Berkunjung ke Wae Rebo, Desa Adat di Atas Awan di Manggarai Nusa Tenggara Timur
Kampung yang terletak di Kabupaten Manggarai ini menawarkan keindahan dan keasrian serta merupakan kampung yang memiliki adat yang masih sangat kental
Penulis: Ayu Prasandi |
TRIBUN-MEDAN.com-Berencana menjadikan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai destinasi wisata, tak ada salahnya untuk memasukan salah satu tempat ini untuk menjadi tempat yang dikunjungi saat di Labuan Bajo.
Adalah Kampung Wae Rebo, sebuah kampung yang terletak di Kabupaten Manggarai ini menawarkan keindahan dan keasrian serta merupakan kampung yang memiliki adat yang masih sangat kental.
Memang perjalanan menuju desa yang juga dijuluki desa di atas awan tersebut terbilang cukup panjang. Jarak menuju kampung yang berada diketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl) dari Labuan Bajo sekitar 8 jam.
Dari Labuan Bajo dengan menggunakan mobil memakan waktu sekitar 4 jam, kemudian dilanjutkan dengan ojek yang untuk menuju kaki gunung sekitar 15 menit.
Lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 9 kilometer (km) atau sekitar 3 jam untuk akhirnya bisa sampai ke desa yang juga peraih penghargaan dari UNESCO karena tetap menjaga kearifan lokalnya.
Polres Langkat Musnahkan 220 Kilogram Ganja Milik Pengendara Asal Cirebon
Zainuddin Mars Resmikan Jembatan Banjaran
Sesampainya di Wae Rebo, perjalanan panjang tersebut akan benar-benar terbayar dengan keindahan alam, keasrian serta rumah adat yang masih ada dan terjaga hingga saat ini.
Selain itu, sambutan hangat akan langsung diberikan oleh masyarakat dan juga tetuah adat Wae Rebo. Mereka menyambut para wisatawan dengan sangat ramah dan sesuai dengan tradisi yang telah mereka jalani hingga saat ini.
Ketua Lembaga Pariwisata Wae Rebo, Fransiskus Mudir, mengatakan, salah satu yang menjadi keunikan dari Wae Rebo karena terus mempertahankan bentuk dari rumah adatnya yang mempertahankan bentuk rumah tradisional Manggarai yang disebut dengan Mbaru Niang.
Inilah 6 Bisnis Prabowo Subianto di Aceh dan Kalimantan Timur
Guru Cantik Ini Rela Potong Rambut Indahnya demi Hentikan Perundungan di Sekolah
“Mbaru artinya rumah dan niang artinya tinggi dan bulat, sehingga Mbaru Niang berarti rumah yang berbentuk kerucut meruncing ke arah atas dan rumah tersebut yang juga menjadi daya tarik bagi wisatawan,” ujarnya.
Wakil Bupati Deliserdang Lantik 303 Pejabat Eselon II, III, IV dan Pejabat Fungsional
Curi Puluhan Buku di SD Swasta Al-Falah, Ucok dan Aldi Ditangkap saat Melintas di Samping Sekolah
Ia menjelaskan, bentuk rumah tersebut merupakan lambang perlindungan dan persatuan antar warga Wae rebo. Lantai bangunan yang berbentuk lingkaran merupakan simbol keharmonisan dan keadilan antar warga dan keluarga.
“Mbaru Niang sudah didirikan sejak tahun 1920 oleh para leluhur dan ada tujug bangunan Mbaru Niang telah mewariskan namun hinga saat ini masih tetap terjaga,” jelasnya.
Ia menerangkan, tujuh Mbaru Niang tersebut merupakan cerminan kepercayaan leluhur untuk menghormati tujuh arah puncak-puncak gunung di sekeliling Kampung Wae rebo.
“Mbaru Niang terdiri dari lima lantai yang masing-masing lantai memiliki fungsi masing-masing. Seperti untuk lantai 1 berfungsi sebagai ruang kegiatan yang didalamnya terdapat ruang berkumpul, ruang tungku atau dapur, dan ruang makan serta kamar tidur untuk 6 sampai 8 keluarga,” terangnya.
Ia menuturkan, di lantai 2, berfungsi sebagai ruang penyimpanan bahan akanan dan barang, lantai 3 berfungsi sebagai ruang penyimpanan benih-benih tanaman ladang dan kebun. Lalu di lantai 4 berfungsi sebagai ruang penyimpanan cadangan makanan.
