Kisah Bahasa Tetun Untuk TNI, Penyelundup Senjata Sukses Diringkus saat Timor Leste Mengungsi

Hal itu disampaikan oleh Pensiunan TNI Letjen Kiki Syahnakri lewat bukunya "Timor Timur The Untold Story" bab 1: Awal Persentuhan dengan Masalah Timor

FACEBOOK MARIANO COSTA
Potret Xanana Gusmao bantu korban banjir - Kisah Bahasa Tetun Untuk TNI, Penyelundup Senjata Sukses Diringkus saat Timor Leste Mengungsi 

"Tim kami bertugas antara lain mendata kondisi-kondisi di lapangan, misalnya pelabuhan. Jika perlu pendaratan dari laut, bagaimana kondisi pelabuhan, fasilitas bongkar muat, jenis dan ukuran kapal apa saja yang bisa merapat.

Baca juga: Aksinya Bikin KKB Cium Merah Putih, Disorot Cara Kapolres Yapen Luluhkan OPM Tanpa Angkat Senjata

Warga Sumurgeneng membeli mobil, berbanding terbalik dengan kondisi Timor Leste yang kaya minyak.
Warga Sumurgeneng membeli mobil, berbanding terbalik dengan kondisi Timor Leste yang kaya minyak. (Kolase/Intisari)

"Selain itu, dasilitas pergudangan pun harus didata, misalnya gudang beras, gudang bahan bakar, dan fasilitas logistik lainnya, termasuk amunisi. Selanjutnya, pendataan tempat-tempat yang layak untuk dibangun tenda-tenda darurat bagi penampungan sementara pasukan setelah debarkasi dari kapal," tulis Kiki pada bukunya di halaman 11.

Kiki memerlukan bantuan bertanya kepada warga lokal saat itu mengenai nama tempat-tempat dan wilayah dan pos secundalinha (pos-pos terdepan di perbatasan).

Saat itulah Kiki memutuskan untuk belajar bahasa Tetun, karena sebagai Perwira muda, ia tidak ingin melakukan kesalahan dalam tugas pertamanya yang juga merupakan tugas rahasia itu.

"Sebelumnya saya memang telah berpikir, jika pertempuran atau operasi militer kelah benar-benar pecah, maka bahasa Tetun, bahasa masyarakat di daerah operasi, tentu sangat perlu dikuasai untuk berkomunikasi," tulis Kiki di halaman 22.

Kiki belajar secara otodidak dengan berbincang dengan masyarakat ketika mengunjungi pos-pos secundalinha.

Tidak disangka, inisiatif Kiki membuahkan hasil.

Saat itu konflik antara UDT (Uniao Democratica de Timorense) dan Fretilin memuncak di Timor Portugis.

Akibatnya, arus pengungsi menyeruak dari berbagai arah Timor Portugis, mencapai puluhan ribu orang melintasi perbatasan setiap harinya, terutama di Motaain.

Kiki yang sudah ditugaskan sebagai komandan koramil saat itu bertanggung jawab aktif mengatur dan mengawasi para pengungsi yang melintasi perbatasan.

"Salah satu kegiatan rutin yang dilakukan adalah pemeriksaan para pengungsi, apakah mereka membawa senjata tajam atau senjata api.

Baca juga: Ancaman Eks Danjen Kopassus ke KKB Jika tak Balik ke NKRI, Sosok I Nyoman Bukan Orang Sembarangan

Di Sulilarang, Distrik Maliana, Timor Leste warga mengeruk tanah kering untuk diolah menjadi garam.
Di Sulilarang, Distrik Maliana, Timor Leste warga mengeruk tanah kering untuk diolah menjadi garam. (Yunaidi Joepoet)

"Karena para pengungsi dari Timor Portugis ini tidak bisa berbahasa Indonesia, komunikasi dengan mereka hanya bisa dilakukan dalam bahasa Tetun.

"Memang ada anak buah saya yang berasal dari Atambua dan bisa berbicara langsung dengan para pengungsi dalam bahasa Tetun.

"Namun tentu jauh lebih baik jika saya mengerti apa yang mereka percakapkan sehingga tidak kecolongan.

"Dalam situasi seperti inilah saya sungguh-sungguh merasakan manfaat bahasa Tetun," kenang Kiki di halaman 23.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved