WAJIB ANDA TAHU, Ini Batas Waktu Pengurusan Peserta Mandiri BPJS Kesehatan untuk Turun Kelas Rawatan
Pihak BPJS Kesehatan telah memberikan batas waktu peserta mandiri BPJS Kesehatan turun kelas rawatan.
Ati misalnya, warga Pancoran Mas, Depok ini mengaku terpaksa turun kelas.
Ia mengaku karena tak sanggup bila harus membayar iuran BPJS Kesehatan Kelas I yang naik dari awal Rp 80.000 menjadi Rp 160.000.
"Saya kan bertiga sama anak dua, kalau tiga-tiganya harus bayar sebanyak itu ya keberatan lah," katanya kepada Warta Kota di Kantor BPJS Kesehatan, Jalan Margonda Raya, Pancoran Mas, Depok, Jumat (17/12/2019).
Sebagai guru TK honorer, Ati mengaku gajinya tak cukup bila harus bayar dua kali lipat iuran BPJS Kesehatan.
"Kan yang harus saya bayar juga banyak, bukan BPJS aja, jadi mending turun kelas. Awalnya Kelas I, sekarang mau turun ke Kelas III," paparnya yang ditemani sang anak saat mengubah kategori kepesertaannya.
Sejak pukul 09.00, Ati mengatakan dirinya mengantre dan hingga pukul 13.00 belum juga dapat dilayani lantaran membludaknya antrean.

Peserta BPJS Kesehatan Kota Depok tengah mengantre untuk turun kelas di Kantor BPJS Kesehatan Kota Depok, Jalan Margonda Raya, Pancoran Mas, Depok, Jumat (27/12/2019). (Warta Kota/Vini Rizki Amelia)
"Saya antrean nomor 138, sekarang baru 122. Ya mau bagaimana lagi, dijalani aja, kalau capek ya capek tapi ya sudah," tuturnya.
Sama halnya dengan Ati, Anzulius (49) juga mengaku dirinya terpaksa turun kelas dari Kelas II ke Kelas III karena esarnya biaya kenaikan iuran.
Sebagai pengemudi ojek online, Anzulius mengaku dirinya tak sanggup bila harus membayar biaya dua kali lipat dari yang biasa dibayarkannya.
"Lumayan juga kan naiknya, dikalikan tiga saja sudah berapa, sementara saya juga kan harus bayar listrik, sekolah anak, dan keperluan lainnya," ujar Anzulius kepada Warta Kota ditempat yang sama.

Ati (48) guru honorer yang merasa keberatan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan memutuskan untuk turun kelas, Jumat (27/12/2019). (Warta Kota/Vini Rizki Amelia)
Atas peraturan tersebut, iuran BPJS Kesehatan Kelas II naik dua kali lipat dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000.
Kenaikan ini diakui Anzulius merupakan kenaikan kedua kalinya yang dirasakan ayah satu orang anak ini sejak pertama kali mendaftarkan kepesertaan secara mandiri.
"Awalnya itu dari Rp 42.000, terus naik jadi Rp 51.000, lah sekarang naii lagi enggak tanggung-tanggung sampai 100 persen, ya berat lah," katanya.
Anzulius mengaku adanya progran BPJS Kesehatan ini cukup bermanfaat baginya dan keluarga.
Sebab, sang anak yang memiliki kelainan di area tenggorokannya dapat tertangani dengan BPJS Kesehatan meski ada beberapa obat yang tak bisa di cover BPJS Kesehatan.
"Anak saya itu sakit endoktrin (gangguan kelenjar), jadi memang sering bolak balik rumah sakit," tuturnya.
Untuk obat yang tak di cover BPJS Kesehatan, Anzulius mengaku dirinya harus mengeluarkan kocek sendiri dengan biaya yang tak sedikit.
"Mahal obatnya, satu kali nebus itu Rp 1,2 jutaan. Tapi secara pelayanan sih sudah bagus kalau di rumah sakitnya," katanya.
Warga Bekasi Turun Kelas BPJS
Ratusan warga yang datang itu didominasi warga mengurus penurunan kelas BPJS Kesehatan.
Pasalnya, pemerintah telah mengumumkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada awal 2020.
Mereka rela antre berjam-jam, bahkan tersorot terik matahari. Sebab, hanya beberapa hari lagi sudah berganti tahun 2020.
Petugas BPJS Kesehatan cabang Kota Bekasi juga terlihat sigap dalam melayani ratusan warga tersebut. Terlihat banyak warga yang kebingungan langsung diberikan petunjuk.
Salah satu warga Bekasi bernama Taufik Hidayat (37) mengatakan telah datang sejak pukul 09.00 WIB, dirinya hendak mengurus penurunan kelas BPJS yang dimilikinya.
"Saya mau turun kelas, dua peserta saya dan istri saya," ucap dia saat ditemui Wartakota di Kantor BPJS Kesehatan cabang Kota Bekasi, pada Jumat (27/12/2019).
Taufik mengatakan saat ini dirinya bersama istri merupakan peserta BPJS Kesehatan kelas dua, ia ingin turun menjadi kelas tiga karena khawatir tak sanggup membayar iurannya.
"Turun kelas takut tidak mampu bayarnya nanti, sekarang kan saya sama istri iuran sebulan ya Rp 102.000, kalau naik 100 persen bisa Rp 220.00. Kan dari Rp 51.000 naik jadi Rp 110.000," ungkap dia.
Agus Santoso (40) warga Rawalumbu Bekasi juga melakukan penurunan kelas kepesertaan BPJS Kesehatan.
Penurunan kelas dilakukan karena khawatir tak sanggup membayar iurannya karena naik 100 persen pada tahun 2020.
"Kan 2020 mau naik iurannya, maka dari sekarang saya urus," kata dia.
Ia mengakatakan waktu pertama mendaftar kelas tiga, akan tetapi selang beberapa bulan dinaikkan kelasnya menjadi kelas dua.
"Tapi mendengar akan ada kenaikan saya urus lagi untuk pindah ke kelas tiga,” ucapnya.
Ia berharap kenaikan iuran BPJS Kesehatan dibarengi dengan peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
"Kita bayar mahal dan engga pernah telat, harus pelayanan ditingkatkan. Jangan ribet atau bahkan ditelantarin gitu," katanya.
Hasil berbincang Wartakota dengan sejumlah warga yang mengantre di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Kota Bekasi, tak hanya mengurus permohonan pindah kelas.
Tetapi ada juga mereka yang mengurus daftar baru, perbaikan data maupun pindah stastus dari kepesertaan mandiri menjadi kepesertaan BPJS yang iurannya dibayar perusahaan.
Sebelumnya, diberitakan, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2020 sebesar 8,51 persen ternyata tidak disambut gembira alias tidak disambut dengan baik oleh sejumlah buruh.
Salah satu buruh yang bekerja di PT Aspek Kumbong bernama Endang (43) mengatakan, dirinya tak setuju jika kenaikan UMP tak maksimal.
Sebab, kenaikan UMP itu dinilai terlalu rendah, apalagi iuran BPJS Kesehatan juga mengalami kenaikan 100 persen mulai tahun 2020 mendatang.
Menurut Endang, kenaikan ideal untuk UMP seharusnya berkisar 50 persen karena kan dilihat juga dari taraf hidup yang kini sudah serba mahal.
"Kalau kita (idealnya) 50 persen kenaikannya, karena ditambah sekarang kenaikan BPJS 100 persen di tahun 2020 sementara kenaikan upah cuma 8,51 persen," ujar dia kepada Wartakota saat ditemui di Jalan Raya Narogong, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jumat (1/11/2019).
Lebih lanjut, kata Endang bahwa kenaikkan UMP 2020 sebesar 8,51 persen tidak berdampak besar pada kesejahteraan buruh.
“Kalau dinaikan ya memang harus disesuaikan sama pengeluaran saat ini kan,” jelasnya.
“Jadi, memang kaya sembako dan BPJS Kesehatan juga sudah pada naik ya diharuskan UMR Kabupaten Bogor itu dinaikin dan disesuaikan lah sama taraf hidup kita,” sambung dia.
Endang sangat berharap kepada pemerintah bahwa kenaikan UMP khusunya Kabupaten Bogor bisa sesuai dengan taraf hidup saat ini yang sudah serba mahal.
Sementara itu, Angga (23) buruh yang bekerja di PT Entek Separindo Asia juga menambahkan bahwa sama saja bohong jika UMP naik sedangkan BPJS Kesehatan ikut alami kenaikan.
“Jadi, ya tetap sama saja bohong kalau BPJS Kesehatan naik, UMP juga naik jadi ya harapannya kepada pemerintah untuk BPJS itu gak naiklah ya,” tegas dia.
Apalagi, baginya sebagai pekerja buruh juga memiliki resiko yang lebih tinggi karena harus bersinggungan langsung dengan banyak penuh resiko.
Selain kenaikan iuran BPJS, kenaikan UMP yang hanya 8,51 persen semakin mencekik pekerja yang memiliki resiko pekerjaan tinggi.
"Kalau dilihat untuk memenuhi kebutuhan pekerja cukup jauh, karena resiko kerja kami lebih besar di dalam pabriknya, dan potensi kecelakaan di jalan juga besar," kata dia.
Pemprov DKI Jakarta menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta sebesar 4.267.349,906.
Hal ini disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota, DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (1/11/2019).
"UMP DKI Jakarta untuk tahun 2020 mengalamai perubahan yang sebelumnya UMP tahun 2019 adalah sebesar Rp 3.940 ribu. Di tahun 2020 menjadi Rp 4.267.349,906", kata Anies Baswedan membaca hasil keputusan.
Menurut Anies, kenaikan UMP Jakarta untuk 2020 ini berarti terjadi kenaikan sebesar Rp 334.776 atau 8,51 persen.
Anies menyebut, besaran kenaikan UMP ini telah disesuikan dengan peraturan yang berlaku.
"Penetapan UMP ini sesuai dengan dasar hukum yang berlaku, baik Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah," ujarnya di Balai Kota, Jakarta Pusat.
Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi menerbitkan surat edaran Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 pada 15 Oktober lalu
Di mana dalam surat edaran tersebut, UMP seluruh wilayah di Indonesia akan dinaikkan sekitar 8,5 persen. (*)
• Iuran BPJS Kesehatan Naik Per 1 Januari, Cara Ubah Kelas BPJS dan Syarat Perubahan Kelas Rawat BPJS
• Dokter Dituding Menkes Jadi Biang Kerok Tunggakan BPJS Kesehatan, IDI Angkat Suara
• Tarif Listrik dan Iuran BPJS Kesehatan Naik Tahun 2020, Untuk Tarif Listrik Sekitar Rp 29.000/Bulan