Operasi Tangkap Tangan

Miris, Hakim MK Patrialis Akbar yang Ditangkap KPK Pernah Dukung Hukuman Mati bagi Koruptor

Patrialis sempat menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada era pemerintahan Presiden ke-6 RI SBY. Sungguh miris.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar (kiri) bersama hakim lainnya memimpin lanjutan sidang sengketa pilkada Kabupaten Muna di Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (1/2/2016). Mahkamah Konstitusi kembali melanjutkan sidang gugatan pilkada sebanyak 5 daerah dari 7 gugatan yang diterima MK yang beragendakan mendengarkan pendapat ahli serta keterangan saksi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUN-MEDAN.com, JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dikabarkan ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berdasarkan informasi yang beredar, penangkapan dilakukan KPK di Tamansari, Jakarta Barat, yang dilanjutkan dengan penggeledahan di rumah Patrialis di Cipinang Muara, Jakarta Timur.

Seperti diketahui, Patrialis sempat menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada era pemerintahan Presiden ke-6 RI  Susilo Bambang Yudhoyono.

Baca: Terungkap, Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar Ditangkap di Hotel Esek-esek

Pria kelahiran Padang 31 Oktober 1958 itu juga merupakan salah satu pejabat yang sangat mendukung diberlakukannya hukuman mati untuk para terpidana korupsi dan penyuapan.

Baca: Menilik Peran SBY dalam Masuknya Patrialis Jadi Hakim MK, Seolah Menjilat Ludah Sendiri

Dalam pernyataannya yang diberitakan Kompas.com pada 6 April 2010, dukungan terhadap hukuman mati untuk koruptor digembar-gemborkan oleh Patrialis yang saat itu masih menjabat Menkumham.

Namun, kata Patrialis saat itu, ganjaran hukuman mati pantas dihadiahi untuk koruptor yang melakukan korupsi dalam situasi tertentu.

"Misalnya, koruptor itu melakukan korupsi ketika negara dalam keadaan krisis, bencana alam, dan lainnya. Masak, orang lagi kesusahan, dia korupsi. Itu kan kebangetan," ujar Patrialis seperti dilansir berita dari Kompas.com berjudul 'Patrialis Setuju Koruptor Dihukum Mati, tapi...'

Patrialis menekankan, tidak semua koruptor pantas dihukum mati.

Mantan anggota Komisi III DPR RI periode 2004-2009 tersebut mengatakan, ada juga pelaku korupsi yang sebenarnya tidak memperoleh keuntungan pribadi.

"Misalnya, ada pejabat yang korupsi karena salah manajemen. Orang tersebut baik, terlalu lugu, lalu main tanda tangan saja. Tidak ada kerugian negara yang dia makan, tapi akibatnya ada kerugian yang diderita negara. Nah, yang seperti ini juga enggak pantes dihukum mati," ujarnya.

Patrialis juga mengatakan Undang-Undang Dasar 1945 memungkinkan penerapan hukuman mati bagi terpidana korupsi.

Baca: Ya Allah Saya Mohon Ampun Tidak Bisa Jaga MK

Baca: Komisi III DPR Kaget KPK Tangkap Tangan Pejabat Mahkamah Konstitusi

"Dalam konstitusi kita, hukuman mati disebutkan sebagai bagian dari hak asasi manusia yang tidak boleh dicabut dalam keadaan apa pun juga. Tapi, pada Pasal 28 (i) disebutkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia dibatasi oleh dua hal. Pertama, dibatasi tidak boleh melanggar hak orang lain. Kedua, dibatasi undang-undang. Jadi, kalau undang-undang menyatakan orang ini harus dihukum mati, ya boleh," ujarnya.

Baca: Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar Ditangkap di Sebuah Hotel di Tamansari

Ia menambahkan, Indonesia telah memiliki kemauan politik dalam menerapkan hukuman mati. Buktinya, kata Patrialis, Indonesia memiliki empat undang-undang yang mengatur soal hukuman mati.

Terkait efektivitas hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor, Patrialis berpendapat, hal tersebut telah cukup menimbulkan efek jera.

"Kalau tidak ada hukuman seperti sekarang, mungkin korupsinya bisa lebih besar dan lebih banyak lagi," terangnya.(*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved