Kepala Sekolah Rudapaksa Siswi SD
Korban Pendeta Cabul di Medan Bertambah, Total Ada 7 Siswi SD yang Dirudapaksa di Sekolah
Ia menegaskan bahwa dari 6 keluarga anak yang sudah berdamai tersebut bisa dijadikan saksi karena tidak mungkin ada perdamaian kalau tidak ada masalah
Penulis: Victory Arrival Hutauruk |
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Ketua Komnas Perlindungan Anak menyebutkan ada 7 siswi sekolah dasar yang menjadi korban keganasan oknum pendeta dan kepsek BS di SD Swasta di Medan Selayang.
Arist Merdeka Sirait menyebutkan awal mula kasus ini terjadi saat pihaknya menerima laporan dari orangtua korban pada 9 April 2021 lalu melaporkan adanya percabulan ke kantornya.
"Jadi awalnya ada dua orang tua datang pada hari Jumat lalu mengabarkan peristiwa pencabulan ini. Dan menyampaikan dokumen-dokumen. Sebenarnya ada tujuh korban," ungkapnya kepada tribunmedan.com, Senin (12/4/2021).
Namun, Arist menyebutkan bahwa dari ketujuh korban tersebut ada 6 keluarga yang melakukan perdamaian dengan pendeta yang juga kepala sekolah dimana para korban bersekolah.
"Tapi ada enam keluarga melakukan upaya perdamaian, terus saya tanya siapa pelakunya, ada seorang kepala sekolah dan berprofesi juga sebagai pendeta berinisial BS," beber Arist.
Dari ketujuh korban tersebut ada satu orangtua anak yang melaporkan kasus tersebut ke Polda Sumut.
Namun, ia menegaskan bahwa dari 6 keluarga anak yang sudah berdamai tersebut bisa dijadikan saksi karena tidak mungkin ada perdamaian kalau tidak ada masalah.
"Satu sudah melapor ke Renakta Poldasu, tapi ada dokumen yang disampaikan kepada saya. Ada 6 lagi melakukan perdamaian saya sampaikan itu juga bisa jadi saksi. Kenapa mungkin bisa ada perdamaian kalau tidak ada persoalan," tegasnya.

Bujuk Korban Pakai Ayat
Ketua Komite Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait menjelaskan selain menjabat kepala sekolah pelaku pencabulan ternyata berprofesi sebagai pendeta.
"Itu profesinya pendeta kita tahu dari keluarga korban bahwa dia selain dia kepala sekolah tetapi dia juga seorang pendeta di salah satu gereja di Medan," bebernya kepada tribunmedan.com, Senin (12/4/2021).
Yang lebih menyeramkan, Arist menyebutkan menyebutkan bahwa pelaku menggunakan modus ayat kitab suci untuk membujuk rayu para pelaku.
"Pelaku selalu menggunakan kitab suci untuk merayu dan bujuk rayunya lewat pendekatan-pendekatan ayat di kitab suci dan sebagainya," tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa dirinya akan menyurati Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Sumut untuk segera menahan pelaku kejahatan kemanusiaan ini.
"Saya hari ini saya mengirimkan surat kepada Renakta Polda Sumut untuk atensi terhadap laporan dua masyarakat dan karena ini kejahatan kemanusiaan dan kejahatan luar biasa tidak ada alasan polisi untuk tidak segera menangkap pendeta itu," bebernya.
