Penyebab Majalah Charlie Hebdo Tetap Makmur, Sekularisme Lebih Unggul ketimbang Agama di Perancis

Para murid mengatakan Nabi Muhammad tak bisa digambarkan melalui karikatur seperti itu.

AP Photo/Thibault Camus, Pool
Presiden Perancis, Emmanuel Macron mendengarkan seorang penduduk saat dia mengunjungi jalan yang hancur di Beirut, Lebanon, Kamis 6 Agustus 2020. Presiden Perancis Emmanuel Macron telah tiba di Beirut untuk menawarkan dukungan Perancis kepada Lebanon setelah ledakan pelabuhan yang mematikan itu. (AP Photo/Thibault Camus, Pool) 

Akar tersebut mencakup konflik di negara-negara lain dan rasialisme serta marjinalisasi sosial yang dialami oleh keluarga para imigran di dalam negeri di Perancis.

"Separatisme Islam"

Sebelum insiden pemenggalan kepada Paty, pada awal Oktober, Presiden Macron dalam satu pidato menegaskan bahwa "sekularisme adalah dasar negara" dan "separatisme Islam harus ditangani".

Dalam kesempatan ini pula, Macron mengumumkan rancangan undang-undang yang lebih keras untuk menangkal "separatisme Islam" ini dan untuk mempertahankan nilai-nilai sekuler.

Macron mengatakan komunitas Muslim di Perancis, yang berjumlah enam juta orang, "mungkin akan membentuk masyarakat tandingan".

Agar "bahaya ini" tidak menjadi kenyataan, Macron mengusulkan beberapa hal, yang mencakup pengawasan yang lebih terhadap sekolah dan kontrol yang lebih besar terkait pendanaan masjid dari luar negeri.

Macron mengatakan bentuk sektarianisme seperti ini sering diterjemahkan untuk tidak memasukkan anak-anak ke sekolah umum dan menggunakan kegiatan olahraga, budaya dan komunitas sebagai "alasan untuk mengajarkan ke anak-anak tentang nilai-nilai yang tak sejalan dengan hukum yang berlaku di Perancis".

Menurut Macron, Islam "mengalami krisis di banyak negara, tak cuma di Perancis".

Langkah yang disiapkan pemerintah dan dimasukkan ke parlemen pada akhir tahun mencakup:

Pengawasan yang lebih ketat terhadap organisasi olahraga dan perkumpulan lain sehingga tak menjadi medium pengajaran Islam,

Imam tak boleh didatangkan dari luar Perancis,

Peningkatan pengawasan pendanaan masjid,

Pembatasan home-schooling.

Macron juga mengatakan Perancis harus berbuat lebih banyak menawarkan ekonomi dan mobilitas sosial ke komunitas-komunitas imigran.

Ia menambahkan kemiskinan bisa dimanfaatkan oleh kelompok atau orang-orang berpaham radikal.

Pidato Macron mengundang reaksi kurang enak dari banyak pihak.

Pegiat hak asasi manusia Yasser Louati mengatakan, proposal pemerintah "memberi angin" kepada kelompok kanan jauh dan kelompok-kelompok anti-Muslim, sementara pada saat yang sama juga "sangat merugikan murid-murid Muslim" yang harus belajar di rumah karenna pandemi virus corona.

Tokoh Muslim, seperti Chems-Eddine Hafiz, melalui kolom di surat kabar menegaskan bahwa apa yang disebut sebagai konsep "separatisme Islam" tidak bisa ditujukan secara keseluruhan ke setiap Muslim di Perancis.

Ia menyatakan ada perbedaan yang jelas antara Islam sebagai agama dan ideologi Islamis.

Dengan hal itu pula terjadi banyak demonstrasi, yang menggambarkan Perancis sebagai "negara yang memperlihatkan Islamofobia".

(Ardi Priyatno Utomo)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perancis: Sekularisme, Kartun Nabi Muhammad, dan Sikap Presiden Macron"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved