Hotma Sitompul Menggebrak PN Medan, saat Dampingi Terdakwa Bos Klub Entrance

''Perkara ini bisa ditangani oleh Polsek kok bisa ke Polres, ke Polda (Sumut). Ada apa ini? Biar didengar Kapolda, ada apa dengan perkara ini.''

Editor: Tariden Turnip
Tribun Medan/Azis
Hotma Sitompul saat menjadi pengacara untuk Alexander Hutabarat, terdakwa dugaan penggelapan mobil di Ruang Tirta PN Medan, Selasa (30/5/2017). 

MEDAN, TRIBUN - Pengacara kondang asal Jakarta, Hotma Sitompul mendadak muncul di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (30/5). Dengan mengenakan stelan kemeja putih dan celana hitam, Hotma melenggang masuk dan langsung menuju sel tahanan sementara.

Baca: Dulu Anggota Yakuza, Kini Taki Takazawa Jadi Imam Besar Masjid Jepang

Ternyata, kedatangan Hotma atas permintaan pemilik klub Entrance Grand Aston Medan, Alexander David Hutabarat untuk menjadi kuasa hukumnya sebagai terdakwa kasus dugaan penggelapan mobil.

Saat ini, Alexander berstatus tahanan di Rutan Tanjunggusta dan menjalani sidang perdana dengan agenda dakwaan atas laporan dari Raisya Christy Hutagaol.

Baca: Penumpang Saling Berpelukan, Lihat Detik-Detik Setelah Pesawat Sriwijaya Air Tergelincir

Sidang pun akhirnya dibuka untuk umum di Ruang Tirta Lantai II PN Medan. Alexander diperintahkan untuk duduk di kursi pesakitan dengan mengenakan baju tahanan merah, ciri khas terdakwa kasus tindak pidana umum (Pidum) pada umumnya.

Namun, Hotma menyoroti perlakuan yang diterima Alexander dengan mengenakan baju tahanan di persidangan. Lantas, ia kemudian meminta kepada majelis hakim agar kliennya tersebut melepaskan baju tahanannya.

Baca: Pesulap Indonesia Ini Bikin Menjerit Juri Kontes Americas Got Talent, Lihat Aksi Berbahayanya

"Mohon izin Yang Mulia, ini baju tahanan yang dipakai terdakwa (Alexander) sebaiknya dibuka. Karena ini demi kebebasan terdakwa di persidangan. Lagi pula belum tentu bersalah," ujar Hotma di hadapan Majelis Hakim Ketua Jeferson Sinaga.

Menurut Hotma, dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada yang mengatur bahwa seorang terdakwa harus mengenakan baju tahanan.

"Seorang terdakwa tidak diperbolehkan dalam tekanan, diborgol atau memakai baju tahanan di persidangan. Kalau dibilang itu kebiasaan, maka itu kebiasaan yang salah," ujarnya.

Akhirnya majelis hakim mengaminkan permintaan Hotma, lalu memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) masing-masing Rufina Ginting dan Amru untuk menanggalkan baju tahanan Alexander melalui pengawal tahanan (waltah). Akhirnya, Alexander disidangkan tanpa mengenakan baju tahanan.

Dalam dakwaannya, kasus ini bermula ketika Alexander meminta Erikson Hutagaol, ayah Raisya Christy Hutagaol datang ke kantornya di Jalan Dewa Ruci No 1, Medan Petisah pada 7 September 2014 silam.

Setelah tiba di kantor, Erikson menemui Alexander, kemudian, Alexander mengatakan keinginannya untuk meminjam mobil milik Erikson.

Erikson mengizinkannya, namun sebelum itu dia bertanya istrinya terlebih dahulu.

Erikson dan Alexander merupakan keluarga. "Pada tanggal 8 September 2014 jam 10.00 wib, Erikson kembali datang dengan mengendarai mobil Toyota Land Cruiser Prado warna hitam BK 1048 ZO milik Raisya ke kantor Alexander," ujar JPU.

Selanjutnya, Erikson memberikan mobil tersebut ke Alexander untuk dipinjamkan tanpa sepengetahuan Raisya.

"Tak lama berselang, Raisya mengetahui mobil miliknya dipinjamkan ke Alexander dan berusaha untuk memintanya kembali. Namun, Alexander tidak mengembalikan mobil tersebut," pungkas JPU.

Pada tanggal 23 Desember 2014, Raisya mengirimkan surat ke Alexandar yang isinya meminta mobil miliknya dikembalikan. Akan tetapi, Alexander malah menyerahkan mobil tersebut ke PT Mitsui Leasing Capita Indonesia tanpa sepengetahuan Raisya.

"Akibat perbuatannya, Raisya mengalami kerugian sebesar Rp 300 juta. Perbuatan terdakwa Alexander bertenangan dengan Pasal 372 KUHPidana Tentang Penggelapan," tandas JPU dari Kejati Sumut ini.

Usai membacakan dakwaan, persidangan dilanjutkan dengan mendengar eksepsi (nota keberatan atas dakwaan) yang langsung dibacakan Hotma. Dalam inti eksepsi itu, Hotma menyebut kliennya dikriminalisasi dan korban tidak punya legal standing untuk membuat laporan. Bahkan, Hotma curiga perkara ini ada sesuatu sponsor.

Setelah pembacaan eksepsi, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda tanggapan JPU.
Saat ditanya mengenai sponsor yang disebutkan dalam eksepsi, Hotma Sitompul mengatakan bahwa hal itu merupakan pertanyaan.

"Kita sebutkan kenapa perkara ini berjalan seperti ini, apakah ada tekanan atau sponsor," katanya kepada wartawan usai sidang.

Menurut Hotma, perkara yang menimpa kliennya itu sangat janggal. Pasalnya, lanjut Hotma, orang yang melapor tidak punya hak atau tidak punya legal standing. "Mobil katanya digelapkan, yang melapor Raisya dan Erikson.

Padahal mobil ini punya leasing kok. Kalau enggak diserahkan (ke leasing), ditangkap terdakwa ini. Sudah benar kelakuan terdakwa yaitu menyerahkan mobil ke leasing," jelas Hotma lagi.

Karena, sambung Hotma, kredit mobil itu tidak dibayar ke leasing sebanyak 21 kali.

"Maka jadi pertanyaan saya kenapa dengan perkara ini. Perkara ini bisa ditangani oleh Polsek kok bisa ke Polres, ke Polda (Sumut). Ada apa ini? Biar didengar Kapolda, ada apa dengan perkara ini," sebutnya. (ase)

Tidak Ada dalam KUHAP
Humas PN Medan, Erintuah Damanik menanggapi bahwa sah-sah saja jika seorang terdakwa melalui kuasa hukumya meminta kepada majelis hakim agar kliennya tidak mengenakan baju tahanan, sepanjang sidang itu berlangsung.

"Ya, memang kalau untuk sidang mereka (terdakwa) harus melepas baju tahanan. Sepantasnya seperti itu. Itu hanya dari kejaksaan saja, untuk menandakan dalam perjalan bahwa ini memang terdakwa," katanya.

Begitu juga dengan borgol yang biasanya dikenakan tahanan pidum. Menurutnya, itu hanya sebagai pertanda dan penjagaan agar tahanan tersebut tidak kabur.

"Jadi, terdakwa itu harus bebas, lepas dari belenggu di persidangan itu. Sepanjang terdakwa tidak keberatan memakai baju tahanan di persidangan, ya sah-sah saja. Lagi pula itu kan tidak ada diatur dalam KUHAP," ujarnya.

Namun, dari kejaksaan sendiri menyebut, bahwa ada aturannya siapapun terdakwanya wajib mengenakan baju tahanan, baik di luar persidangan bahkan saat sidangkan. Tetapi, peraturan itu bisa juga tidak dilaksanakan jika ada kesepakatan antara komponen persidangan untuk melepaskan baju tahanan.

"Itu kan hasil dari kesepakatan antara hakim, pengacara dan jaksanya. Tapi SOP kan itu, tetap harus melaksanakan, setiap terdakwa di persidangan wajib mengenakan baju tahanan," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut, Sumanggar Siagian.(ase)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved