KISAH BUNG HATTA; hingga Wafat tak Mampu Beli Sepatu Bally yang Diinginkan terpaksa Lakukan Ini
Proklamator Republik Indonesia Mohammad Hatta sangat dikenal dengan gaya hidupnya yang amat sederhana.
Tak lama setelah wafat pada 14 Maret 1980, keluarga Bung Hatta menemukan lipatan guntingan iklan lama dalam dompetnya.
Iklan itu adalah iklan sepatu merek Bally, yang dulu disimpannya.
Bung Hatta memilih untuk tidak memilikinya.
Padahal, dengan jabatannya sebagai wakil presiden, apalagi dia juga berasal dari keluarga yang tak kekurangan, bukan perkara sulit untuk mendapatkan sepatu itu.
Hatta bersikukuh memilih untuk tidak memilikinya karena dia memilih untuk hidup sederhana.
Selain sifat sederhana, Hatta juga dikenal sebagai tokoh yang bersih dan jujur.
Hal ini ditunjukkan Hatta ketika memarahi sekretarisnya saat di pemerintahan, I Wangsa Wijaya, yang menggunakan tiga lembar kertas Sekretariat Negara (Setneg).
Wangsa menggunakan kertas itu untuk membuat surat kantor wapres.
Hatta kemudian mengganti tiga lembar kertas Setneg tersebut dengan uang kas wapres.
Meski terkesan remeh, Hatta selalu berusaha untuk tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Kertas usang di dompet Hatta menjadi saksi kesederhanaan seorang Hatta, Sang Proklamator Republik Indonesia.
Berikut perjalanan bisnis sepatu Bally yang sudah berdiri sejak 1851.
1851

Bally merupakan sepatu buatan Swiss yang didirikan oleh Carl Franz Bally di Schönenwerd, Swiss pada 1851.
Dikutip dari situs ballyofswitzerland.com, ide membuat sepatu terinspirasi dari sepasang sepatu yang dilihatnya dalam perjalanan ke Paris, Perancis.
Ia kemudian membuat workshop di rumahnya di Schönenwerd, Swiss.