Kisah Pilu Danjen Kopassus Pertama Idjon Djanbi, Dilengserkan dan Dikubur Tanpa Tembakan Salvo
Korps Baret Merah atau Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat menyisakan cerita pilu bagi komandan pertama satuan elite tersebut.
TRIBUN MEDAN.com - Korps Baret Merah atau Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat menyisakan cerita pilu bagi komandan pertama satuan elite tersebut.
Komandan Kopassus pertama, Idjon Djanbi, punya pengalaman tak mengenakan jelang akhir kariernya. Dilansir dari buku 'Kopassus: Inside Indonesia's Special Forces' karya Ken Conboy, saat itu sejumlah pemimpin militer setuju melengserkan Idjon Djanbi.
Namun, rencana tersebut tak dapat terlaksana karena belum ada calon yang kuat untuk menggantikan Idjon Djanbi sebagai Danjen Kopassus.
Setelah beberapa lama Idjon Djanbi melatih di Kopassus, sebanyak 44 siswa dari 80 orang dinyatakan lulus, Benny Moerdani salah satu di antaranya. Meski sudah dinyatakan lulus, bukan berarti penolakan mereka terhadap Idjon Djanbi telah padam.
Baca: TERNYATA Sudah Dua Kali Habib Rizieq Dicekal di Bandara saat Akan Pulang, Dahnil Sebut Fakta Ini
Baca: Bupati Remigo Menangis, Sampaikan Maaf ke Istri dan Anak-anaknya, TONTON VIDEONYA. .
Pada 25 Juli 1955, KKAD berganti nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD. Setahun kemudian, kekuatan RPKAD meningkat berkali lipat. RPKAD menerima 126 siswa sebagai tambahan kekuatan. Saat itulah kader senior RPKAD mengusulkan agar komanda diganti menjadi pribumi. Para petinggi militer di Jakarta setuju dengan usul tersebut.
Idjon Djanbi ditawari jabatan yang jauh dari pelatihan komando. Ia tersinggung dan memilih untuk pensiun. Akhirnya, Idjon Djanbi menjadi kepala perkebunan di sekitar Cianjur, Jawa Barat.
Mayor RE Djaelani yang sebelumnya menjabat sebagai wakil komandan kemudian diangkat menjadi pengganti Idjon Djanbi sebagai Danjen Kopassus
Melansir dari buku 'Benny Moerdani yang Belum Terungkap' (2018), Benny Moerdani mengalami sendiri betapa kerasnya Idjon Djanbi melatih para calon pasukan para komando.
Rokus Barendregt Visser atau Idjon Djandbi (Tribun Jambi)
Benny digembleng oleh Idjon Djanbi selama enam bulan. Kerasnya latihan membuat Benny dan kawan-kawan sering menggerutu di belakang sang komandan.
Sosok Idjon Djanbi juga digambarkan oleh Aloysius Sugiyanto, angkatan pertama yang juga dilatih oleh Idjon Djanbi. Menurut Aloysius, sosok Idjon Djanbi adalah komandan dengan disiplin tinggi.
Tak lama setelah pensiun, Idjon Djanbi mengalami masalah pada kesehatannya. Suatu ketika Idjon Djanbi mengendarai mobil bersama keluarganya berlibur ke Yogyakarta. Tiba di sana, ia mengeluhkan sakit hebat di bagian perutnya.
Keluarga segera membawanya ke Rumah Sakit Panti Rapih. Hasil diagnosa dokter diketahui bahwa Idjon Djanbi mengalami usus buntu dan harus dioperasi.
Usai dua minggu dioperasi, kesehatan Idjon Djanbi tidak kunjung sembuh, malah bertambah parah. Ternyata usus besarnya turut bermasalah, sehingga jiwanya tidak tertolong lagi.
Idjon Djanbi tutup usia di RS Panti Rapih pada 1 April 1977. Keluarga memutuskan memakamkannya di TPU Yogyakarta.
Idjon Djanbi meninggal di Yogyakarta tahun 1977. Namun, pihak berwenang sempat alpa. Tak dilakukan protokoler upacara pemakaman secara militer, sebagaimana anggota TNI pada umumnya.
Sebagai komandan pertama Kopassus, Idjon Djanbi dimakamkan tanpa tembakan salvo.
Baca: Kasus Bau Ikan Asin, Aktor Galih Tersangka dan Dijemput Paksa di Hotel, Rey dan Pablo juga Tersangka
Siapa Idjon Djanbi?
Idjon Djanbi merupakan prajurit veteran Perang Dunia II asal Belanda. Ia lahir di desa kecil Boskoop, 13 Mei 1914 dengan nama Rokus Bernardus Visser.
Ia berasal dari lingkungan keluarga petani bunga dan berbagai hobi menantang dilakoninya, dari mendayung perahu kayu, balapan mobil, bermain sepak, berkuda bola (polo) bahkan mendaki gunung.
Pecahnya Perang Dunia II tahun 1939, membuat Visser tidak bisa pulang ke Belanda karena telah dikuasai Jerman. Di usia 25 tahun, ia terpanggil masuk dunia militer untuk membela Belanda.
Tahun 1940, ia masuk dinas militer sukarela Tentara Sekutu yang berperang melawan Jerman. Tugas pertamanya sebagai tentara adalah menjadi sopir Ratu Wilhelmina. Selang setahun berdinas, ia mengundurkan diri.
Ia lalu mendaftarkan diri sebagai operator radio di Pasukan Belanda ke-2 (2nd Dutch Troop). September 1944, ia merasakan operasi tempurnya yang pertama bersama pasukan Sekutu dalam Operasi Market Garden.
Pasukan tempat Idjon bertugas termasuk ke dalam Divisi Lintas Udara 82 Amerika Serikat. Pendidikan komando ditempuhnya di Commando Basic Training di Achnacarry di pantai Skotlandia yang tandus, dingin dan tak berpenghuni.
Setelah menjalani latihan khusus yang keras dan berat, ia berhak menyandang brevet Glider (baret hijau). Pelatihan dan pelajaran yang diperoleh antara lain berkelahi dan membunuh tanpa senjata, membunuh pengawal, penembakan tersembunyi, perkelahian tangan kosong, berkelahi dan membunuh tanpa senjata api.
Sedangkan baret merah diperoleh melalui pendidikan komando di Special Air Service (SAS), pasukan komando Kerajaan Inggris yang sangat legendaris.
Selain itu, Idjon juga mengantongi lisensi penerbang PPL-I dan PPL-II. Dan juga menjalani pendidikan spesialisasi Bren, pertempuran hutan, dan belajar bahasa Jepang.
Baca: AKHIRNYA Terkuak Ada Pintu Rahasia dan Lift Akses Masuk Ruang Kerja Gubernur yang Terjaring OTT KPK
Idjon kemudian mengikuti Sekolah Perwira karena dianggap berprestasi. Lalu ia bergabung dengan Koninklij Leger untuk memukul Jepang di Indonesia, meski Jepang keburu mundur dari Indonesia sebelum pasukan Idjon sempat dikirim.
Setelah beberapa saat tinggal di Indonesia, ternyata Idjon menyukai hidup di Indonesia. Ia sempat pulang ke Inggris menemui keluarganya dan meminta istrinya, perempuan Inggris yang dinikahinya semasa PD II serta keempat anaknya, untuk ikut ke Indonesia bersamanya. Namun, sang istri menolak, sehingga Visser memilih untuk bercerai.
Tahun 1947, Visser kembali ke Indonesia. Ternyata sekolah yang dipimpinnya sudah pindah ke Batujajar, Cimahi, Bandung.
Tidak lama, Idjon dipromosikan menjadi kapten dengan jabatan Pelatih Kepala. Dalam kurun 1947-1949, sekolah yang dipimpinnya terus mencetak penerjun militer.
Tahun 1949, Idjon memutuskan keluar dari dunia militer dan memilih menetap di Indonesia sebagai warga sipil.
Ia menetap di sebuah lahan pertanian di daerah Lembang, Bandung. Sejak itu, Visser dikenal dengan Mochammad Idjon Djanbi.
Suatu hari di tahun 1951, rumah Idjon Djanbi kedatangan seorang perwira muda. Si tamu memperkenalkan diri sebagai Letnan Dua Aloysius Sugianto dari Markas Besar Angkatan Darat (MBAD).
Dalam pertemuan itu, Idjon Djanbi diminta sebagai pelatih tunggal untuk melatih komando di pendidikan CIC II (Combat Inteligen Course) Cilendek, Bogor.
Tidak mudah membujuknya, sebab ia sudah hidup tenang di pedesaan sebagai petani bunga. Letda Sugianto tak kurang akal, dirinya sampai harus bermalam dua hari di situ.
Usaha yang tak sia-sia karena akhirnya Idjon Djanbi bersedia sebagai pengajar sipil selama masa pendidikan tiga bulan. Usai pendidikan CIC II, Idjon Djanbi kembali menekuni profesi sebelumnya.
Baca: OBAT PALSU Disalurkan ke Apotek-apotek, Bareskrim Polri Gerebek Pabrik Obat Palsu, 7 Orang Diamankan
Tanggal 2 November 1951, Kolonel Kawilarang mendapat tugas baru menjadi Panglima Tentara & Teritorium III/Siliwangi, Jawa Barat. Kawilarang ingin mewujudkan cita-cita rekan seperjuangannya Letkol Slamet Rijadi untuk membentuk pasukan berkualifikasi komando.
Akhirnya Kawilarang memperoleh informasi soal Idjon Djanbi. Ia lalu memanggil mantan ajudannya, Letda Sugiyanto yang sudah pernah dididik Idjon Djanbi.
Terhitung 1 April 1952, atas keputusan Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, memutuskan bahwa Idjon Djanbi diangkat menjadi mayor infanteri TNI AD dengan NRP 17665.
Lalu ia lapor diri kepada Kolonel Kawilarang selaku Panglima Komando Tentara & Terirorium III/Siliwangi untuk menerima tugas. Mayor (Inf) Idjon Djanbi segera melatih kader perwira dan bintara untuk membentuk pasukan khusus.
Tanggal 16 April 1952 dibentuklah pasukan khusus dengan nama Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi disingkat Kesko III di bawah komando Mayor Inf Idjon Djanbi. Inilah tanggal yang dijadikan hari jadi Kopassus hingga saat ini.(*)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Nasib Miris Danjen Kopassus Ke-1 Idjon Djanbi, Jabatan Dilucuti & Dimakamkan Tanpa Upacara Militer