Teroris Serang Mapolda

KH Machfoedz Siddiq: Jangan Takut, Mari Kita Cari dan Tumpas Radikalisme sampai Akar-akarnya

"Itulah sebabanya kami minta, makin perlu mengenali dan mencegah bibit-bibit radikalisme di Sumnut," ujar Machfoeds.

(Tribun-Medan.com/Domu D Ambarita)
Ketua Forum Kiai Muda Sumatera Utara Machfoedz Siddiq Muslih saat berkunjung ke redaksi Tribun-Medan.com di Jalan Wahid Hasyim, Medan, Senin (12/6/2017). (Tribun-Medan.com/Domu D Ambarita) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Ketenangan dan kedamaian Kota Medan yang tekenal dengan kehidupan masyarakat majemuk dan toleran terusik menjelang Hari Raya Idul Fitri, Minggu (25/6/2017).

Sekitar pukul 03.00 WIB, dinihari, dua orang terduga jaringan teroris menyerang Markas Polda Sumut. Seoang anggota polisi, Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) Martua Sigalingging gugur dalam tugas.

Pelaku melukai tubuhnya, bagian wajah dan leher. Dua komplotan pelaku diduga terkait jaringan radikalis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Mereka adalah AL, pelaku tewas ditembak anggota Brimob Polda Sumut, pagi itu juga.

Seorang pelaku penyerangan lainnya, diduga bernama Syawaluddin Pakpahan, warga Kota Medan.

Menurut Kepala Lingkungan (Kepling) VIII, Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai, Hari Isnaini, terduga Syawaluddin sehari-hari berprofesi sebagai pedagang rokok. Lokasi jualannya berada di Jalan Sisingamangaraja atau tepat di seberang SPBU Teladan Medan.

Baca: Aiptu Sigalingging, Polisi Humoris yang Tewas Dihabisi Terduga Teroris, Warga Padangsidempuan

Baca: Inilah Foto-foto 2 Pelaku Penyerangan Polisi, Baru 1 Teridentifikasi, Apakah Anda Mengenalinya?

Baca: Akhirnya Terungkap, Kapolda Pastikan Penyerang Markas Polisi Sumut Berafiliasi dengan ISIS

"Dia (Syawal) dikenal sebagai pribadi eksklusif dan jarang komunikasi dengan warga. Tapi masih mau menyapa kalau berpapasan," ungkap Hari.

Ada pun AL, berjualan jus, dekat dengan lokasi usaha Syawaluddin.

Kejahatan yang terjadi pada bulan suci ini sangat disayangkan kalangan agamawan.

Ketua Forum Kiai Muda Sumatera Utara KH Machfoedz Siddiq Muslih misalnya, menyatakan keprihatinannya terhadap paham radikalisme.

"Kami dari Forum Kiai Muda Sumatera Utara mengutuk perbuatan dan kejadian keji tadi, apalagi terjadi pada saat bulan suci bagi umat Islam. Kami sangat menyanyangkan adanya kejahatan sadis paham radikal di dalam moment Idul Fitri yang harusnya tidak dikotori hal-hal seperti itu, tetapi justru terjadi," ujar KH Machfoedz Siddiq Muslih melalui salurang telepon seluler kepada Medan.com.

Baca: Nurul Arifin Siap Maju di Pemilihan Wali Kota Bandung

Baca: Tengku Erry Ajak Warga Gandengan Tangan Jaga Sumut


Menurut Machfoedz yang alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, antisipasi akan kemungkinan adanya gangguan radikalisme sebenarnya sudah ada. Sebab ia sejak lama menduga bibit- bibit radikalisme telah tumbuh di tengah masyarakat Sumut.

"Itulah sebabanya kami minta, makin perlu mengenali dan mencegah bibit-bibit radikalisme di Sumnut," ujar Machfoedz.

Selain mengutuk tindakan keji tersebut, Forum Kiai Muda Sumut yang kebanyakan, dalam waktu, seminggu ke depan akan mengadakan rapat, untuk meminta instansi pemerintahan mengantisipasi situasi agar tidak terulang.

"Kami akan koordinasi dengan Pangdam dan Kapolda untuk mencegah radikalisme," ujarnya.

Forum Kiai Muda Sumut juga mengimbau masyarakat Sumut di mana pun berada dan apa pun agamanya.

"Jangan takut. Mari kita ciptakan Idul Fitri yang suci, fitri dan kembali seperti sedia kala. Jangan saling mencurigai. Tetapi, tTerotisme harus kita tumpas bersama, karena itu NKRi ini mari kita dukung dan jaga bersama. Kita teruskan perjuangan pendahulu yang membuat NKRI dan Pancasila sebagai milik bersama," ujar KH Mahfoedz.

Ia menambahkan, "Kita berharap, (tindakan radikalimen) ini yang terakhir di Sumut. Masyarakat jangan takut, mari berkonsolidasi dari masayarakat lapisan bawah hingga atas, dan aparat dari lapisan paling bawah hingg terstas."

Dia meminta semua pemangku kepentingan turun ke akar rumput, mencari bibit-bibit radikalisme agar kekerasan dan kejahatan yang bernuansa radikalisme dapat ditumpas sampai akar-akarnya.

Baca: Usai Geledah Rumah Terduga Teroris, Polisi Bawa Istri dan 4 Anak Syawaluddin Pakpahan

Baca: NEWSVIDEO: Ular Piton Bikin Geger Salat Id, Jadi Tontonan Jemaah

Radikalisme Ditekuman di Sekolah Dasar

 Ketua Forum Kiai Muda Sumatera Utara KH Machfoedz Siddiq Muslih menyatakan keprihatinannya terhadap paham radikalisme yang sudah masuk ke kalangan murid sekolah dasar. Ia mengaku memiliki data banyak sekolah, yang praktik belajar-mengajar potensial menumbuhkembangkan paham intoleransi dan anti-Pancasila.

"Banyak sekolah melarang murid menghormat bendera. Di Sumatera Utara banyak, saya tahu. Bahkan ada satu dua pondok pesantren juga berpotensi mengajajarkan bibit radikalisme dan intoleransi," ujar Machfoedz saat berkunjung ke redaksi Tribun-Medan.com di Jalan Wahid Hasyim 37, Medan, Senin (12/6/2017).

Pengurus Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) Sumut ini meneruskan keperihatinannya saat praktik pendidikan anak-anak sekolah dasar sudah terjebak pada pemikiran sempit. "Saya prihatin. Ada murid kelas dua SD, hanya gara-gara temannya tidak mengenakan jilbab, dia menyebut kafir," ujar pria asal Jawa Tengah dan lulusan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.

Menurutnya Machfoedz, menghadapi makin maraknya sikap, perilaku dan tindakan intoleran akhir-akhir ini, Forum Kiai Muda Sumatera Utara akan bekerja sama dengan instansi pemerintah guna meminimalisir potensi radikalisme di kalangan para pelajar.

Baca: Din Syamsuddin Dicoret dari Pengarah UKP Pancasila, Ada Apa?

Baca: Panglima TNI Siap Ditembaki Jika Salah Menyebut Demokrasi Indonesia Tak Sesuai Pancasila

Baca: Unggah Kalimat Menistakan Agama dari Yogyakarta, Pria Ini Disidang di PN Medan

Walau demikian, Machfoedz sadar,  Forum Kiai Muda tidak memiliki kewenangan apa-apa.  Pemerintahlah yang seharusnya berwenang melakukan tindakan.

"Kami mengajak berdiskusi melalui beberapa pendekatan," kata warga Stabat, Kabupaten Langkat.

Menurut Machfoedz, pendidikan formal agama di sekolah-sekolah sebaiknya jangan dikurangi, malah ditambah.  Baginya Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai tanggung jawab dalam hal ini.

Bagi pria berpeci hitam itu, pendidikan Pancasila pun masih relevan dan perlu ditingkatkan di kalangan pelajar muda.

"Dengan minimnya pemahaman terhadap Pancasila, maka inilah akibat yang terjadi. Bangsa ini rentan sekali mengalami perpecahan," ujarnya.

Ia juga menjelaskan, Forum Kiai Muda Sumatera Utara sudah melakukan kegiatan-kegiatan yang menyosialisasikan kerukunan antarumat beragama.

Di antaranya, kunjungan Forum ke pondok-pesantren, lintas agama, fakultas-fakultas di Universitas Sumatera Utara.

 

Baca: Hebat, Sel Mewah Bandar Sabu di Lapas Cipinang, Ada Wifi, CCTV dan Aquarium

PBNU Identik dengan Identitas Indonesia

 KH Machfoedz Siddiq Muslih merupakan anggota organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU). Dan Forum Kiai Muda banyak berasal dari tokoh agama Islam dari kalangan NU.

 Sebagai warga NU, ia tahu betul induk organisasinya, yakni Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU). Organisasi ini sekarang dipimpin Said Aqil Siradj selaku Ketua Tanfidziyah PBNU. Sebelumnya jabatan serupa dipegang KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, dan KH Hasyim Muzadi.

 Nahdlatul Ulama didirikan pada 31 Januari 1926, dan kala itu dipimpin KH Hasyim Asy’ari, kakek Gus Dur. NU terkenal sebagai organisasi yang sangat menjunjung dan garda terdepan menjaga Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas masyarakat heterogen, majemuk.

 Terkait peran serta NU alam berbangsa-bernegara, Machfoedz bahkan mengidentikkan PBNU dengan empat pilar kebangsaan.

 "PBNU itu sudah mengisyaratkan sebenarnya. P itu Pancasila, N-nya NKRI, B-nya itu Bhineka Tunggal Ika, dan U-nya Undang-Undang Dasar 1945," kata kepada Tribun-Medan.com.

Menurutnya, seperti NU, ormas-ormas Islam harus mempunyai tujuan yang sama dalam mengikat kebhinekaan bangsa ini.

Machfoedz menganjurkan agar semua elemen bangsa dapat meniru prinsip dan praktik perjuangan mendiang KH Abdurrahman Wahid.

 "Kenegerawanan Gus Dur sangat perlu kita contoh, beliau itu orang yang berpikir jauh ke depan dari masanya. Banyak orang mengaggap remeh pada masa itu, tetapi Gus Dur mengatakan, biarlah sejara yang mencata. Dan terbukti sekarang, apa yang diperjuangankan Gus Dur yakni toleransi, demokrasi dan Pancasila sangat penting," ujarnya.

 Ia menambahkan, Pancasila itu sudah sesuai dengan nilai-nilai islam yang ada.

 "Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa itu identik dengan surat Al-Ikhlas," katanya.

 Bagi Machfoedz, Indonesia harus bersyukur sudah diikat oleh semboyan Bhineka Tunggal Ika, biar berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Menurutnya, falsafah bangsa itu bisa mengikat semua elemen yang berbeda-beda.

 Nilai-nilai Pancasila, seperti gotong royong bagi Machfoedz adalah cara efektif untuk membangun komunikasi yang baik di masyarakat.

Ia juga menegaskan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. "Kalau ada orang yang mengaku Islam, tetapi menolak Pancasila, berarti orang itu masih dalam tahap belajar tentang Islam. Maka itu, kita ajak agar terus belajar Islam. Bila perlu, kami bersedia menuntun dan mengajari, bahwa Pancasila, tidak bertentangan dengan Islam."

Baca: NEWS VIDEO: BBPOM Sita 1,6 Ton Mie Kuning yang Mengandung Bahan Berbahaya

Baca: Keluarga Jupe Masih Kumpul Biaya Perobatan, Tagihan Rumah Sakit Membludak

Mempelajari Alquran Sebelum Bertindak

 Machfoedz Siddiq Muslih pun mengajak Umat Islam agar mempelajari Alquran terlebih dahulu sebelum bertindak. Menurut Alumni Pondok Pesantren Lirboyo Jawa Timur ini masih banyak muslim yang melakukan tindakan duluan, kemudian mencari pembenarannya di dalam Alquran.

 Ia menceritakan keprihatinannya terhadap oknum pemuka agama yang ingin memecah belah umat.

 "Banyak yang mendahulukan formalitas, ketimbang substansi," kata Machfoedz.

Menurut pria berpeci hitam itu, seorang pemuka agama tidak boleh menjadi seorang politisi. Baginya, tugas seorang ulama adalah menasihati para politisi.

 Ia juga mengajak kepada seluruh pemuka agama untuk turun ke lapangan agar menjaga keberagaman.

 "Jangan berpikir uang dulu, uang tidak ada artinya bagi kepentingan bangsa dan negara ke depan," ujarnya.

 Ia juga berharap ormas-ormas Islam terbesar seperti Nahdatul Ulama, Alwasliyah dan Muhammadiyah bisa bersatu dalam memberikan pengertian ke pada masyarakat.   (cr7/tribun-medan.com)

(*)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved