BJ Habibie Merasa Terhina dengan Surat PM Australia John Howard, Picu Pelepasan Timtim dari NKRI

Dalam sidang kabinet Pemerintahan RI pada 27 Januari 1999 di Jakarta, Presiden BJ Habibie mengacungkan sepucuk surat di depan para menterinya.

Editor: Tariden Turnip
ap/istimewa
Presiden BJ Habibie dan PM John Howard bertemu Nusa Dua, Bali, pada 27 April 27 1999, untuk membahas situasi di Timor Timur setelah pada Januari 1999 Presiden Habibie mengumumkan akan memberikan referendum di propinsi ke-27 RI tersebut. 

Yaitu setelah AS berhasil memaksa Indonesia.

Deklasifikasi dokumen dilakukan pekan ini oleh Arsip Keamanan Nasional AS, menjelang peringatan 20 tahun referendum kemerdekaan Timor Leste,  Jumat (30/8/2019).

Dengan terbukanya dokumen tersebut, narasi Pemerintah Australia bahwa pihaknya "berjasa besar" dalam kemerdekaan Timor Leste, kini jadi dipertanyakan keabsahannya.

Bertahun-tahun setelah referendum, PM John Howard selalu menyatakan "pembebasan" Timor Leste adalah salah satu pencapaian paling membanggakan sebagai perdana menteri, di samping larangan kepemilikan senjata di Australia.

Faktanya, menurut dokumen ini, justru AS-lah yang berhasil menekan Indonesia untuk "mundur dari jurang bencana" dan membiarkan pasukan penjaga perdamaian multinasional masuk ke negara itu, ketika milisi prointegrasi terus melakukan kerusuhan.

Dokumen rahasia ini bisa diakses melalui links: EXTERNAL LINK: Declassified cable documents Admiral Blair urging General Wiranto to 'pull back from brink of disaster'

Dokumen intelijen AS ini memberikan konteks baru terhadap kabel diplomatik Australia dari akhir tahun 1999.

Kabel diplomatik itu mengklaim Australia secara konsisten melobi pembentukan Interfet.

Salah satu laporan CIA dalam dokumen yang baru dirilis menyebutkan, militer Indonesia mendukung milisi pro-integrasi.

"Upaya Jakarta mengendalikan situasi keamanan di Timor Timur hanya berdampak kecil karena elemen militer Indonesia mendukung milisi pro-integrasi," tulis laporan berjudul Tinjauan Terorisme CIA.

"Banyak laporan menyebutkan elemen militer Indonesia membantu atau bekerja dengan milisi pro-integrasi.

Militer Indonesia pada 6 September (1999) secara terbuka bekerjasama dengan milisi memaksa rakyat meninggalkan Timor Timur."

Alexander Downer membantah
Laporan CIA ini bertentangan dengan komentar yang dilontarkan Menteri Luar Negeri Australia saat itu Alexander Downer, yang di tahun 1999 menepis adanya peran TNI dalam milisi pro-integrasi.

Dia menyebut hanya "oknum jahat" dari TNI yang terlibat kerusuhan tersebut.

Alexander Downer menyebut Australia
Alexander Downer menyebut Australia "berusaha keras" meredakan kerusuhan di Timor Leste pasca referendum, salah satunya dengan menemui Presiden B.J. Habibie dan Menlu Ali Alatas. (Reuters: Enny Nuraheni)

Kepada ABC, Downer menolak klaim bahwa AS yang berhasil menekan Indonesia menerima Interfet, bukan Australia, seperti diindikasikan dalama dokumen rahasia tersebut.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved