Setahun Lebih, Kerugian Negara Rp 2,9 Miliar pada Proyek Jembatan di Siantar tak Kunjung Dilunasi
Proyek jembatan di Siantar diduga sarat korupsi. Sayangnya, kerugian negara belum juga dikembalikan ke Pemko Siantar
Penulis: Alija Magribi | Editor: Array A Argus
TRIBUN-MEDAN.COM, SIANTAR- Laporan kerugian negara pada proyek pembangunan jembatan di Siantar yang dikeluarkan BPK RI pada April 2020 sampai saat ini tak kunjung dilunasi.
Hal ini menimbulkan tanda, terlebih proyek ini sebelumnya terindikasi korupsi.
Kabar belum lunasnya pembayaran itu disampaikan Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Siantar, Masni kepada wartawan di sela rapat gabungan komisi dengan DPRD Siantar.
"Itu coba (ditanya) ke Inspektorat. Sebenarnya memang saya tahu informasinya, tapi saya harus cek lagi berapa yang sudah rekanan setorkan ke bendahara," dalih Masni, Kamis (18/11/2021).
Baca juga: Dana Rp 9 Miliar Disiapkan untuk Proyek Jembatan Titi Dua Sicanang, Tahun Ini Dipastikan Selesai
Masni mengaku tak bisa menjawab berapa besaran yang sudah disetorkan rekanan karena tak memegang data.
Ia pun menyarankan pertanyaan itu diajukan ke Inspektorat Kota Pematangsiantar.
"Kalau mau kejelasan, bisa ditanyakan ke Inspektorat, karena sekarang TPKND itu sekretarisnya Inspektorat. Kalau mau jelas bapak bisa tanya ke Inspektorat," kata Masni kembali.
Disinggung mengenai BPKD sebagai pihak yang mengetahui pelunasan pembayaran setiap kerugian negara, Masni mengatakan belum ada mengeluarkan notifikasi pelunasan kerugian negara senilai Rp 2,9 miliar itu.
"Memang belum ada saya keluarkan tanda pelunasan," jelasnya.
Baca juga: KPK Soroti Proyek Jembatan Sei Wampu Langkat, Enam Tahun Berjalan Masih Mangkrak tak Jelas
Dalam perkara ini, PT Erapratama Putra Perkasa (EPP) selaku rekanan yang membangun jembatan VIII Sta 13+441 sampai dengan Sta 13+436, senilai Rp 14,4 miliar justru merugikan negara senilai Rp 2,9 miliar.
LHP BPK Perwakilan Sumut menemukan kekurangan volume pengerjaan.
Penunjukkan PT EPP sebagai rekanan sejak awal menimbulkan tanda tanya.
Padahal sebelumnya, ada perusahaan yang menawarkan pengerjaan dengan nilai lebih murah pada tender pertama.
Salah seorang anggota kelompok kerja (Pokja) pemilihan tender yang tak mau disebut namanya, mengatakan pada tender pertama, PT Sekawan Jaya Bersama (PT. SKB) sempat memenangkan tender dengan penawaran Rp 13,5 miliar. Kemudian berlanjut ke tahapan negosiasi.
Baca juga: Kerap Macet, Proyek Jembatan Sigagak Baru Bisa Diselesaikan Juni 2021
"Baru hasil negosiasinya jadi Rp 12,9 miliar. Tetapi saat PT SJM akan memenangkan tender, ada perusahaan lain yaitu PT Parsona Jaya Mandiri (PT. PJM) yang menyanggah kemenangannya," ujar pria berkaca mata, Jumat (22/1/2021) siang.
Saat itu, PT PJM melakukan penawaran dengan harga lebih tinggi yaitu Rp 14.5 miliar.
PT PJM meminta pokja untuk mengevaluasi beberapa hal terkait kemenangan PT SJM.
Lantaran menuai polemik, kemenangan PT SJM pun dipertimbangkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pengguna Anggaran (PA).
Selanjutnya, PA memerintahkan Pokja untuk membuka penawaran agar peserta yang sudah memasukkan penawaran, yaitu PT SJM dan PT PJM memperbaiki dokumen penawarannya.
Baca juga: Tak Kunjung Selesai, Proyek Jembatan Wampu Langkat Makan Korban Bocah 10 Tahun
Namun, sampai waktu yang ditentukan kedua perusahaan tidak memasukkan penawaran.
Pada akhirnya, kedua perusahaan itu tidak melakukan penawaran tanpa kejelasan.
Maka setelah tender keduanya itu gagal, PA menunjuk langsung PT EPP sebagai rekanan pembangunan proyek, kendati menawarkan harga lebih tinggi.
Sementara itu, Kasi Intelijen Kejari Pematangsiantar Rendra Pardede menyampaikan akan menginformasikan kasus ini kepada lembaga yang bersangkutan.
"Kita cek dulu ya, bang," katanya.(alj/tribun-medan.com)