Update Covid19 Sumut 12 Juli 2020
Harga Rapid Test Bervariasi, LBH Medan Sebut Harus Ada Payung Hukum
Terkait biaya rapid test ini, karena memang tidak ada aturan yang tegas dan mempunyai dasar hukum. Karena itu hanya merupakan imbauan saja
TRI BUN-MEDAN.com, MEDAN - Variasi harga Rapid Test yang terjadi di beberapa rumah sakit baik swasta maupun milik pemerintah, belum menjalankan Surat Edaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tentang penerapan batas tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi sebesar Rp 150 ribu.
Dari informasi yang berhasil dihimpun Tri bun Medan, beberapa rumah sakit belum menyanggupi jika tarif yang ditetapkan sesuai Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi.
Dirut LBH Medan, Ismail Lubis yang dikonfirmasi mengatakan, jika dilihat dengan yang terjadi saat ini, biaya rapid test sudah menjadi semacam dibisniskan.
Terkait rapid test ini, karena memang tidak ada aturan yang tegas dan mempunyai dasar hukum.
• Biaya Rapid Test di Medan Bervariasi, Surat Edaran Kemenkes Belum Berjalan
Karena itu hanya merupakan imbauan saja, baik itu yang berkaitan dengan tarif maupun siapa yang berwenang mengeluarkan.
"Sehingga hal ini menjadi bahan bagi pihak-pihak untuk mengambil keuntungan, lagi-lagi yang korban adalah masyarakat. Makanya kita berharap agar ada peraturan yang tegas misalnya setingkat peraturan menteri, terkait biaya dan juga siapa yang berwenang," jelasnya, Minggu (12/7/2020).
Lanjut Ismail, namun jangan juga menyusahkan masyarakat, dan jika ada yang membuat tarif di luar yang telah ditentukan, harus diberikan sanksi hukum berdasarkan aturan hukum yang harus dibuat.
"Sehingga hal ini tidak menjadi liar. Makanya hal ini sangat kita sayangkan kalau pemerintah seolah-olah terkesan membiarkan ya. Apalagi hanya mengeluarkan imbauan. Itukan boleh diikuti dan tidak diikuti. Makanya perlu ketegasan pemerintah untuk membuat aturan yang jelas sehingga mempunyai payung hukum," katanya.
• 11 Pemain Belum Bergabung, Manajemen PSMS Siapkan Segala Kebutuhan, Termasuk Rapid Test
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Kadinkes Sumut), dr Alwi Mujahit Hasibuan membenarkan kabar kontroversi di lingkungan rumah sakit.
"Itu sudah ribut di grup RS, mereka gak sanggup sepertinya melaksanakan itu. Kalau dipaksa juga mereka akan berhenti melayani, karena mereka rugi, nggak sanggup mereka," ujarnya.
Lanjutnya, di mana yang paling murah Rp 250 ribu, bahkan banyak yang lebih Rp 250 ribu.
"Dan itu mereka gak sanggup kalau harus turun jadi Rp 150 ribu. Sikap dari Dinkes ya itu kan surat edaran, surat edaran bukan suatu kewajiban dilaksanakan itu imbauan. Kalau mereka gak ada yang sanggup bagaimana mau kita buat. Sanksi pun tidak ada kalau surat edaran. Tapi paling secara persuasif kita coba, kalau gak bisa juga cemana mau kita buat, ya kita lapor ke kementerian," ungkapnya.
• Lembaga Perlindungan Anak Berharap Tenaga Pengajar Jalani Rapid Test Sebelum Mulai Aktivitas Sekolah
Sambungnya, itu masih di Medan, masuk ke wilayah lebih dalam pasti lebih tinggi lagi.
"Secara umum bagus supaya ada penyeragaman, tapi maunya sebelum dikeluarkan, dilihat dulu situasinya atau berikan subsidi, atau kirimkan yang bisa dibeli dengan terjangkau. Jadi kita masih mengamati, tapi yang terjadi seperti itulah," pungkasnya.(mft/tri bun-medan.com)