Kwik Kian Gie Diperiksa KPK terkait Kasus BLBI, Mantan Menko Ekuin Rizal Ramli Batal Hadir
Kwik Kian Gie Diperiksa KPK terkait Kasus BLBI, Mantan Menko Ekuin Rizal Ramli Batal Hadir
TRIBUN-MEDAN.COM - Kwik Kian Gie Diperiksa KPK terkait Kasus BLBI, Mantan Menko Ekuin Rizal Ramli Batal Hadir.
//
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) Kwik Kian Gie sebagai saksi kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Baca: Harga Tiket Pesawat Resmi Turun, Berlaku Hari Ini untuk Jadwal Penerbangan Pukul 10.00 sampai 14.00
Baca: Prabowo Terkini- Pengacara Bantah tak Diketahui Prabowo-Sandi,Pengajuan Kasus Sengketa Pilpres ke MA
Kwik Kian Gie diperiksa untuk tersangka Sjamsul Nursalim.
"Kami mempertajam runtutan peristiwa dan proses yang terjadi sebelum surat keterangan lunas (SKL) diterbitkan. Aspek pidana korupsi menjadi perhatian serius KPK. Diduga, meskipun diketahui ada kewajiban obligor yang belum selesai, namun SKL tetap diberikan sehingga terdapat kerugian negara Rp 4,58 triliun," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Kamis (11/7/2019).
Baca: Jelang Vonis Hakim, Ratna Sarumpaet Acungkan 2 Jari di Ruang Sidang Pengadilan, Update Perkara Hoaks
Febri menyampaikan, rangkaian pemeriksaan yang dilakukan KPK hingga saat ini merupakan komitmen KPK untuk terus mengusut kasus BLBI.
Sementara itu, mantan Menko Ekuin Rizal Ramli tak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan di KPK karena ada kegiatan lain.
"Rizal Ramli menyampaikan pada penyidik belum bisa hadir hari ini dan meminta dijadwalkan kembali. KPK akan jadwalkan ulang pemeriksaan untuk saksi Rizal Ramli tersebut pekan depan," kata dia.
Selepas diperiksa KPK, Kwik Kian Gie mengatakan bahwa materi pemeriksaan tak berbeda saat dia diperiksa untuk mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung dalam kasus yang sama.
"Yang berbeda, saya dipanggil dan surat panggilannya mengatakan urusannya Sjamsul Nursalim sehingga saya memberikan keterangan tentang masalah Pak Sjamsul Nursalim yang banyak sekali dan semuanya tertulis, tetapi semuanya sudah saya serahkan. Jadi dipelajari selanjutnya (oleh KPK)," kata dia.
Dalam pengembangan kasus BLBI, KPK menetapkan Sjamsul Nursalim selaku obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini berdasarkan hasil pengembangan perkara Syafruddin Arsyad Temenggung.
Majelis hakim dalam putusannya saat itu memandang perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.
Syafruddin selaku Kepala BPPN melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).
Baca: AKHIRNYA Terkuak Ada Pintu Rahasia dan Lift Akses Masuk Ruang Kerja Gubernur yang Terjaring OTT KPK
Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham.
Padahal, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.
Perbuatan Syafruddin dinilai telah menghilangkan hak tagih negara terhadap Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 triliun.
Namun, Syafruddin dibebaskan setelah Mahkamah Agung memutusnya bebas dalam tingkat kasasi.
TERDAKWA BEBAS, KPK Kaget Putusan MA terkait Syafruddin Arsyad, Kasus Korupsi BLBI Jadi Sorotan ICW
//
Dunia peradilan kembali menjadi sorotan.
Baca: Nasib Pria Ancam Penggal Kepala Jokowi, Bahagia Menikah di Penjara Meski kini tak Bersama Istri
Baca: Lowongan Kerja Hari Ini, Minimal Lulusan SMA/SMK di 3 BUMN: Bank BTN, Angkasa Pura - Pelni,Syaratnya
Salah seorang terdakwa dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Tumenggung (mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional), dinyatakan lepas pada pada tingkat Mahkamah Agung.
Padahal pada pengadilan sebelumnya Syafruddin dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam perkara ini, sehingga yang bersangkutan dijatuhi hukuman selama 15 tahun penjara.
Tentu putusan ini akan berimplikasi serius pada tingkat kepercayaan publik pada lembaga peradilan.
Sebagai informasi, Syafruddin diketahui telah memperkaya salah satu obligor, Sjamsul Nursalim (Pemegang Saham Pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia) sebesar Rp 4,58 triliun atas dasar pengeluaran Surat Keterangan Lunas.
Padahal yang bersangkutan mengetahui aset yang dijaminkan oleh Nursalim berstatus misrepresentasi, sehingga tidak layak diberikan SKL. Pengeluaran SKL ini berdampak serius, karena mengakibatkan hak tagih negara menjadi hilang pada Nursalim.
Jumlah kewajiban Sjamsul Nursalim adalah sebesar Rp 47,2 triliun (angka ini diperoleh berdasarkan kucuran BLBI yang diterima oleh BDNI dan total dana nasabah).
Baca: Daftar Nama Menteri Jokowi dari PDI P,Nama-nama di Dompet Bu Mega, Masinton Bilang tak Diajukan tapi
Pada masa itu Nursalim mengklaim memiliki aset sebesar Rp 18,8 triliun, salah satunya diperoleh dari pinjaman petani/petambak PT Dipasena sebesar Rp 4,8 triliun. Jadi jumlah kewajiban Nursalim dikurangi dengan aset yang ia miliki adalah senilai Rp 28 triliun.
Persoalan pun timbul, aset senilai Rp 4,8 triliun yang dijaminkan Nursalim kepada negara untuk melunasi hutang-hutangnya ternyata bermasalah.
Kesimpulan ini bukan tanpa dasar, saat itu BPPN telah melakukan dua model audit, yakni Financial Due Dilligence dan Legal Due Dilligence, yang mana kesimpulannya menerangkan bahwa aset ini dikategorikan sebagai misrepresentasi atau sederhananya tidak sesuai dengan nilai yang disebutkan.
Tentu ini menimbulkan persepsi bahwa ada niat jahat (mens rea) dari Nursalim untuk berupaya mengelabui negara atas pelunasan hutangnya.
Selang waktu enam tahun kemudian, tepatnya pada Februari 2004 diadakan rapat kabinet terbatas yang dihadiri Presiden untuk membahas usulan dari Syafruddin yang meminta agar sisa hutang Nursalim dihapus.
Padahal yang bersangkutan mengetahui secara jelas bahwa aset senilai Rp 4,8 triliun milik Nursalim itu sedari awal bermasalah berdasarkan penjelasan audit di atas.
Dari data yang ditemukan diketahui bahwa rapat terbatas tersebut tidak membuahkan sebuah kesimpulan, atau dapat dikatakan Presiden sama sekali belum memberikan persetujuan atas usul penghapusan hutang itu.
Namun terjadi hal yang diluar dugaan, dua bulan pasca rapat kabinet itu tiba-tiba BPPN menerbitkan Surat Keterangan Lunas pada Nursalim.
Kebijakan ini yang mengakibatkan Nursalim seakan terbebas dari kewajiban hukumnya, yakni melunasi hutang BLBI pada negara.
Baca: Lowongan Kerja Hari Ini, Minimal Lulusan SMA/SMK di 3 BUMN: Bank BTN, Angkasa Pura - Pelni,Syaratnya
Pada tahun 2007 aset Nursalim yang telah dijaminkan kepada negara dilelang oleh Kementerian Keuangan.
Benar saja, dua audit yang menghasilkan kesimpulan misrepresentasi atas aset Nursalim terbukti, aset yang sedari awal diklaim Nursalim bernilai Rp 4,8 trilyun ternyata hanya laku Rp 220 milyar. Atas dasar selisih nilai aset itulah kemudian kerugian negara yang timbul atas kasus ini sebesar Rp 4,58 triliun.
Langkah KPK yang menggiring praktik rasuah ini ke ranah pidana sudah tepat. Ini dikarenakan adanya mens rea dari Nursalim ketika menjaminkan aset yang seolah-olah bernilai sesuai dengan perjanjian Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA) akan tetapi di kemudian hari ternyata ditemukan bermasalah.
Logika pihak-pihak yang selalu menggiring isu ini ke hukum perdata dapat dibenarkan jika selama masa pemenuhan kewajiban dalam perjanjian MSAA pihak yang memiliki hutang tidak mampu untuk melunasinya, bukan justru mengelabui pemerintah dengan jaminan yang tidak sebanding.
Lagipun telah ada tiga putusan pengadilan yang membenarkan langkah KPK.
Mulai dari praperadilan, pengadilan tingkat pertama, dan pada fase banding, ketiganya menyatakan bahwa langkah KPK yang menyimpulkan bahwa perkara yang melibatkan Syafruddin Arsyad Tumenggung, murni pada rumpun hukum pidana telah benar.
Jadi tidak ada landasan hukum apapun yang membenarkan bahwa perkara ini berada dalam hukum perdata ataupun administrasi.
Perlu ditegaskan, banyak pihak yang seakan menganggap putusan MA kali ini dapat menggugurkan penyidikan KPK atas dua tersangka lain, yakni Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.
Tentu pendapat ini keliru, karena pada dasarnya Pasal 40 UU KPK telah menegaskan bahwa KPK tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Jadi, KPK dapat tetap melanjutkan penyidikan dan bahkan melimpahkan perkara Nursalim ke persidangan.
Atas narasi di atas maka Indonesia Corruption Watch (ICW) menuntut agar:
1. Komisi Pemberantasan Korupsi tetap mengusut tuntas perkara yang melibatkan dua tersangka lainnya, yakni Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sembari mengupayakan memaksimalkan pemulihan kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun;
2. Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memeriksa Hakim yang mengadili perkara Syafruddin Arsyad Tumenggung. Jika ditemukan adanya pelanggaran maka Hakim tersebut harus dijatuhi hukuman;
KPK Kaget
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengaku terkejut atas dikabulkannya kasasi yang diajukan terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung oleh Mahkamah Agung (MA).
Putusan tersebut termaktub dalam amar putusan No. 1555K/PID.SUS-TPK/2019.
MA menyatakan, Syafruddin terbukti melakukan tindakan tersebut tetapi perbuatan itu tak dikategorikan sebagai tindak pidana. Dengan demikian, Syafruddin Temenggung bebas dari jerat hukum.
"Pertama, KPK menghormati putusan MA. Namun demikian, KPK merasa kaget karena putusan ini aneh bin ajaib karena bertentangan dengan putusan hakim pada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi," kata Laode dalam keterangan tertulis, Selasa (9/7/2019).
Baca: KABAR TERBARU KRISS HATTA - Kriss Hirup Udara Bebas, Buka WhatsApp (WA) 15.000 Pesan Ucapan Selamat
Laode juga memandang adanya perbedaan sikap dari tiga hakim yang memutus kasasi juga baru kali ini terjadi.
"Ketiga hakim kasasi berpendapat bahwa Syafruddin Arsyad Tumenggung dianggap terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya. Tapi para hakim MA berbeda pendapat. Ketiga pendapat yang berbeda seperti ini mungkin baru kali ini terjadi," kata Laode.
Sebelumnya Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah mengatakan, berdasarkan putusan, Syafruddin harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Selain itu, kemampuan, harkat dan martabat Syafruddin harus dipulihkan. Kemudian terdakwa juga dikeluarkan dari tahanan.
Baca: Nasib Pria Ancam Penggal Kepala Jokowi, Bahagia Menikah di Penjara Meski kini tak Bersama Istri
Di sisi lain, ia menyebutkan, dalam putusan kasasi itu tidak bulat. Sebab, ada dissenting opinion di dalamnya.
"Dalam putusan tersebut, ada dissenting opinion. Jadi tidak bulat. Ketua majelis sependapat dengan judex factii dengan pengadilan tingkat banding. Hakim Anggota I, Chaniago, berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa perbuatan hukum perdata," ujar Abdullah dalam konferensi pers di Gedung MA, Selasa (9/7/2019).
"Hakim Anggota II, berpendapat terdakwa perbuatan tersebut merupakan ranah hukum administrasi," sambungnya.
Baca: Daftar Nama Menteri Jokowi dari PDI P,Nama-nama di Dompet Bu Mega, Masinton Bilang tak Diajukan tapi
Syafruddin Temenggung mengajukan kasasi setelah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukumannya menjadi 15 tahun penjara dari vonis 13 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu pada putusan sebelumnya dianggap terbukti merugikan negara sekitar Rp 4,58 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Baca: Sempat Panik, Akhirnya Rey Utami dan Pablo Benua Berstatus Tersangka Kasus Video Bau Ikan Asin
Baca: Lowongan Kerja Hari Ini, Minimal Lulusan SMA/SMK di 3 BUMN: Bank BTN, Angkasa Pura - Pelni,Syaratnya
Kwik Kian Gie Diperiksa KPK terkait Kasus BLBI, Mantan Menko Ekuin Rizal Ramli Batal Hadir
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dan kompas.com, periksa kwik kian gie . . .
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/kwik-kian-gie_20170420_210809.jpg)