Setelah Mayor Inf NH Irianto Cs Diskors, Kini 7 Perwakilan Ormas Diperiksa, Ini Respons Tri Susantis
Ia mengatakan, kliennya bersama dengan ormas lainnya hanya bermaksud membela lambang negara, ketertiban umum, serta menjunjung simbol merah putih.
#Setelah Mayor Inf NH Irianto Cs Diskors, Kini 7 Perwakilan Ormas Diperiksa, Ini Respons Tri Susanti
TRIBUN-MEDAN.COM - Setelah Danramil Tambaksari Mayor Inf NH Irianto dan empat anggotanya diskors terkait ujaran rasis pada mahasiswa Papua, kini giliran ormas yang diperiksa Polda Jatim, Senin (26/8/2019).
Polda Jatim memeriksa tujuh orang perwakilan organisasi masyarakat di Gedung Ditreskrimsus Polda Jatim, Senin (26/8/2019).
Pemeriksaan terhadap mereka berkaitan dengan insiden bentrok yang sempat terjadi di Asrama Mahasiswa Papua, Jumat (16/8/2019) lalu.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera, memastikan satu di antara mereka adalah anggota Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia (FKPPI), Tri Susanti alias Susi.
"7 orang ini satunya adalah yang semua media sudah merangkumnya yaitu Susi," katanya pada awak media di ruangannya, Senin (26/8/2019).
Ia menambahkan, pemeriksaan tersebut berkaitan dengan adanya dugaan ujaran kebencian atau hate speech.
"Ya mengenai dugaan ujaran kebencian atau hate speech yang dilakukan oleh masyarakat, ormas atau organisasi kepemudaan," ujarnya.
Nantinya, ungkap Barung, para penyidik akan berfokus pada penggalian data yang mengarah pada pembuktian ketujuh orang tersebut.
"Untuk dilakukan pembuktian ataupun mengambil dari yang bersangkutan yang berhubungan dengan video yang sudah tersebar di tengah-tengah publik," pungkasnya.
Kuasa Hukum Susi, Sahid menuturkan kliennya bakal diperiksa sebagai saksi terkait penyebaran informasi yang memicu kebencian atau pun permusuhan terhadap kelompok atau golongan tertentu.
"Benar, ada surat panggilan dari Polda Jatim untuk Tri Susanti nanti siang," katanya pada awak media, Senin (26/8/2019).
Melalui surat pemanggilan yang dikeluarkan Polda Jatim, lanjut Sahid, kliennya diperiksa terkait dengan Pasal 28 ayat 2 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Dalam pasal itu berbunyi, dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA)," ujarnya.
Dalam pemeriksaan nanti, Sahid juga akan menanyakan tuduhan pasal tersebut.
Ia mengatakan, kliennya bersama dengan ormas lainnya hanya bermaksud membela lambang negara, ketertiban umum, serta menjunjung simbol merah putih.
"Justru yang membela seperti ini, kok malah jadi terperiksa.
Memang kita perlu meluruskan berita-berita saat ini yang seolah-olah dia (Susi) yang memantik kerusuhan di Papua," pungkasnya.
Sebelumnya Kodam V/Brawijaya menelusuri anggotanya yang terekam video melontarkan umpatan rasis kepada mahasiswa Papua di asrama Jalan Kalasan, Surabaya.
Kodam V/Brawaijaya membawa lima orang anggota yang bertugas di Koramil 0831/02 Tambaksari ke Polisi Militer Kodam V/Brawijaya atau (Pomdam V/Brawijaya).
Status kedinasan kelimanya dinyatakan diskors alias dibebastugaskan sementara namun dalam jangka waktu yang belum bisa ditentukan.
Dari kelima anggota yang diskors itu, satu di antaranya adalah Komandan Koramil 0831/02 Tambaksari Mayor Inf N H Irianto.
Menurut Kapendam V/Brawijaya Letkol Imam Haryadi, kelima anggota koramil itu dibebastugaskan sementara waktu selama proses penyelidikan atas dugaan ujaran rasial itu rampung.
"Dalam rangka mempermudah penyidikan beberapa orang tersebut kami skorsing," katanya kepada Tribun Jatim, Minggu (25/8/2019).
Imam mengungkapkan, mereka dibebastugaskan sejak Selasa (20/8/2019) kemarin.
Itu berarti empat hari usai insiden di depan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Tambaksari, Surabaya, Jumat (16/8/2019).
"4 hari penyelidikan fix, kemudian kami skorsing untuk penyelidikan," katanya.
Imam mengatakan, upaya skorsing itu dimaksudkan agar proses pengusutan dan pengungkapan kasus dugaan ujaran rasial berjalan efektif.
"Dan itu dalam rangka untuk mempermudah pendidikan artinya agar konsentrasi pendidikannya agar lebih optimal," katanya.
Ditanya perihal waktu yang dibutuhkan oleh penyidik Pomdam Kodam V/Brawijaya melengkapi berkas hasil lidik hingga siap dibawa ke meja pengadilan militer.
Imam menegaskan, pihaknya memasrahkan hal itu sepenuhnya pada pihak penyidik Pomdam Kodam V/Brawijaya maupun pihak pengadilan militer.
"Nanti kami akan koordinasi pada pihak penyidik.
Melengkapi berkas sidang itu perlu waktu lama juga.
Nanti begitu sudah cukup maka kami limpahkan ke persidangan," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan ormas dan juga pria berseragam TNI mendatangi Asrama Mahasiswa Papua setelah beredar foto tiang bendera yang dipasang di depan asrama bengkok hingga menyentuh got.
Foto bendera dalam got yang diterima pimpinan RW kawasan asrama Kamasan/ISTIMEWA.
Pimpinan rukun warga menyebut foto kondisi tiang dan bendera itu menyebar di grup Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Pacar Keling, Tambaksari.
"Kondisi bendera itu kami tahu dari grup WhatsApp. Saya tidak melihat dengan mata sendiri. Tapi yang semua yang melihat pasti emosi," ujarnya.
Pimpinan RW ini enggan namanya disebut.
Siapa yang sebenarnya merusak tiang bendera?
Dorlince Iyowau, perwakilan mahasiswa Papua di Surabaya berkata kepada BBC, "Kami tidak tahu-menahu soal bendera yang jatuh di got itu."
"Kami tahu ketika TNI datang dobrak-dobrak tanpa pendekatan hukum, yang langsung main hakim sendiri dengan Satpol PP dan ormas reaksioner."
"Jadi sekali lagi kami tidak tahu soal kejadian bendera yang jatuh dan kami tidak pernah membuang bendera yang mereka maksud itu ke got," kata Dorlince.
Penghuni asrama Kamasan berhadapan dengan massa yang terdiri dari orang-orang berseragam tentara, satpol PP, polisi, dan mereka yang berbaju bebas.
Pria yang dilingkari dalam cuplikan video ini beberapa kali menudingkan tangannya ke penghuni yang berada di balik pagar.
"Jangan banyak omong kamu, keluar sini," begitu salah satu kalimat yang terdengar jelas keluar dari mulutnya.
Bersamaan dengan itu, sejumlah kata-kata rasial berupa nama-nama binatang terlontar ke arah mahasiswa Papua.
Dalam video lain yang direkam penghuni asrama, seorang mahasiswa Papua berkata, "Apa? Mau tangkap saya? Ketok pintu, kita bicara baik-baik."
Seorang perempuan dari kelompok penghuni asrama juga terdengar mengatakan, "Ada proses hukumnya, Pak. Kenapa main hakim sendiri begitu?"
Dalam video itu, seseorang berseragam tentara dan berkacamata hitam juga menuding-nudingkan tangan ke arah penghuni asrama.
"Hei kau pulang sana...," begitu salah satu penggalan kalimat yang terdengar darinya.
Sejumlah tentara yang terlihat di depan asrama Kamasan, 16 Agustus lalu/ALIANSI MAHASISWA PAPUA
Dalam video lain dari arah asrama, orang berseragam tentara lainnya berkata, "Kamu merusak bendera, tak sikat kamu."
Ia terlihat menendang pagar dan menyebut nama binatang ke penghuni asrama.
Dalam berbagai video, tampak semakin banyak orang berkumpul di depan asrama Kamasan.
Lontaran kata-kata rasial juga makin kerap terdengar.
Beberapa penghuni asrama terlihat kabur ke dalam hunian mereka untuk menghindari lemparan batu dari luar pagar.
Menurut versi mahasiswa Papua, salah satu pria berseragam tentara yang mengeluarkan kata-kata rasial adalah Komandan Koramil Tambaksari, Mayor Inf NH Irianto.
Mereka menuding kalimat yang dilontarkan Mayor Inf NH Irianto juga memprovokasi massa.

Sahura, pengacara LBH Surabaya, menyebut tentara kala itu adalah pihak yang pertama kali datang ke asrama, sebelum polisi, Satpol PP, dan anggota ormas.
BBC datang ke markas Koramil Tambaksari, Kamis (22/08/2019) untuk mengonfirmasi hal itu.
Namun seorang anggota koramil bernama Rusdi menyebut Mayor Inf NH Irianto tengah berkegiatan di markas Kodam Brawijaya.
Rusdi juga menolak memberikan kontak atasannya.
Pada hari yang sama, BBC bertemu Juru Bicara Kodam Brawijaya, Letkol Imam Haryadi.
Secara komando, Koramil Tambaksari berada di bawah Kodam Brawijaya.
Kepada Imam, BBC menunjukkan dua video yang memperlihatkan beberapa orang berseragam tentara.
Namun Imam tak dapat menjawab siapa di antara orang-orang itu yang merupakan Mayor Inf NH Irianto.
"Posisinya mereka (dalam video itu) agak kabur," kata Imam.
Juru Bicara Kodam Brawijaya, Letkol Imam Haryadi, menyebut personelnya tidak semestinya bertindak agresif dalam menyelesaikan persoalan sosial/BBC NEWS INDONESIA.
Bagaimanapun, Kepala Penerangan Kodam Brawijaya itu membenarkan bahwa seluruh orang berseragam tentara di video-video itu merupakan anggota Koramil Tambaksari.
Meski menyebut tindakan para tentara itu keliru, Imam tidak dapat memastikan siapa di antara mereka yang mengeluarkan pernyataan rasial.
"Berteriak saja tidak bagus, tidak semestinya mereka berbuat demikian. Model seperti itu tidak dibenarkan. Pasti nanti ada sanksi setelah proses hukum," ujar Imam.
Saat ini, kata Imam, Kodam Brawijaya memberhentikan sementara Irianto dari jabatan Danramil Tambaksari. Keputusan itu disebutnya untuk memperlancar penyidikan yang berjalan di Dinas Intelijen dan Polisi Piliter.
"Merujuk pasal 103 KUHP Militer, dalam menyelesaikan masalah, anggota TNI harus mengedepankan komunikasi sosial," ucap Imam.
"Metode mereka sama sekali tidak menunjukkan pembinaan teritorial."
"Putusan pencopotan jabatan, teguran, atau kurungan, semua akan ditentukan dalam proses hukum di peradilan militer," kata Imam.
Merujuk beberapa video yang direkam kelompok mahasiswa Papua dan LBH Surabaya, massa terus berada di depan asrama Kamasan hingga Jumat (16/08) malam lalu.
Saat itu, tiang bendera yang bengkok telah ditegakkan. Ormas dan warga setempat juga memasang bendera Merah Putih di tiang listrik depan asrama.
Dalam satu video mereka terdengar menyanyikan Indonesia Raya.
Sementara pada video lain, mereka melontarkan kata-kata rasial dan mengancam penghuni asrama untuk keluar Surabaya.
Malam itu, kepolisian terlihat mengerahkan kendaraan taktis.
Sahura berkata, polisi juga membawa anjing pelacak.
Kepada pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (22/08/2019), Presiden Joko Widodo meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengusut kasus rasial di depan asrama Kamasan.
"Saya telah memerintahkan Kapolri menindak secara hukum tindakan diskriminasi ras dan etnis yang rasis secara tegas. Ini tolong digarisbawahi," kata Jokowi.
Pernyataan Jokowi itu keluar setelah Kapolda Polda Jawa Timur, Irjen Luki Hermawan, berjanji menyelidiki perkara itu bersama institusi terkait, salah satunya TNI.
Di sisi lain, Luki menyatakan pihaknya juga terus mengusut dugaan perusakan bendera.
#Setelah Mayor Inf NH Irianto Cs Diskors, Kini 7 Perwakilan Ormas Diperiksa, Ini Respons Tri Susanti
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Tri Susanti Diperiksa Soal Bentrokan di Asrama Papua, Kuasa Hukum: Membela Kok Malah Jadi Terperiksa,
Penulis: Luhur Pambudi