Bung Karno Dulu Juga Suka Pencitraan, Petinggi Uni Soviet Blak-blakan Tak Menyukainya
Tahun 1960, Nikita Khrushchev dari Sovyet berkunjung ke Indonesia. Rupanya kunjungan itu meninggalkan kesan
***
SECARA pribadi iklim Indonesia bagi saya merupakan panas yang tidak tertahankan, lembap dan menyengat. Di mana-mana ada kipas angin.
Di kamar tidur, di ruang makan, di aula tempat pertemuan diadakan, tapi tetap saja panasnya membuat lemas.
Saya merasakan seolah-olah mandi uap sepanjang waktu.
Pakaian dalam jadi lengket dan mengakibatkan sulit untuk bernapas. Yang terlebih lagi, di mana-mana banyak nyamuk.
Satu-satunya cara untuk menghindarinya adalah dengan menggunakan kelambu. Saya menganggap Indonesia tidak cocok untuk orang Eropa, terutama Rusia.
Dalam hubungannya dengan ini, saya sangat terheran-heran pada Soekarno.
la sama sekali tidak berkeringat manakala saya basah kuyup. Sekali waktu kami harus terbang ke suatu tempat.
Setelah pesawat lepas landas dan mencapai ketinggian tertentu, udaranya menjadi bertambah dingin dan saya merasa seakan kembali ke kampung halaman.
Saya dapat bernapas dengan lega kembali. Kemudian berpaling pada Soekarno dan melihatnya memakai pakaian yang cukup tebal serta menggigil.
"Apa yang terjadi dengan Anda?" saya bertanya. "Saya kedinginan," katanya. "Bagaimana Anda dapat bertahan pada udara yang sedingin ini?"
Saya selalu teringat pada pemandangan dan keindahan alam di Indonesia.
Terutama pada daerah di sekitar Bogor, tempat Presiden Soekarno mempunyai sebuah istana.
Bangunan itu sendiri bekas tempat tinggal seorang Belanda, yaitu bekas gubernur jenderal di Indonesia.
Bangunannya luas dan mewah, jauh lebih bagus daripada Istana Livadia di Crimea. Istana itu dihiasi lapangan luas yang diatur dengan selera Inggris. Rumputnya begitu hijau dan segar.
Tidak jauh dari istana ada sebuah museum zoologi. Saya ditawarkan untuk berjalan-jalan ke sana dan saya menerimanya dengan senang hati.
Menurut penjelasan, gedung museum itu dibangun oleh seorang berkebangsaan Jerman dan ia tinggal beberapa tahun di Indonesia untuk mengumpulkan reptil, serangga dan satwa lainnya.
Berbagai jenis kupu-kupu warna-warni juga ada di sana. Putra saya, Seryozha adalah seorang pengumpul kupu-kupu dan meminta untuk membawakannya pulang beberapa ekor dari setiap negeri yang saya kunjungi.
Kadang-kadang saya minta bantuan pengawal untuk menangkapkan beberapa ekor dan mereka meneruskannya dengan meminta bantuan pihak keamanan Indonesia untuk melakukannya.
Ketika Soekarno mengetahui bahwa anak saya senang mengumpulkan kupu-kupu, ia lalu berlari-lari untuk mengejar dan menangkap kupu-kupu itu. Saya lihat ia melakukan hal tersebut dengan mata kepala saya sendiri.
Ia adalah seorang yang menarik, dan sama sekali tidak tersinggung akan gurauan kami tentang Presiden Indonesia yang berburu kupu-kupu untuk putra Khrushchev.
***
PERJALANAN saya ke Indonesia meliputi juga beberapa pertemuan, rapat umum dan pidato. Soekarno adalah seorang orator yang baik dan tampaknya ia suka sekali berbicara di hadapan umum. Saya juga sempat menyampaikan sejumlah pidato.
Di Indonesia saya banyak menghadiri jamuan makan dan diperkenalkan pada berbagai macam jenis makanan yang belum pernah saya lihat.
Saya tertarik pada suatu jenis buah yang disebut durian. Bijinya mirip buah kenari, yang mempunyai lapisan tebal dan ditutupi kulit berduri. Buahnya berwarna agak kuning.
Ketika pertama kali dihidangkan buah durian, saya memperhatikan orang-orang Indonesia yang duduk mengelilingi saya semuanya tersenyum dan saling berbisik satu sama lain, seakan-akan bakal terjadi sesuatu yang lucu.
Soekarno mengambil sepotong buah durian dan memberikannya pada saya. Saya mencicipinya, dan mendadak terasa aroma busuk dan menjijikkan, serasa daging busuk.
Tapi Soekarno memakannya dengan lahap dan tidaklah sopan bagi saya kalau tidak mencobanya.
Saya tidak mengatakan bahwa rasanya enak, tapi lumayan — selama Anda menutup hidung pada saat memakannya.
Saya bermaksud memberikan oleh-oleh buah yang beraroma aneh itu untuk para kamerad di Moskwa.
Kami baru saja membuka penerbangan rutin antara Moskwa — Jakarta. Oleh karena itu saya meminta pengawal untuk mengirimkan beberapa karton durian untuk seluruh anggota dan calon anggota presidium.
Karena pesawat kami terbang ke Moskwa melalui New Delhi dan Kabul, saya memerintahkan untuk mengirimkan beberapa karton untuk Nehru dan raja Afghanistan.
Beberapa waktu kemudian, Nehru dan raja Afghanistan mengucapkan terima kasih pada saya, tapi mengatakan pada saya bahwa mereka terpaksa membuangnya karena buah tersebut sudah busuk.
Para kamerad saya di presidium juga mengatakan hal yang sama. Saya tertawa dan mengatakan bahwa buah tersebut tidak busuk, memang aromanya demikian.
***
SEKALI waktu dalam perjalanan saya di Indonesia, Soekarno membawa saya beberapa hari ke Bandung, tempat diselenggarakannya Konferensi Bandung.
Tempat itu juga dijadikan sebagai tempat peristirahatan pejabat pemerintahan Indonesia. Bandung letaknya di kaki gunung. Karena letaknya tinggi, maka udaranya terasa sejuk.
Selama berada di Bandung, ada sejumlah pesta diselenggarakan dengan iringan musik rakyat setempat. Soekarno adalah seorang yang pandai bergaul. Ia sangat menyukai dansa, sehingga orang lain pun diajaknya berdansa.
Saya tidak mau mengatakan kalau saya tidak pernah berdansa. Ketika masih muda, saya malu untuk berdansa, walaupun saya lebih suka melihat orang lain melakukannya.
Saya hanya jadi penonton di pinggir, tapi sebenarnya saya ingin juga ikut berdansa.
Yang hanya saya tahu adalah salah satunya yang terkenal di Donbass ketika masih muda. Semua orang berpegangan tangan dan berdansa mengelilingi sebuah lingkaran.
Kami, biasanya juga berdansa berpasangan, tapi saya tidak melakukannya, karena monoton.
Pada malam pertama di Bandung, Soekarno alias Bung Karno berdansa sampai hampir pingsan.
Malam kedua, sebelumnya saya memperingatkan dia, "Tuan Presiden, saya tidak mau ikut pesta malam ini, saya lelah dan memang saya kurang menyukainya."
"Anda harus ikut, jika tidak yang lainnya akan tersinggung." Tapi di wajahnya tersungging senyuman, dan barangkali dapat saya katakan bahwa mungkin ia berpikir saya bergurau.
Kemudian, ketika meja dan kursi disisihkan untuk membentuk sebuah arena dansa, saya mengatakan, "Presiden, saya tidak ingin terjadi suatu kesalahpahaman. Secara serius saya sudah mengatakan pada Anda sebelumnya, saya benar-benar terlalu lelah untuk ikut berdansa. Saya ingin beristirahat sekarang."
Ia melihat pada saya dengan wajah yang terkejut dan mengatakan selamat malam, kemudian berlalu.
Sebagian dari delegasi kami tetap bertahan. Saya yakin bahwa pada malam itu Gromyko menjadi tukang dansa nomor satu dari pihak kami.
Soekarno tidak pernah berdansa dengan satu wanita saja. Ia akan mengajak setiap wanita yang dilihatnya.
Kalau wanita itu menolak, Soekarno akan memaksanya untuk melantai, walaupun dilakukan secara sopan dan dengan sikap yang lihai sekali. Saya pikir Soekarno terlalu suka berdansa.
Di satu pihak mungkin ia ingin menjadi tuan rumah yang baik, tetapi di pihak lain, tampaknya ia terlalu bergairah dengan hiburan semacam ini.
Pada dasarnya saya tidak ingin memberikan suatu gambaran yang keliru. Saya menginginkan pembaca dapat menarik kesimpulan yang tepat.
Seperti kita juga, Soekarno punya kelemahan tertentu yang manusiawi. Tapi secara umum saya menyukainya dan terutama menaruh hormat yang mendalam padanya.
Kini walaupun ia telah tersingkir dari gelanggang politik, saya tetap kagum pada pengabdiannya. (K. Tatik Wardayati)
Tulisan ini dicukil dari buku Khrushchev Remembers, The Last Testaiment, Translated and Edited by Strobe Talbott, 1974, dan dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 1985.