Bung Karno Dulu Juga Suka Pencitraan, Petinggi Uni Soviet Blak-blakan Tak Menyukainya

Tahun 1960, Nikita Khrushchev dari Sovyet berkunjung ke Indonesia. Rupanya kunjungan itu meninggalkan kesan

Presiden RI pertama Soekarno saat bertemu dengan Presiden Uni Soviet Nikita Sergeyevich Khrushchev 

Dengan cara demikian kami dapat mempelajari kelebihan Soekarno, yaitu kebijaksanaan netralnya. Kami membaca bahwa ia telah membina persahabatan yang baik dengan Yugoslavia.

Tetapi setelah beberapa tahun berlalu, Indonesia bersikap lebih dekat dengan Rusia. Kami membina hubungan perekonomian dan membantu Indonesia dalam mengolah sumber daya alamnya. Kami mulai mengenal Soekarno lebih dekat.

Ia memberikan kesan tersendiri sebagai seorang pemimpin yang baik, terpelajar dan cerdas. Kecerdasan dan pengetahuan tidak selalu timbul bersamaan.

Saya telah banyak mengenal orang-orang yang sangat terpelajar tapi tidak mempunyai otak dan saya juga mengenal orang-orang yang tidak mengenyam pendidikan formal dengan cukup, tapi punya kemampuan intilegensia yang tinggi. Soekarno terpelajar dan punya otak.

Sudah tentu ia punya juga kelemahan. Kami tidak selalu sependapat dengan cara-cara yang digunakannya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dan ada beberapa tindakannya yang tidak mudah untuk dipahami.

Saya ingin menceritakan secara terperinci mengenai perjumpaan saya dengan Soekarno dan Indonesia.

Kami sangat berharap mendapatkan undangan untuk mengunjungi Indonesia. Saya ditunjuk untuk memimpin delegasi kami.

Seperti yang sudah digariskan, kamerad Gromyko harus menyertai saya ke setiap negara yang saya kunjungi.

Kami terbang ke Indonesia menggunakan pesawat II-18s. Sempat mendarat sebentar di India dan Birma dalam perjalanan dan kemudian mendarat di Sumatra.

Kami disambut kerumunan massa yang banyak sekali jumlahnya dan penyambutan sangat megah.

Presiden Soekarno menyambut kedatangan kami. Tampaknya ia menyukai upacara besar-besaran.  Ia mempunyai kemampuan sebagai aktor.

Ini termasuk di antara beberapa kelemahannya. Sebagai contoh, ketika pemerintah Indonesia minta bantuan ekonomi, Soekarno sangat mengharapkan kami untuk membantunya dalam pembuatan sebuah stadion raksasa.  

Saya agak terkejut. Sebuah stadion yang megah hanyalah bentuk penghamburan uang bagi Indonesia.

"Mengapa Anda menginginkan stadion?" saya bertanya. "Sebagai tempat untuk mengumpulkan massa," katanya.

Kami memberinya teknisi dan bantuan kredit seperti yang ia minta. Ketika saya tiba di Indonesia, Soekarno mengundang saya untuk menyaksikan sendiri bagaimana pembangunan dilaksanakan.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved