KPK Ungkap Irjen Firli Bahuri Lakukan Pelanggaran Berat Kode Etik, Catat 3 Peristiwa dan Surati DPR
KPK Ungkap Irjen Firli Bahuri Lakukan Pelanggaran Berat Kode Etik, Catat 3 Peristiwa dan Surati DPR
Para calon pimpinan KPK diwajibkan menandatangani surat bermeterai berisi visi, misi serta komitmen mereka yang dihimpun ketika fit and proper test.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, ketentuan itu dibuat supaya calon pimpinan KPK konsisten antara visi misi yang diungkapkan dalam fit and proper test dengan apa yang akan dilakukan ketika sudah dilantik menjadi pimpinan KPK nantinya.
"Kami tidak mau lagi ketika di fit and proper test (misalnya) bilang setuju (revisi UU KPK), bahkan di awal masa jabatan bilang setuju," kata Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senin (9/9/2019).
"Tapi begitu menggelinding menjadi isu yang mendapatkan pressure dari publik dan ingin populer atau tidak ingin kehilangan popularitas, kemudian malah berbalik enggak setuju," ujar Arsul menambahkan.
Namun demikian, ketentuan yang dibuat Komisi III DPR menuai respons negatif dari akademisi dan pegiat antikorupsi.
Langkah Komisi III dinilai justru menyandera para capim KPK.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, para capim KPK tidak semestinya menandatangani komitmen itu. Sebab, kata Laode, pimpinan KPK sebagai penegak hukum tidak boleh memiliki komitmen politik
"Kami di KPK mengatakan bahwa untuk menjadi aparat penegak hukum itu tidak boleh diikat oleh komitmen politik. Pertama karena KPK tidak mewakili konstituen tertentu," kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (10/9/2019).
Baca: Tertangkap Basah Aparat tengah Tidur Bareng 2 Perempuan, Pria 20 Tahun Beralasan Takut Tidur Sendiri
Laode berpendapat, ketentuan itu dapat menyebabkan pimpinan KPK menjadi loyal pada komitmen politiknya. Padahal, seorang pimpinan KPK harusnya loyal pada penegakan hukum.
Laode pun mengaku heran atas adanya peraturan tersebut. Ia mengatakan, hal itu belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang proses pemilihan capim KPK sebelumnya.
"Saya pikir masyarakat Indonesia juga harus tahu agar mengawal juga proses seleksi. Terus terang saya bersyukur tidak lulus, kalau lulus disodori komitemen politik seperti itu, haduh," kata dia.
Hal senada juga diungkapkan Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz. Donal menilai, ketentuan itu merupakan bentuk langkah politis yang dilakukan DPR dalam proses selesi capim KPK.
"Ini kan akhirnya membangun deal-deal politik dengan capim KPK. Ini kan bertentangan dengan esensi fit and proper test menguji kapasitas dan kapabilitas kandidat," kata Donal.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz memberi keterangan kepada wartasan usai sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2019).
Donal berpendapat, hal itu mempertegas anggapan bahwa DPR hanya mempertimbangkan aspek-aspek politik dalam menyeleksi calon pimpinan KPK.