Sumut Terkini

Menjaga Industri Digital Indonesia, Aspirasi Driver Ojek Online dalam Bingkai Kebijakan

Menurut Ekonom Senior Prasasti Piter Abdullah Redjalam,  penting memahami aspirasi dari para driver aktif secara langsung. 

Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/ANISA RAHMADANI
UNJUK RASA DRIVER OJOL: Ratusan driver ojol menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut, Selasa (20/5/2025) Dishub sebut Regulasi Ojol sudah ditandatangani oleh Gubernur Sumut Bobby Nasution. 

Inilah yang sesungguhnya memunculkan narasi yang tidak berimbang tentang aplikator mengeksploitasi driver. 

“Dari hasil survei Tenggara Strategic dan Paramadina dapat disimpulkan bahwa isu utamanya bukan sekadar angka potongan komisi, melainkan bagaimana komisi itu dikelola dan dikembalikan dalam bentuk manfaat nyata. 

Dengan kata lain, keadilan dalam ekosistem ride hailing terletak pada kualitas ekosistem, bukan sekadar persentase,”paparnya.

Di sisi lain, dapat dipahami aplikator juga menghadapi tekanan tersendiri yakni biaya teknologi dan operasional yang tinggi, persaingan agresif antar platform, serta ekspektasi konsumen akan harga terjangkau. 

Keberlanjutan model bisnis mereka bergantung pada keseimbangan antara investasi untuk inovasi, subsidi untuk pertumbuhan, dan profitabilitas jangka panjang.

Di tengah dinamika ini, Piter menekankan, peran regulasi pemerintah memang penting untuk menjaga keseimbangan antara aplikator, driver, dan konsumen. 

Namun, ada risiko ketika aturan dibuat terlalu kaku atau berlebihan. 

“Jika negara terlalu jauh masuk mengatur besaran komisi atau detail model usaha, ruang inovasi bisa terhambat. Padahal, fleksibilitas sangat dibutuhkan untuk merespons perubahan pasar digital yang cepat,”lanjutnya.

Aturan yang berlebihan juga bisa berdampak sebaliknya bagi driver maupun konsumen. 

Tanpa ruang bagi aplikator untuk berinvestasi dalam teknologi, promo, maupun insentif, ekosistem transportasi daring bisa kehilangan daya saing dan justru menurunkan kesejahteraan mereka yang terlibat di dalamnya. 

Karena itu, regulasi sebaiknya menjadi pagar pengaman yang menjamin keadilan dan perlindungan, bukan belenggu yang menghambat pertumbuhan.

Industri digital Indonesia adalah pilar ekonomi masa depan. Ride hailing, dengan kontribusinya terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja, tidak bisa dilepaskan dari keberhasilannya memberikan bantalan dan akses pendapatan kepada jutaan mitra driver.

Dua survei terbaru tersebut, tambah Piter, justru menegaskan satu pesan bahwa driver tidak sekadar menuntut potongan rendah, melainkan ekosistem yang stabil, adil, dan transparan. Mereka rela berbagi 20 persen selama aplikator memberi order yang stabil, promo yang efektif, dan perlindungan yang nyata.

Di sinilah titik temu bisa dibangun: aplikator menjaga transparansi dan manfaat, pemerintah mengawal regulasi yang adil, dan driver memahami posisi mereka sebagai mitra mandiri. Jika jalan tengah ini dijalankan, industri digital Indonesia bukan hanya tumbuh besar, tapi juga berkelanjutan, inklusif, dan berkeadilan. 

“Saatnya tiga pihak, aplikator, pemerintah, dan asosiasi driver, duduk bersama untuk merancang blueprint keberlanjutan ekosistem digital. Bukan dialog reaktif saat konflik muncul, tapi dialog proaktif untuk membangun standar industri yang berkelanjutan," katanya. 

(Cr5/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved