Dukung Konsep Kolaboratif untuk Bangun Kawasan Danau Toba
Konsep kolaboratif beberapa sektor dengan sektor pariwisata yang digagas Sandiaga Uno sangat perlu didukung
Oleh: Dr Jannus TH Siahaan
Pengamat Sosial dan Praktisi Komunikasi
PERHATIAN untuk optimalisasi wisata berbasis edukasi peternakan oleh pemerintah semakin besar. Seperti yang belum lama ini dilakukan oleh Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno saat visitasi 50 desa wisata terbaik Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021.
Dengan beragam potensi yang ada, Sandiaga menjelaskan desa-desa unggulan memiliki potensi wisata yang tidak hanya menarik, tapi juga berkelanjutan, punya potensi bersaing dengan desa wisata kelas dunia, hingga mampu mendorong pembangunan daerah juga kesejahteraan rakyat.
Memang, perpaduan antara pariwisata dan edukasi peternakan bukanlah hal yang baru. Jika berkunjung ke Berastagi, Kabupaten Karo kita bisa menemukan destinasi wisata terpadu, peternakan-pertanian-restoran.
Dengan konsep farm to table, agrowisata ini menyajikan menu-menu khas Tanah Karo yang bahan bakunya diambil langsung dari pertanian dan peternakan dimana pengunjung dimanjakan dengan pemandangan sapi Holstein yang sedang merumput.
Dengan memaksimalkan aspek dari hulu ke hilir serta kolaborasi dari bidang-bidang lainnya dengan sektor pariwisata adalah bagian dari upaya memberi nilai tambah untuk kedua sektor yang dipadukan.
Di negara-negara surga wisata alam seperti Australia dan New Zealand yang dua kota besarnya yaitu Auckland dan Wellington masuk dalam daftar Kota Paling Layak Huni di Dunia 2021 versi The Economist, konsep kolaboratif antara pertanian atau peternakan dengan pariwisata sudah sangat lazim sejak puluhan tahun silam.
Perpaduan antara bisnis perkebunan anggur, buah kiwi dan apel dengan pariwisata atau peternakan sapi, domba dan pariwisata sangat banyak di New Zealand.
Bahkan di beberapa sisi laut bagian selatan New Zealand, peternakan karang tiram di laut dangkal berhasil menjadi destinasi wisata menarik bagi para turis internasional dengan konsep memanen kerang langsung atau ikut terlibat dalam perawatan peternakan kerang bersama pemilik peternakan.
Baca juga: Dolok Sipatungan, Tempat Si Raja Lontung Menatap Danau Toba
Dengan kata lain, konsep kolaboratif beberapa sektor dengan sektor pariwisata yang digagas Sandiaga Uno sangat perlu didukung, terutama yang memberikan nilai tambah kepada kedua sektor yang dipadukan tersebut.
Konsep kolaboratif ini bisa menjadi solusi untuk daerah-daerah yang mengalami benturan antara dua bidang di saat pemerintah memberikan prioritas kepada salah satu bidang saja, yang pada akhirnya menuai resistensi dan konflik di akar rumput.
Sebut saja misalnya di Danau Toba. Prioritas yang diberikan pemerintah pada sektor pariwisata di Danau Toba ternyata harus meminimalisasi peran sektor peternakan ikan tilapia yang jauh terlebih dahulu eksis.
Beberapa hal yang perlu kita cermati bersama berkaitan dengan kolaborasi multisektor ini, adalah:
1. Strategi peralihan yang manusiawi
Prinsip pelestarian lingkungan dan pencegahan pencemaran danau lebih lanjut memang perlu kita dukung, tapi strategi peralihan yang manusiawi dan masuk akal juga tak kalah pentingnya. Apalagi memadukan antara niatan pelestarian lingkungan dengan kepentingan sektor pariwisata, yang membawa masyarakat berpersepsi seolah-seolah sektor pariwisata nihil pengrusakan lingkungan dan lebih penting ketimbang sektor peternakan dan perikanan.
2. Pendekatan strategis, kooperatif, kolaboratif, dan humanis
Karena pada dasarnya, pelestarian lingkungan adalah satu hal dan pariwisata adalah lain hal. Semua pihak nyaris sepakat dengan yang pertama, pelestarian lingkungan, karena sudah menjadi nilai universal di mana pun.
Tapi perkara transisi dari sektor usaha yang sudah eksis ke sektor pariwisata adalah perkara pilihan politik, yang bisa saja berubah di saat Jokowi dan Luhut Binsar Panjaitan tidak menjabat lagi di pemerintahan.
Jadi diperlukan pendekatan strategis, kooperatif, kolaboratif, dan humanis dengan toleransi rentang waktu transisi yang bisa diterima oleh para pihak, agar tidak ada yang merasa tersingkirkan oleh sektor pariwisata, yang notabene belum menjadi sektor dominan di Danau Toba.
3. Apresiasi kemauan pemerintah pusat & daerah
Sepatutnya apresiasi terhadap kemauan pemerintah pusat maupun daerah membangun industri multisektor yang kolaboratif tidak hanya memerhatikan satu aspek saja. Namun bagaimana dampak ekonomi, lingkungan dan sosial bisa saling mendukung satu dan lainnya. Hingga dapat memberikan ruang gerak ekonomi untuk masyarakat lokal yang terlibat dan terbukanya lapangan kerja yang seluas-luasnya.
4. Pendekatan kolaboratif dengan kearifan lokal
Sebagaimana diproposisikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, di Danau Toba pun, di mana prioritas pada sektor pariwisata akan menekan sektor peternakan perikanan ikan tilapia atau chicken of water yang terbukti memang sudah berhasil mengisi pundi-pundi pegiat UMKM dan masyarakat setempat selama ini merasakan manfaatnya, diperlukan pula pendekatan kolaboratif antara sektor pariwisata dengan peternakan ikan tilapia.
Keramba-keramba yang telah direlokasi dan ditata juga bisa dipadukan dengan sektor pariwisata, dengan adaptasi lokasi keramba menjadi lokasi wisata edukasi peternakan keramba atau lokasi wisata panen ikan tilapia, lokasi wisata pengolahan ikan tilapia, atau lokasi wisata kuliner ikan tilapia, dan lainnya dengan kearifan lokal yang dikemas dengan menarik.
5. Optimisme Pengembangan SDM
Optimisme untuk mengenalkan wisata berbasis edukasi sektor perikanan di area sekitar operasional keramba-keramba di Danau Toba yang ditata ke depannya dapat memberikan peluang kesejahteraan pengembangan SDM dan menghadirkan kebersamaan di level akar rumput.
Selain itu, dengan pemanfaatan potensi perikanan dan pariwisata, yang dapat memperkuat konservasi perikanan juga diharapkan dapat meningkatkan kontribusi dari berbagai aspek peningkatan lapangan pekerjaan, ketahanan pangan dan pendapatan negara bukan pajak (PNPB).
Baca juga: Bukit Indah Simarjarunjung, Lokasi Wisata yang Cocok untuk Melihat Keindahan Danau Toba
Dari poin di atas, pemerintah sebaiknya tidak berfikir zero sum game (saling menyingkirkan) atas sektor peternakan ikan tilapia yang telah direlokasi alias pemerintah sangat tidak elok berfikir tentang bagaimana caranya agar keramba-keramba bisa hilang sesegera mungkin di Danau Toba, tapi justru berfikir bagaimana caranya agar usaha peternakan ikan tilapia bisa berkolaborasi dengan sektor pariwisata, sembari mencari cara atau mengupayakan teknologi baru atau terobosan baru agar sisi pelestarian lingkungannya tetap bisa diupayakan secara terencana dan bertahap.
Mengapa? Karena sejatinya Danau Toba bisa mendapat dua keuntungan sekaligus dengan mengolaborasikan kedua sektor tersebut.
Danau Toba masih bisa bermimpi sebagai daerah penghasil komoditas ekspor berupa olahan ikan tilapia (fillet frozen) berkelas dunia yang mendatangkan devisa di satu sisi (bahkan sangat perlu ditingkatkan), tapi juga tetap bisa menjadi destinasi wisata kelas dunia di sisi lain.
Secara ekonomi, kolaborasi semacam ini akan jauh lebih produktif dalam meningkatkan kontribusi kedua sektor terhadap PDRB daerah, PDB nasional, dan exposure ekspor nasional. Jadi jika demikian, mengapa harus saling menyingkirkan, dan bukankah justru lebih strategis jika berkolaborasi?
