Tukar Sampah Bisa Biayai Pendidikan, Bank Sampah Kini Jadi Tumpuan Ekonomi Warga Sicanang

Armawati telah menggerakkan 268 bank sampah dengan memberdayakan 46 ribu masyarakat se-Sumatera Utara.

TRIBUN MEDAN/KARTIKA
SEJUMLAH warga saat melakukan pengelolaan sampah yang didampingi Armawati di sebuah bank sampah beberapa waktu lalu. 

TRIBUN-MEDAN.com, Medan - Setiap harinya Kota Medan menyumbangkan ribuan ton sampah dan turut masuk dalam jajaran kota terkotor di Indonesia. Sampah beragam jenis ini tentu dibuang karena sudah tidak memiliki fungsi dan nilai jual. 

Namun sepertinya pemikiran tersebut dapat disingkirkan karena ternyata sampah mampu menambah pendapatan masyarakat.

Hal ini ditunjukkan Armawati Chaniago dengan menggerakkan Bank Sampah Induk Sicanang di Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan sejak tahun 2014.

Enam tahun resmi berjalan, Hingga saat ini, Armawati telah menggerakkan 268 bank sampah dengan memberdayakan 46 ribu masyarakat se-Sumatera Utara dengan mayoritas para ibu-ibu rumah tangga. 

Armawati juga turut senang dengan adanya bank sampah ini, ibu rumah tangga tersebut dapat berperan andil di lingkungannya.

Dirinya mengungkapkan, gerakan bank sampah ini sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat dan dengan pola pendekatan ekonomi.

"Bank sampah ini sebenarnya untuk edukasi, tapi kalau nilai ekonominya tidak terlalu mendukung orang akan bosan. Biarpun busuk kata orang, tapi ternyata ini dapat menjadi pembiayaan untuk mengubah suatu keadaan," ungkap Armawati, Senin (30/11/2020).

Baca juga: DPRD Minta Pemko Medan Serius Atasi Masalah Sampah

Menariknya, masyarakat yang ingin menjual sampah ke bank sampah akan mendapatkan harga sesuai dengan jenis sampah, contohnya botol plastik kemasan dengan harga Rp 3500 per kilo.

"Kalau plastik asoi kotor kami terima Rp 500 per kilo tapi kalau sudah dicuci harganya menjadi Rp 2000. Jadi ini juga turut mengajarkan mereka untuk memilah sampah agar dapat meningkatkan nilai jualnya," tuturnya.

Tentunya Bank sampah kini dikategorikan sebagai unit usaha mandiri yang mampu menjadi tumpuan pendapatan masyarakat yang turut mengelolanya. 

Untuk itu, Armawati turut melakukan pendampingan selama tiga bulan penuh untuk melatih warga agar dapat mengelola secara mandiri.

"Ini perlu dilakukan pendampingan. Satu kelompok itu minimal tiga bulan. Pertama kita sosialisasikan dulu, setelah itu ada pelatihan manajemen dan operasional, jadi mirip dengan pelatihan perbankan. Kemudian latihan pemasaran, berapa harga yang harus dijual dan teknik pilah agar diterima tempat daur ulang," ujarnya.

Per tahun 2020 ini, Bank Sampah dari gerakan Armawati turut menyelamatkan sampah 2650 ton sampah dengan nilai Rp 6 miliar. Bagi Armawati, hal ini menjadi potensi dalam menggerakkan ekonomi masyarakat.

Selain itu, Armawati menilai jika bank sampah ini mampu menjadikan ibu rumah tangga dapat peduli dan aktif berkontribusi di daerahnya.

"Mayoritas pengelola bank sampah adalah para ibu rumah tangga yang notabene belum pernah mendapatkan pelatihan formal terkait ini. Tapi sejak ada bank sampah, saya melihat adanya kepercayaan diri yang lebih baik, karena mereka punya andil dalam lingkungan tersebut, itu menjadi apresiasi bagi mereka," ujarnya.

Baca juga: Anggota Dewan Nilai Penanganan Sampah di Siantar Masih Tidak Beres dan Amburadul

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved