Penasehat Hukum Faisal dan Elvian Sebut Dakwaan Jaksa Kabur
Usai mendengarkan putusan sela oleh Majelis Hakim, penasehat huku
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Usai mendengarkan putusan sela oleh Majelis Hakim, penasehat hukum kedua terdakwa Kadi PU Deliserdang Faisal dan Bendahara Dinas PU Deiliserdang Elvian, Taufik Siregar dari Kantor Hukum Duta Keadilan sempat mempertanyakan berapa orang saksi yang akan dihadirkan jaksa pada hari pertama. Melalui majelis hakim, jaksa mengaku ada tiga orang saksi yang nantinya akan memberikan keterangan.
Menanggapi ditolaknya eksepsi kedua terdakwa oleh Majelis Hakim, penasihat hukum terdakwa Faisal dan Elvian menyatakan akan menuangkan seluruh pembelaan terhadap dua kliennya pada putusan akhir.
"Sebenarnya kita kecewa. Di mana dalam eksepsi kita sebelumnya dakwaan jaksa itu kabur. Bahkan jumlah kerugian negara juga tidak disebutkan secara pasti. Tapi nanti akan kita ajukan upaya hukum bersama-sama pada putusan akhir," ujar Taufik Siregar hari itu, Rabu (14/11).
Disebutkannya, dakwaan terhadap Faisal dan Elvian tidak masuk akal. Sebab Dinas PU Deliserdang sebenarnya boleh-boleh saja berhutang pada pihak ketiga. "Sebenarnya klien kami tidak salah. Apakah salah Dinas PU berhutang. Negara saja boleh berhutang. Tapi dalam kasus ini Dinas PU kan berhutang pada pihak ketiga. Tentu saja yang dirugikan pihak ketiga atau pemborong, bukan negara," katanya.
Apalagi, katanya, dakwaan jaksa terhadap Elvian sama sekali tidak masuk akal. Sebab Elvian menjabat bendahara pada Tahun 2010. "Tapi di sini Elvian didakwa perkara korupsi 2008/2009/2010. Kan sudah salah itu. Bagaimana mungkin dia mengakibatkan kerugian negara pada tiga tahun berturut-turut sedangkan dia menjabat di tahun 2010," ungkapnya.
Sebelumnya, JPU PDE Pasaribu dari Kejari Lubukpakam, dalam dakwaannya menyebutkan Faisal melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Elvian selaku Bendahara Pengeluaran Dinas PU Deliserdang dan Agus Sumantri selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) Deliserdang, yang merugikan negara sebesar Rp105,83 miliar yang berasal dari anggaran tahun 2010 sebesar Rp178 miliar.
Jaksa menyebutkan, terdakwa Faisal selaku Kadis PU atas inisiatif sendiri mengalihkan kegiatan- kegiatan yang terdaftar dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas PU Deliserdang dari kegiatan bersifat tender (lelang) menjadi kegiatan swakelola. Hal itu dilakukan terdakwa Faisal dengan alasan untuk menerapkan pola partisipatif, efisiensi waktu dan dana, serta menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengelola anggaran, hutang dan piutang di Dinas PU.
Padahal, menurut jaksa, terdakwa mengetahui untuk mengalihkan kegiatan bersifat tender menjadi swakelola harus melalui perencanaan yang dituangkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan kemudian diajukan ke badan legislatif (DPRD) untuk dibahas dan mendapat persetujuan.
Selain itu, terdakwa Faisal juga menggunakan anggaran tahun 2010 tersebut untuk membayar kegiatan-kegiatan pada tahun anggaran sebelumnya, yakni 2007,2008, 2009 dan 2010. "Terdakwa juga menunjuk perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sehingga mengurangi pendapatan negara dari pajak," kata jaksa.
Sementara terdakwa Elvian selaku Bendahara Pengeluaran Dinas PU, memproses pencairan anggaran Dinas PU yang diperuntukkan membayar kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun anggaran sebelumnya, dan kegiatan swakelola tersebut tanpa disertai alat bukti yang sah dan lengkap. Sedangkan Agus Sumantri selaku Bendahara Umum Daerah (BUD), memproses pencairan dana yang diajukan Elvian.
"Dengan beralihnya kegiatan tender menjadi swakelola, proses keluarnya dana APBD menjadi ganti uang yang diproses terdakwa Elvian dan menjadi dasar bagi Agus Sumantri untuk menerbitkan SP2D," ujar jaksa.
Atas perbuatan terdakwa Faisal bersama Elvian dan Agus Sumantri tersebut, negara mengalami kerugian Rp105,83 miliar, dengan perincian pembayaran kegiatan pada tahun anggaran terdahulu Rp83 miliar, pengurangan fisik pekerjaan Rp15 miliar, pengurangan pajak Rp3 miliar dan rekening koran berupa transaksi atas nama Elvian sebesar Rp3,7 juta.
Karena perbuatan tersebut, JPU menjerat terdakwa Faisal dan Elvian dengan pasal berlapis, yakni melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 8, Pasal 18 ayat (3), Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.(Irf)