek Rp 231,8 miliar.

(cr17/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved