Human Interest Story
KISAH Bidan Rosmauli Mengabdi 24 Tahun di Tapsel, Dimusuhi Dukun Beranak, Dibayar dengan Hasil Panen
Rosmauli mulai mengabdi menjadi bidan di Tapanuli Selatan sejak tahun 1995, setelah beberapa bulan tamat D1 di Yayasan Rumah Sakit Umum Sembiring.
Dari enam dukun beranak, ada dua yang memerlukan waktu hingga 6 bulan untuk dapat bekerja sama.
"Prosesnya lama ya, dukun beranak ini ada sekitar 6 orang. yang paling sulit waktu itu ada dua orang. Paling lama untuk dapat satu pemikiran. Kita sudah ada musyawarah, hadirkan Babinsa, sampai dibuat undang-undang enggak juga. Otomatis ya kita harus mendekati," ucapnya.
Ibarat sekeras-kerasnya batu jika ditetesi oleh air akan rapuh juga. Begitu juga yang dilakukan oleh Rosmauli.
Secara perlahan namun pasti, ia berhasil merangkul dukun beranak dengan mengikutsertakan kegiatan penyuluhan proses persalinan yang benar dan pengetahuan mengenai ibu hamil.
"Kita kasih pendekatan jangan bosan. Kita masuk dari kepala desa, akhirnya dukun sudah bisa menerima. Jadi sekarang kalau ada pasien, dukun beranak ini mengabarkan kami jadi sudah enak bekerja sama. Kalau ada pasien bawa saja ke puskesmas, nanti ibu dukun yang memandikan. Jadi rezeki itu kita bagi," terang Rosmauli.
Mengabdi 24 tahun di Tapanuli Selatan, wanita kelahiran 9 Oktober 1976 ini sudah merasakan asam garam menjalani profesi bidan ini.
Ia menceritakan bahwa sebagai pengabdi dalam bidang kesehatan, rintangan sesulit apapun harus dilakukan, seperti harus siap turun langsung ke lokasi walau waktu sudah lewat tengah malam.
"Jadi jarak tempuh kita itu jauh kalau ada pengobatan misalnya ada yang tinggal di kebon. Jalan kaki lewat sawah, lewat kebun lagi ditambah lagi jika hujan harus ditempuh. Kalau kita pikirkan capek memang, tapi kalau kita jalani dengan ikhlas, rasa capek itu hilang. Kalau jam dua malam ada pasien di puskesmas saya langsung datang dari rumah," ujarnya.
Untuk sampai ke puskesmas, wanita tiga anak ini harus menempuh perjalanan sekitar 45 menit dari rumah sekaligus tempat praktek yang terletak di Desa Panobasan, Kecamatan Angkola Barat, Tapanuli Selatan.
Bagi Rosmauli, profesi bidan harus bekerja dengan ikhlas tanpa pamrih. Inilah yang menjadi prinsip hidupnya. Rosmauli sendiri punya beberapa pengalaman berkesan saat harus membantu persalinan warga.
Rosmauli bercerita bahwa untuk pembayaran ia menerima dengan ikhlas biaya persalinan yang diberikan oleh pasien persalinannya, mulai dari tidak dibayar hingga dibayar dengan hasil panen yang tetap ia syukuri.
"Kalau pengalaman sama pasien ini banyak. Kalau bicara dulu kita pernah menolong sampai tiga anak tidak dibayar. Ada juga pernah dibayar Rp 20 ribu udah syukur kali lah. Yang penting jangan kita buat jadi beban, karena rezeki itu bukan dari dia aja biar kita tidak merasa terbebani. Jadi sesulit apapun pekerjaan kita tetap menikmati," kata Rosmauli.
Tambahnya, jiwa pasien yang ditanganinya tidak memiliki cukup uang, Rosmauli ikhlas menerima bayaran melalui hasil panen.
"Kalau dulu sering dibayar pake hasil panen, mau satu anak itu umpamanya panen, dikasihnya beras 5 kg, kadang dikasih pisang. Kadang tidak habis juga, ya kita bagi ke teman-teman yang lain," ucapnya.
Rosmauli menceritakan ada beberapa tantangan yang ia hadapi selama proses persalinan. Baginya, tidak masalah harus menunggu tiga hari tiga malam dalam proses persalinan pasiennya asal sang pasien dapat bersabar selama proses bersalinnya.
"Karena melahirkan ini cukup sulit sebagian kadang tidak keluar plasentanya, semua keluarganya was-was akhirnya bisa kita selamatkan. Itu suatu perjuangan yang alhamdulillah luar biasa. Kalau saya prinsipnya kalau dia sabar, saya juga sabar. Walaupun dia merasakan sakit kalau dia belum pecah ketuban sampai tiga hari tiga malam saya temani," ucap Rosmauli.