BJ Habibie Merasa Terhina dengan Surat PM Australia John Howard, Picu Pelepasan Timtim dari NKRI
Dalam sidang kabinet Pemerintahan RI pada 27 Januari 1999 di Jakarta, Presiden BJ Habibie mengacungkan sepucuk surat di depan para menterinya.
#BJ Habibie Merasa Terhina dengan Surat PM Australia John Howard, Picu Pelepasan Timtim dari NKRI
TRIBUN-MEDAN.COM - Presiden Ketiga Indonesia BJ Habibie meninggal dunia Rabu (11/9/2019) di hadapan anak cucunya.
Selain mewariskan prestasi di bidang teknologi dan melembagakan demokrasi yang kita jalankan hingga saat ini, satu hal yang selalu dipersoalkan adalah sikap politik BJ Habibie yang melepas Timor Timur dari NKRI.
Dalam sidang kabinet Pemerintahan RI pada 27 Januari 1999 di Jakarta, Presiden BJ Habibie mengacungkan sepucuk surat di depan para menterinya.
Itulah surat dari Perdana Menteri Australia John Howard yang membuat Pak Habibie tersinggung.
"Saya marah membaca surat dia," ujar Pak Habibie dalam wawancara dengan ABC News pada November 2008.
Pada bulan Desember 1998, PM Howard mengirimkan surat ke Pak Habibie mengenai Timor Timur (Timtim), dan menyarankan agar Indonesia mengikuti cara Perancis dalam menangani bekas koloninya di Kaledonia Baru.
"Dalam suratnya itu, dia menyarankan agar saya menyelesaikan Timtim seperti Perancis menyelesaikan koloninya di Pasifik.
Dia sarankan seperti itu," kata Pak Habibie, yang diwawancarai ABC untuk program The Howard Years.
"Artinya, kita harus mempersiapkan waktu untuk 10 tahun atau apalah, dan setelah itu memberi mereka kemerdekaan," katanya.
"Jadi begitu saya baca itu surat, saya tersinggung," ujar Pak Habibie.
Baca: INILAH Guru Intelektual BJ Habibie hingga Indonesia jadi Negara Demokrasi dan Punya Kebebasan Pers
Baca: Dokumen Rahasia Amerika Ungkap Panglima Armada Pasifik AS Ancaman Wiranto soal Timor Timur
Baca: Pria Ini Sesumbar Mampu Pukul KO Khabib Numagomedov, Punya Julukan Pitbull dan Juara Bellator MMA
Presiden RI ke-3 ini ingin menyelesaikan persoalan Timtim yang selama ini telah menjadi ganjalan bagi Indonesia di mata dunia internasional.
Hanya sebulan setelah dilantik menggantikan Presiden Suharto, Pak Habibie mengumumkan pada Juni 1998 bahwa Indonesia siap memberikan status otonomi khusus kepada Timtim.
Dalam sidang kabinet yang menentukan itu, BJ Habibie menegaskan Indonesia akan langsung memberikan pilihan antara otonomi khusus dan kemerdekaan bagi Timtim.
Bahkan pemimpin Fretilin Xanana Gusmao, Uskup Katolik Timtim Carlos Belo dan perwakilan Fretilin di PBB Jose Ramos Horta hingga saat itu berpandangan perlunya periode 5 hingga 10 tahun otonomi khusus baru Timtim bisa merdeka.