TRIBUNWIKI
Kisah Di Balik Kertas Replika Dibakar Saat Upacara Cheng Beng
Beberapa masyarakat Tionghoa pun menggelarnya di pemakaman Cina dan rumah masing - masing.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Cheng Beng adalah tradisi masyarakat Tionghoa yang biasanya ditandai dengan berziarah ke makam para leluhur ataupun pendahulunya.
Puncak ritual Cheng Beng tahun ini terjadi pada 4 April 2021.
Beberapa masyarakat Tionghoa pun menggelarnya di pemakaman Cina dan rumah masing-masing.
Budayawan Tionghoa Medan Jud Ang menjelaskan satu di antara lainnya tradisi yang khas saat ritual Cheng Beng ialah pembakaran kertas yang dikreasikan menjadi sepatu, rumah, baju, mobil, dan lain sebagainya

Baca juga: AKBP Fatma Nasution Meneruskan Kebiasaan Ayahnya yang Rutin Bersedekah Saat Bulan Puasa Ramadan
"Jadi setelah memberikan sesajen dan berdoa pasti memberikan replika sepatu, rumah, baju, mobil, dan lainnya dari kertas. Orang awam menganggap replika itu dibakar dan menjadi nyata di alam sana," jelasnya saat diwawancara Tribun Medan di Jalan Haji Misbah Komplek Multatuli Indah Blok D No. 8-9, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, Sumatra Utara, Selasa (13/4/2021).
Dia mengatakan tradisi bakar rumah - rumahan kertas, pakaian dari kertas, serta lainnya pada dasarnya memiliki kisah tersendiri.

Jud Ang mengutarakan cerita awal tradisi itu berangkat dari kesaktian seorang leluhur dan guru paling senior dari para pendeta Tao.
Pendeta itu berada pada masa dinasti Han dan bernama Zhang Dao Ling atau Zheng Tian Shi.
Ketika itu, ada suatu desa yang banyak diganggu makhluk halus. Misalnya terjadi penampakan saat masyarakat sedang mandi, sewaktu kerja, serta di aktivitas lainnya.
"Pokoknya banyak masalah lah yang disebabkan makhluk halus tersebut. Kemudian masyarakat tidak ada ide untuk mengusir makhluk halus itu," ujarnya.
Baca juga: TERNYATA Presiden Soeharto Pernah Menangis Dibuat Cucunya, Ceritakan Hal Sedih Ini pada sang Kakek
Walhasil, pendeta Tao itu pun dipanggil karena dianggap masyarakat umum sebagai sosok yang memiliki ilmu tinggi.
Saat pendeta tersebut menginjakkan kaki ke desa, ia langsung menerawang banyak makhluk halus yang bergentayangan.
"Akhirnya berkomunikasi lah pendeta ke makhluk gentayangan tersebut dan meminta apa yang menjadi keinginan makhluk halus tersebut," jelasnya.

Setelah itu, pendeta menyuruh masyarakat sekitar untuk menyediakan kreasi dari kertas berbentuk rumah, baju, uang, emas, perak, dan lainnya.
Setelah pernak pernik itu selesai dikerjakan, pendeta itu pun melakukan ritual dengan membacakan ayat-ayat.