Pro Kontra Soal Keberadaan TNI AU yang Halangi Jalannya Eksekusi, Begini Komentar Pengamat Hukum
Pengamat hukum Kota Medan memberikan tanggapan soal kehadiran TNI AU di lokasi eksekusi Jalan Patriot, Kecaman Medan Sunggal
"Hal itu biasa terjadi, karena putusan pengadilan itu juga terkadang banyak yang tidak adil. Orang mempertahankan haknya (karena menganggap), pengadilan tidak memberikan keadilan baginya," ucapnya.
Muslim beranggapan, jika masing-masing kedua belah pihak memiliki sertifikat pasti ada mafia tanah yang bermain.
"Jelaskanlah, (kalau ada) dua sertifikat pasti ada mafia tanah, saya menilai ini secara objektif, sehingga yang dikawatirkan apabila yang menang itu yang mafia, sehingga pasti akan selalu ada pihak yang terus mempertahankan lahan tersebut," ucapnya.
Baca juga: LIMA Hari Berturut TNI AU dan BPPT Buru Awan sebelum jadi Hujan di Jakarta dan Sekitarnya
Selain itu, Muslim juga mengkritisi PN Medan mengapa di tengah pandemi melakukan eksekusi, sehingga menimbulkan kerumunan hingga desak-desakan.
"Kenapa dipaksakan eksekusi di saat pandemi? Dan lagi ini diputus sudah sejak tahun 2018, lalu pemberitahuan putusan nya itu kapan? Sehingga pihak lain sedang mengajukan PK. Namun memang PK itu tidak mengjalangi eksekusi," katanya lagi.
Meski dmeikian, sambung Muslim, sepatutnya pengadilan mempertimbangkan PK, sebelum kembali mengadakan eksekusi.
"Tapi sepatutnya PK itu dipertimbangkan kalau misalnya nanti dia menang PK bagaimana coba? Maka sebaiknya pengadilan menunggu itu, jangan sampai nanti permohonan PK menang, tapi lahan sudah dieksekusi," ucapnya.
Saat ditanya tanggapannya terkait keberadaan TNI AU yang menghalangi eksekusi, Muslim menduga bahwa putusan pengadilan bisa saja dianggap tidak anggap tidak adil.
"Jangan-jangan keputusannya itu tidak mencerminkan keadilan, makanya orang melawan. Sering terjadi seperti itu, bukan menafikan hukum tapi kadang-kadang putusan itu tidak mencerminkan keadilan, makanya orang protes terhadap itu," pungkasnya.
Diketahui, luas tanah yang akan dieksekusi lebih kurang memiliki ukuran 5.375 meter persegi.
Baca juga: DETIK-detik Paskhas TNI AU Tembak Mati KKB Papua yang Ingin Kuasai Landasan Udara
Usut punya usut, ternyata prajurit TNI AU sudah mendapat perintah dari Danlanud Soewondo, Kolonel Pnb JH Ginting.
Surat Perintah Komandan Lanud Soewondo tertuang dalam Nomor Sprint/248/VIII/2020 per tanggal 27 Agustus 2020.
Selain itu, ada surat permohonan bantuan hukum dari salah satu ahli waris yang merupakan perwira bintang satu TNI-AU yakni Marsma Palito Sitorus pada Pangkalan TNI AU Supadio, tanggal 26 Maret 2020.
Dalam surat perintah yang ditandatangani oleh Danlanud Soewondo, Kolonel Pnb JH Ginting serta surat kuasa khusus dari enam orang ahli waris, resmi menunjuk Kapten Sus Helmi Wardoyo SH sebagai kuasa hukum.
Baca juga: Terungkap Sumber Dentuman Keras di Sejumlah Wilayah DKI Jakarta, TNI AU Jelaskan Sejumlah Fakta Baru
"Jadi kami ditunjuk oleh pimpinan sebagai kuasa hukum dari ahli waris, terutama Bapak Marsma TNI Palito Sitorus. Memang sesuai SOP kami bahwa setiap anggota TNI AU dan keluarga yang memiliki kasus hukum dapat meminta bantuan hukum pada bidang hukum. Jadi untuk itu kita hadir di lokasi eksekusi, sebab kasus ini masih berproses di pengadilan baik itu PK maupun kasasi," ujar Helmi Wardoyo.