Bergabung dengan Kelompok Pemberontak Papua, Warga Polandia Divonis 5 Tahun Penjara
Warga negara Polandia Jakub Fabian Skrzypzki, yang terlibat kasus makar di Papua, dinyatakan divonis pidana penjara selama lima tahun.
"Saya anggap pemindahan paksa saya ke Wamena karena alasan politik semata.
Mungkin agar saya semakin terisolasi dari tim pengacara saya, atau sebagai peringatan kepada masyarakat lokal dan menyulitkan media serta aktivis menghadiri pengadilan," tulis Skrzypski.
Surat yang diklaim ditulis oleh Jakub Fabian Skrzypski tentang protesnya terkait lokasi sidang.
"Saya menolak keras pengadilan ini dilaksanakan di Wamena, tempat yang tidak ada hubungan langsung dengan kejahatan yang dituduhkan ke saya," tulisnya.
Ia juga mengatakan surat protes itu hanya menyangkut kasusnya dan bukan protes terhadap sistem hukum Indonesia secara keseluruhan.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jayawijaya menuntut dua terdakwa atas nama Solak Alitnoe dan Isak Wandik yang jadi tertuduh tindakan makar di Kabupaten Yalimo, dituntut delapan tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.
Solak Alitnoe dan Isak Wandik ditangkap kepolisian akhir Agustus 2018 di Distrik Abenaho, Kabupaten Yalimo usai pelantikan panglima Tentara Revolusi West Papua (TRWP) Kodap XI Yali.
Menurut laporan TabloidJubi.com, Senin (8/4/2019), pada sidang pembacaan tuntutan JPU, Senin (8/4/2019) di Pengadilan Negeri Wamena yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Yajid, SH didampingi hakim anggota Ottow Siagian, SH, MH itu, jaksa penuntut mendakwa keduanya dengan pasal 106 KUHP Jo, pasal 55 Ayat (1) ke-1 tentang makar.
Semua unsur-unsur dalam pasar 106 KUHP dan pasal 55 dalam dakwaan ketiga telah terpenuhi, maka yang didakwakan kepada para terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan sehingga kedua terdakwa dituntut delapan tahun penjara,” kata JPU, Febiana Wilma Sorbu dalam tuntutannya.
Usai persidangan, Febiana Sorbu mengatakan, pertimbangan yang diambil pada tuntutan ini karena merupakan kasus makar terhadap keamanan negara, dimana tujuannya untuk memisahkan diri dari wilayah NKRI.
“Sebenarnya ancaman hukuman di atas 8 tahun, karena dari fakta persidangan selama ini, sikap kedua terdakwa koperatif sehingga menjadi penilaian dalam pemberian tuntutan,” katanya.
Febiana menambahkan, sidang akan dilanjutkan pada Kamis, dengan agenda pembelaan dari penasihat hukum kedua terdakwa.
Sementara untuk Warga Negara Asing asal Polandia yang juga terkait makar, belum dilakukan sidang.
“Alasan penundaan karena kami masih menyempurnakan tuntutan, apalagi dia adalah WNA, jadi harus benar-benar selektif dalam tuntutan,” katanya seperti dikutip dari antaranews.com.
Menanggapi tuntutan JPU itu kuasa hukum terdakwa, Danius Wenda, SH, MH beranggapan jika tuntutan yang diberikan menggunakan pasal alternatif tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh kliennya.
“Mereka tidak melakukan perbuatan makar seperti yang disangkakan, ini hanya bagian dari menyampaikan hasil pendapat umum yaitu melakukan ibadah syukuran."
