TRIBUNWIKI

TOKOH Berdarah Batak yang Sukses Berkarir di Militer, Ada yang Pernah Jadi Menteri & Masih Bertugas

Deretan tokoh berdarah batak yang menjabat sebagai Jenderal, ada yang masih bertugas untuk membela negara.

Penulis: Rizky Aisyah | Editor: Ayu Prasandi
HO
Deretan tokoh berdarah batak yang menjabat sebagai Jenderal, ada yang masih bertugas untuk membela negara 

Maraden Panggabean meninggalkan seorang istri, Meida Saimima Tambunan, dan empat orang anak.

Pada saat masih berdinas sebagai tentara ada kisah menarik yang belum banyak diketahui banyak orang.

Dikutip dari Medan.inews. Pada Februari akhir 1959 Komandan Batalion 104 Waringin Brigade Tapanuli, TT I Bukit Barisan Mayor Maraden Panggabean mendapat perintah untuk memindahkan pasukannya.

“Agar Batalion 104 berangsur-angsur dipindahkan ke Pematangsiantar, dengan tugas khusus mengambil alih tugas pengamanan daerah Simalungun dari eks Batalion Pengamanan NST, pimpinan Kapten Bisara Sinaga. Dalam tugas tersebut termasuk pembersihan jalan Pematangsiantar-Parapat dari gangguan dan perampokan gerombolan liar Simarmata, eks BHL (Barisan Harimau Liar) yang diusir dari daerah perbatasan Riau-Tapanuli Selatan,” sebut Maraden dalam otobiografinya  "Berjuang dan Mengabdi". 

“Setiap batalion ditugaskan mengadakan patroli di wilayah masing-masing untuk memberantas kaum pengacau yang dimotori oleh sisa-sisa Barisan Harimau Liar itu,” tulis biografi istri Maraden yang ditulis Herry Gendut Janarto, Matiur M. Panggabean, Bunga Pansur dari Balige: Pengabdian dan Keteguhan.

Tugas itu mulai dijalankan Maraden pada Maret. Setelah mencapai markas Batalion 104 di sebuah rumah di Jalan Kartini Pematangsiantar, Maraden segera mengalihkan tugas dari Kapten Bisara.

“Serah-terima dengan Kapten Bisara Sinaga diadakan di lapangan di depan Hotel Siantar dan mendapat perhatian dari masyarakat, yang menurut dugaan saya ingin melihat penampilan TNI yang baru keluar dari rimba,” sambung Maraden.

Setelah serah-terima itu, Maraden segera mengatur penempatan pasukannya. Kepada bawahannya, dia perintahkan agar secepat mungkin mencari informasi tempat persembunyian gerombolan Simarmata.

Kendati minim, informasi yang didapat kemudian memberitahu bahwa persembunyian gerombolan berada di hutan antara Tigadolok dan Aek Nauli.

Perencanaan operasi penyergapan pun segera disusun. “Namun dengan tidak disangka sama sekali, pada suatu hari seorang anak laki-laki belasan tahun datang ke tempat kami dan mengatakan bahwa dia sanggup menunjukkan tempat persembunyian Simarmata. Dia juga membuktikan bahwa pada malam sebelumnya dia bermalam di sana,” sambungnya.

Dengan membawa satu peleton pasukan di bawah Letnan RF Soedirdjo, Maraden memimpin operasi rahasia tersebut. Mereka berangkat pada malam hari.

Susah payah mereka melintasi hutan yang gelap-pekat dengan cara berjalan sambil saling berpegangan tangan.

Sekitar pukul 03 dini hari, mereka mencapai dekat suatu gubuk yang diperkirakan tempat persembunyian gerombolan.

Setelah mengepung gubuk itu, Maraden memerintahkan anak buahnya menyerbu gerombolan di dalamnya.

Sekira 12 anggota gerombolan pun tertawan. Simarmata tak ada dalam barisan tawanan itu lantaran berhasil menyelamatkan diri.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved