Nama Danau Toba Bukan Sebutan Berasal dari Orang Batak Tapi Buatan Jerman

Menarik dikaji ternyata nama Danau Toba bukan berasal dari bahasa tuturan orang batak sendiri.

Tribun Medan/Silfa Humairah
Wisatawan melihat pemandangan Danau Toba dari puncak Simalem Resort. 

TRIBUN-MEDAN.com - Menarik dikaji ternyata nama Danau Toba bukan berasal dari bahasa tuturan orang batak sendiri. Selama periode tanah batak masih dikunjungi para misionaris Jerman, sebutan Toba sendiri tidak pernah ada dan tidak pernah tertulis.

Jawaban dari mana datangnya sebutan Danau Toba sedikit bisa terungkap melalui tulisan ini. Hal ini dipaparkan sejarawan Universitas Negeri Medan (Unimed) Dr. Phil Ichwan Azhari yang melakukan penelitian arsip langsung di Jerman.

Ichwan yang menyebut dirinya patik (saya) bercerita di akun Facebook miliknya saat melakukan perburuan arsip kuno di Jerman tahun 2010 yang lalu.

Tulisan ini sebelumnya pernah dimuat dalam beberapa surat kabar di Kota Medan, namun tulisan Ichwan dengan gaya bercerita berdasarkan pengalamannya menelusuri arsip tua yang tidak bakal didapatkan di Indonesia tetap menarik untuk diketahui.


Peta kuno Danau Toba

Berikut merupakan pernyataan Ichwan Azhari soal nama Danau Toba ternyata dibuat Jerman bukan oleh orang batak sendiri yang ditulis dalam akun Facebook miliknya:

Ketika patik melakukan riset pada musim dingin dengan salju turun membosankan pada Oktober-Nopember 2010 di Wuppertal, patik lebih sering mengurung diri dan memanfaatkan jam istirahat siang dengan memburu ratusan peta-peta kuno Arsip Misionaris Barmen.

Sering patik merasa direktur Arsip, Herrn Wolfgang Apelt yang sangat ramah, terganggu atas berbagai permintaan patik mencarikan peta-peta kuno Toba saat menjelang jam istirahatnya tiba.

“Nehmen Sie diese Landkarte. Aber Jetz Pause. Ich moechte Mittagessen” .

Ichwan Azhari
Dr. Phil Ichwan Azhari

Pada Jam istirahat (Pause) Arsip sebenarnya tutup, tapi saya membandel dan sambil menutup pintu ruang Arsip (mungkin dengan jengkel) tetap dibiarkannya patik bekerja diruang baca, membanding-bandingkan peta dengan naskah dan memikirkan keunikan data di peta-peta itu.

Herrn Apelt sambil pergi Mittagessen memberikan RMG Bericht edisi Agustus 1878 yang di dalamnya Lembaga Penginjil Jerman (RMG, Rheinische Mission-Gesellschaft) mengumumkan sebuah peta penting yang kini sangat menarik bagi
kajian sejarah, antropologi ataupun geografi kuno tentang kawasan sekitar Danau Toba. Dalam peta ini patik amati tidak ada disebut kata Batak dan Toba.

Uniknya, danau ini waktu itu namanya bukan Danau Toba. Sang musafir antropolog yang membuat peta ini mencatat dengan detail ucapan para key informannya orang Toba berdasar tradisi lokal dan mengklarifikasinya dengan misionaris Jerman yang sudah lama ada di situ. Nama asli danau Toba yang sebenarnya yang dicantumkan dalam peta ini jelas patik baca adalah Tao Si Lalahi, Tao Muara dan Tao Balige.

Patik amati judul petanya tertera dalam bahasa Jerman : “Die Landschatt Toba auf Sumatra von Silindung bis zum Tao” (Kawasan Toba di Pulau Sumatra dari Silindung sampai Tao). Pembuat peta bahkan tidak mengganti istilah Tao dengan See (Danau dalam bahasa Jerman) dan ini bagi patik memperlihatkan bahwa dikawasan Toba ada danau yang bukan bernama Danau Toba tapi ada tiga Tao : Silalahi, Tao Muara dan Balige.

Skala peta tidak disebutkan tapi patik lihat, garis jarak tempuh perjam jalan kaki dicantumkan. Betapa uniknya waktu itu, berhari-hari orang Jerman ini naik turun gunung susuri lembah dan tepian danau membuat peta dan mencatat jarak tempuhnya perjam jalan kaki. Mau pakai GPS belum pula punya waktu itu.

Patik tahu bahwa peta-peta RMG sebelumnya selalu menyebut nama Franz William Junghuhn (ahli geologi dan botani Jerman yang berada di kawasan Toba ini tahun 1840-1841) sebagai dasar sumber peta para misionaris awal. Tapi dalam peta kali ini nama Junghuhn tidak ada disebut.

Patik mencoba membandingkan peta RMG ini dengan peta lain yang patik bawa dari tempat lain, berjudul Kartenskizzen der Nordlichen Battalaender und des Toba Sees (Peta Tanah Batak Utara dan Danau Toba) yang dibuat oleh antropolog dan pengelana Jerman Dr.B.Hagen tahun 1883.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved