BJ Habibie Merasa Terhina dengan Surat PM Australia John Howard, Picu Pelepasan Timtim dari NKRI
Dalam sidang kabinet Pemerintahan RI pada 27 Januari 1999 di Jakarta, Presiden BJ Habibie mengacungkan sepucuk surat di depan para menterinya.
Namum dalam penuturannya kepada ABC, BJ Habibie menyebut bahwa surat PM Howard itulah yang mendorong dia mempercepat keputusan menggelar referendum pada awal Agustus 1999.
Mantan Dubes Australia untuk RI Richard Woolcott menilai tindakan John Howard menyurati BJ Habibie itu "kurang bijaksana", mengingat posisi Pak Habibie sebagai "presiden transisional" dan mengingat "temperamennya".
Menurut Dubes Woolcott, surat Howard itu justru "mendapatkan reaksi seperti yang telah terjadi", yaitu ketersinggungan Pak Habibie.
PM Howard sendiri mengakui, dirinya kaget dan tak pernah menyangka bahwa Pak Habibie akan "bergerak sangat cepat".
"Arah yang dia tempuh sudah sejalan dengan arah yang dikehendaki oleh isi surat itu," ujar Howard kepada ABC.
"Hanya saja dia bergerak lebih jauh lagi.
Dia melaju 20 mil bukan lima mil," katanya mengenai langkah Pak Habibie menawarkan referendum.
Baca: Alexander Marwata Bongkar Rahasia Dapur KPK, Penetapan Tersangka Berdasarkan Voting 5 Pimpinan
Kepada ABC, BJ Habibie juga menyatakan, adalah suatu penghinaan ketika PM Howard menyarankan untuk menurunkan pasukan penjaga perdamaian ke Timtim sebelum referendum.
Dalam pertemuan Presiden Habibie dan PM Howard di Nusa Dua, Bali, pada 27 April 1999, Pak Habibie menjawab pertanyaan wartawan:
"Satu-satunya keprihatian terbesar saya adalah untuk rakyat Timtim yang tidak berdosa".
Australia Tadinya Ingin Timtim tetap NKRI
20 tahun setelah Referendum Timor Timur 30 Agustus 1999, yang berujung pada kemerdekaan Timor Leste, Amerika merilis dokumen intelijen Amerika Serikat yang baru saja dideklasifikasi.
Dalam dokumen ini seorang pengamat menyebut Australia tadinya justru ingin provinsi ke-27 Indonesia itu tetap jadi bagian NKRI.
Dokumen ini mengklaim bahwa AS, bukan Australia, yang memaksa Indonesia untuk menerima pasukan penjaga perdamaian untuk Timor Leste (Interfet) setelah 78,5 persen rakyat di sana memilih opsi merdeka.
Melansir abc news indonesia, dokumen tersebut juga mengindikasikan bahwa Australia sama sekali tidak mendukung atau merencanakan misi penjaga perdamaian sampai menit-menit terakhir.