Sosok Djuwari (81), Tukang Panggul Jenderal Sudirman, Perjuangan Pahlawan yang Jasanya Terlupakan
Sosok Djuwari, tukang panggul Jenderal Sudirman, layak menyandang pahlawan status pahlawan nasional. Jasa-jasanya di masa lampau sebelum merdeka.
TRI BUN-MEDAN.com - Sosok Djuwari, tukang panggul Jenderal Sudirman, layak menyandang pahlawan status pahlawan nasional.
Jasa-jasanya di masa lampau sebelum Indonesia merdeka layak dihargai.
Sebab, ada istilah bangsa yang besar ialah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.
Pepatah itulah yang bisa mewakili cerita dari salah satu pahlawan yang jarang terekspos yang bernama Djuwari.
Mungkin di pelajaran sejarah tidak ditemukan nama Djuwari sebagai tokoh pahlawan nasional karena ia merupakan tukang panggul Jenderal Sudirman.
Sehingga tak banyak yang mengetahui kisah perjuangan dari Djuwari bahkan ia bak pahlawan yang terlupakan.
Kisah perjuangan dan pengorbanan Djuwari sebagai pahlawan yang terlupakan ini dilansir Sripoku.com melalui laman Kompas.com.
Djuwari yang saat itu berusia 81 tahun merupakan tukang panggul Panglima Besar Sudirman dalam perang gerliya melawan penjajah, mengaku rela terlupakan.
"Kami hanya berharap generasi muda saat ini bisa menerusan cita-cita pahlawan untuk bisa bebas dari segala bentuk penjajahan," katanya saat ditemui di rumahnya di Dusun Goliman, Desa Parang, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Jatim, Minggu (17/8).
• 2 Napi yang Baru Dibebaskan Atas Kebijakan Menteri Yasonna Laoly Malah Bikin Kejahatan Lagi

Sehari-hari dia menghabiskan waktunya di sawah dengan kondisi ekonomi yang serba pas-pasan di sebuah desa yang berada di kaki Gunung Wilis.
Tak banyak yang tahu mengenai kiprah lelaki tua renta itu dalam memperjuangkan bangsa Indonesia dari kungkungan penjajah.
Padahal dia salah satu tukang panggul tandu Panglima Besar Sudirman yang saat itu sedang sakit dalam memimpin perang gerilya di kawasan selatan Pulau Jawa periode 1948-1949.
Djuwari menuturkan, pada suatu pagi hari pada tanggal 6 Januari 1949, dia dan tiga temannya, Karso, Warto, dan Joyodari memanggul tandu panglima perang gerilya itu menuju Dusun Magersari, Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk untuk menghadapi para penjajah.
Mereka berjalan kaki sekitar 30 kilometer dari Dusun Goliman menuju Dusun Magersari dengan melintasi kawasan perbukitan Gunung Wilis.
"Untuk menempuh perjalanan itu dibutuhkan waktu sehari penuh dengan beberapa kali istirahat," katanya.
• Manfaatkan Hujan Deras, ABG MI (16) Menyelinap Masuk Lewat Jendela, Gerayangi & Buka Baju Bidan Desa