TRIBUN WIKI

Sejarah Hamparan Perak, Kampung yang Dibuka Datuk Setia Raja Tahun 1823

Kecamatan Hamparan Perak di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara didirikan oleh Datuk Setia Raja tahun 1823.

Penulis: Array A Argus | Editor: Array A Argus
INTERNET
Kondisi Kecamatan Hamparan Perak di Tahun 1970-an 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Pernahkah Anda mendengar tentang kawasan Hamparan Perak?

Ya, Hamparan Perak adalah satu diantara kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Hamparan Perak ini memiliki luas wilayah sekitar 263,00 Km⊃2; (26.300 Hektar), menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).

Dengan luas wilayah itu, maka Hamparan Perak memiliki luas sekitar 9,21 persen dari total luas Kabupaten Deli Serdang.

Baca juga: Hasi Nifolasara, Peti Jenazah para Bangsawan di Nias Berkepala Lasara

Adapun lokasi Kecamatan Hamparan Perak sendiri berada di dataran rendah pesisir Selat Malaka, dan merupakan salah satu wilayah terbesar di Kabupaten Deli Serdang

Jumlah penduduknya per tanggal 30 Juni 2024 adalah sebanyak 177.164 jiwa.

Dengan jumlah penduduk tersebut, menunjukkan bahwa Kecamatan Hamparan Perak memiliki jumlah penduduk yang cukup signifikan di Kabupaten Deli Serdang

Namun, pernah kah terbersit di pikiran Anda tentang bagaimana sejarah Hamparan Perak ini?

Baca juga: Sejarah Bangunan Balai Kota Lama Medan yang Kini Jadi Hotel Grand City Hall Medan

Kenapa wilayah tersebut diberi nama Hamparan Perak?

Untuk mengetahui lebih lengkap informasinya, mari kita simak ulasan ini hingga tuntas.

Kondisi Kecamatan Hamparan Perak di Tahun 1970-an
Kondisi Kecamatan Hamparan Perak di Tahun 1970-an (INTERNET)

Sejarah Hamparan Perak

Hamparan Perak di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara bukan hanya sekadar wilayah biasa.

Hamparan Perak memiliki nilai historis sejarah dari Kesultanan Deli yang ada di Sumatera Utara.

Beberapa sumber dari jurnal ilmiah menyebutkan, bahwa Hamparan Perak didirikan oleh Datuk Setia Raja.

Baca juga: Seripaduka Baginda Tuanku Sultan Mahmud Aria Lamantjiji Perkasa Alam Shah, Sultan Termuda

Datuk Setia Raja merupakan tokoh penting dalam sejarah masyarakat setempat, dan termasuk keturunan langsung dari Sisinga Manga Raja, yang memiliki kaitan dengan sistem kedaerahan lama Urung Sapuluh Dua Kuta di kawasan Kesultanan Deli.

Urung Sapuluh Dua Kuta adalah sebuah wilayah administratif tradisional yang merupakan bagian dari sistem pemerintahan Kesultanan Deli di Sumatera Utara.

Urung ini merupakan salah satu dari empat Urung atau daerah adat yang membentuk Kesultanan Deli, bersama Urung Serbanyaman, Urung Senembah Deli, dan Urung Sukapiring.

Pada tahun 1823, atau sekitar abad ke 19, Datuk Setia Raja kemudian mendirikan kampung di dataran rendah yang ada dekat pesisir itu.

Baca juga: Sejarah Bangunan Balai Kota Lama Medan yang Kini Jadi Hotel Grand City Hall Medan

Kala itu, nama Hamparan Perak tidak serta merta muncul.

Ketika Datuk Setia Raja menginjakkan kakinya di wilayah yang kini masuk ke Kabupaten Deli Serdang tersebut, sang tokoh menemukan sekeping perak yang terhampar di tanah itu.

Keturunan dari Sultan Sri Ahmad ini kemudian memberi nama kampung tersebut Hamparan Perak.

Sejak saat itu, wilayah tersebut diberi nama Hamparan Perak.

Ddatu Setia Raja kemudian memindahkan istananya dari Pangkalan Buluh ke Hamparan Perak.

Baca juga: Sejarah G30S PKI, Kisah Kelam yang Menewaskan Sejumlah Jenderal TNI

Pemerintahan Adat 

Kawasan Hamparan Perak di masa itu tidak hanya menjadi sebuah kampung belaka.

Datuk Setia Raja membangun sistem pemerintahan adat yang terorganisir di kawasan tersebut, menjadikan Hamparan Perak sebagai pusat pemerintahan Urung Sapuluh Dua Kuta, bagian dari Kesultanan Deli.

Ia juga memimpin masyarakat dengan gelar Panglima Setia Raja Wazir Sapuluh Dua Kuta dan melanjutkan tradisi kepemimpinan yang berhubungan dengan adat dan Islamisasi di kawasan itu.

Baca juga: Sejarah Siantar Hotel, Saksi Bisu Kota Siantar Sejak Masa Kolonial

Pendirian kampung ini sekaligus menjadi tonggak penting dalam sejarah sosial-politik masyarakat Melayu Deli, dengan pengaruh budaya, agama, dan politik yang signifikan hingga masa modern diteruskan oleh para penerusnya seperti Datuk Adil dan lainnya.

Sistem pemerintahan adat yang dibangun mencakup pengaturan sosial, adat istiadat, dan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan lokal serta hubungan dengan Kesultanan Deli secara keseluruhan(ray/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved