2 Tahun Pemerintahan Jokowi dan JK

Proyek Tol Trans Sumatera Tersandung Ganti Rugi Lahan

Presiden Joko Widodo sendiri yang memimpin groundbreaking proyek jalan sepanjang 150 kilo meter dari pelabuhan Bakauheni.

facebook
Jokowi meninjau lokasi pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera di Desa Sabahbalau, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan. 

TRIBUN-MEDAN.com -  Awal 2015 pembangunan ruas Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) mulai ditabuh. Presiden Joko Widodo sendiri yang memimpin groundbreaking proyek jalan sepanjang 150 kilo meter dari pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan hingga Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Namun, jelang akhir 2016, pembangunan JTTS masih jauh dari harapan.

Ruas Bakauheni-Sidomulyo di Lampung Selatan memiliki panjang 39,4 kilometer. Berada di bawah bendera PT Pembangunan Perumahan (PP), pengerjaan ruas JTTS baru mencapai sekitar 13 kilo meter.

Proyek yang bermula dari Bakauheni ini baru merampungkan lahan hingga desa Banjarmasin di Kecamatan Penengahan.

Dari pantauan Tribun, proses pekerjaan fisik terus dilakukan. Seperti di ruas STA 00 Dusun Kenyayan, Bakauheni yang menjadi pintu masuk dan keluar tol dari pelabuhan penyeberangan Bakauheni. Sejumlah pekerja terlihat menimbun dan meninggikan area pintu masuk/keluar tol.

Beberapa pekerjaan konstruksi lainnya juga terlihat pada titik ruas STA 00. Pekerja tampak menyiapkan pembangunan tiang pancang fly over yang menuju tollgate pelabuhan Bakauheni.

Sementara di titik ruas STA 07 dusun Pandegolan desa Hatta yang berpotongan dengan jalinsum saat ini sedang dilakukan pembangunan underpass (jalur tol dibawah jalinsum). Begitu juga di ruas tol yang berpotongan dengan dengan jalan alternatif Simpang Gayam - Ketapang di desa Tetaan, Penengahan, saat ini sudah dimulai pembangunan fly over untuk jalan alternatif.

Menurut Yus Yusuf SK, General Affair PT PP, sejauh ini progres pembangunan JTTS ruas Bakauheni - Sidomulyo belum masuk tahapan beton ridit untuk badan jalan.

Ia menjelaskan, kondisi tanah ruas Bakauheni-Sidomulyo yang berbeda-beda, membuat pekerjaan semakin berat. Apalagi, jalur JTTS melalui jalur perbukitan, terutama saat melewati wilayah kecamatan Bakauheni.

Tidak hanya itu, ada beberapa titik pengikisan bukit untuk jalur ruas jalan. Ada pula pembelahan bukit untuk membangun jalur badan jalan. Sedangkan dari kecamatan Penengahan hingga Sidomulyo relatif kontur tanahnya datar.

"Demikian juga dengan matrial tanahnya juga berbeda-beda. Ada tanah merah. Ada tanah pasir dan juga ada medan membatuan. Untuk tanah berpasir terpaksa kita buang dan ganti dengan matrial tanah merah.

Sedangkan medan bebatuan harus ada peledakan (blasting) untuk memecah batu guna membuat badan jalan," kata Yus Yusuf.

Ia mengemukakan, permasalahan utama pembangunan JTTS ruas Sidomulyo-Bakauheni bukan semata pada kondisi medan dan kontur tanah. Tapi justru pada proses penyelesaian ganti rugi lahan. Pihaknya tidak bisa melakukan pekerjaan jika proses ganti rugi lahan belum selesai.

Penelusuran Tribun, masalah ganti rugi lahan bukan karena penolakan warga. Masalah justru timbul karena klaim kepemilikan ganda lahan atau tahan yang terkena pembangunan JTTS.

Temuan Tribun, kepemilikan ganda lahan atau tanah terjadi di ruas dusun Cilamaya, Bakauheni. Masalah serupa juga terjadi di kecamatan Penengahan. Sekitar 50 kepala keluarga (KK) di dusun PKS (persatuan keluarga Sulawesi) yang ada di desa Penengahan menolak ganti rugi hanya untuk bangunan dan tanam tumbu saja.

Mereka meminta ganti rugi dilakukan berikut untuk tanah milik warga sebanyak sekitar 72 bidang. Warga mengklaim lahan yang mereka garap dan diami selama ini merupakan milik mereka. Hal itu dibuktikan dengan dokumen SKT (surat keterangan tanah) dan dokumen lainnya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved