Sidang Kerangkeng Manusia
Ketua Sapma Pemuda Pancasila Langkat yang Siksa Tahanan Sampai Mati Terancam 27 Tahun Penjara
Dewa Peranginangin, anak Bupati Langkat nonaktif terancam hukuman 27 tahun penjara karena siksa tahanan sampai mati
TRIBUN-MEDAN.COM,LANGKAT- Dewa Peranginangin, anak Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin terbilang keji dan biadab.
Dewa Peranginangin dan anak buah bapaknya siksa tahanan sampai mati menggunakan balok kayu.
Sebelum Dewa Peranginangin siksa tahanan sampai mati, ia dan anak buahnya sempat melaknabn mata dan mulut tahanan bernama Sarianto Ginting.
Bahkan, Sarianto Ginting dicampakkan ke kolam ikan, dibiarkan tenggelam hingga akhirnya meninggal dunia.
Baca juga: Kejamnya Dewa Peranginangin, Anak Mantan Bupati Langkat Siksa Tahanan: Dimartil, Dadanya Dibakar
Karena perbuatan kejinya itu, Dewa Peranginangin yang merupakan Ketua Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila (Sapma PP) Kabupaten Langkat ini dijerat pasal berlapis.
Dewa Peranginangin dijerat dengan Pasal 170 ayat (2) Ke-3 KUHPidana atau kedua, Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Bila kedua pasal ini terbukti, maka Dewa Peranginangin terancam hukuman 27 tahun penjara.
Sebab, sebagaimana Pasal 170 ayat (2) Ke-3 KUHPidana disebutkan, bahwa "barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, jika kekerasan mengakibatkan maut diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun".
Baca juga: ASTAGA, LPSK Sebut Dewa Peranginangin Beri Makan Tahanan Muslim Daging Babi
Kemudian bila melihat Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, bunyinya "barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun,”.
Dakwaan JPU ungkap kebiadaban Dewa Peranginangin
Dewa Peranginangin dan sejumlah anak buah bapaknya, yang diantaranya Suparman Peranginangin, Terang Ukur Sembiring, Hermanto Sitepu, Iskandar Sembiring, Rajisman Ginting, Jurnalista Surbakti, dan Hendra Surbakti menjalani sidang perdana di PN Stabat, Rabu (27/7/2022) kemarin.
Sidang ini merupakan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya pada Kamis (21/7/2022) lalu digelar diam-diam diduga untuk menghindari pantauan media massa.
Meski sempat digelar, tapi sidang perdana itu ditunda.
Baca juga: Dewa Peranginangin, Anak Mantan Bupati Langkat Disebut Kuasai Senjata Api Jenis FN
Alasannya, karena jaksa penuntut umum (JPU) tidak mampu menghadirkan terdakwa.
Namun alasan ini berbanding terbalik dengan keterangan pengacara terdakwa.
Pengacara bilang, bahwa sidang perdana ditunda karena jaksa tengah merayakan ulang tahun Adhiyaksa.
Karena sidang perdana sempat ditunda, sidang kedua digelar dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam dakwaan JPU Kejati Sumut itu, disebutkan bahwa kasus penyiksaan berujung kematian terhadap Sarianto Ginting bermula pada 12 Juli 2021.
Baca juga: Miliki Satwa Dilindungi, Terbit Rencana Peranginangin Sandang Tiga Status Tersangka
Kala itu Sariandi Ginting, kakak kandung mendiang Sarianto Ginting berniat menitipkan adiknya di kerangkeng manusia milik Terbit Rencana Peranginangin, dengan harapan sang adik bisa menjalani rehabilitas.
Pukul 21.00 WIB, saksi Sariandi Ginting menghubungi terdakwa Jurnalista Surbakti alias Uci, anak buah Terbit Rencana Peranginangin, memberitahukan keberadaan Sarianto Ginting.
Sarianto Ginting kala itu tengah berada di bengkel yang beralamat di Pasar Pinter, Dusun VII Suka Jahe, Desa Pursobinangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat.
Lalu, terdakwa Jurnalista Surbakti alias Uci bersama terdakwa lainnya yakni Rajisman Ginting alias Rajes, saksi Seh Ate Sembiring alias Tarion dan saksi Jonter Silalahi alias Lala menjemput paksa Sarianto Ginting menumpangi mobil Avanza hitam BK 1626 RE.
Baca juga: BREAKING NEWS Ngogesa Sitepu Diperiksa KPK Gara-gara Terbit Rencana Peranginangin
Di dalam mobil, Sarianto Ginting dianiaya hingga akhirnya dijebloskan ke kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif.
Sampai di dalam kerangkeng, Sarianto Ginting disiksa berulang-ulang dengan cara dipukuli hingga tak berdaya.
Kemudian, pada 15 Juli 2021, terdakwa Rajisman Ginting alias Rajes melapor pada Dewa Peranginangin, bahwa ada tahanan yang baru masuk bernama Sarianto Ginting.
Rajes melapor, bahwa tahanan itu adalah pengguna narkoba.
Saat mendapat laporan itu, Dewa Peranginangin yang tengah memainkan ponselnya kemudian mendatangi kereng.
Baca juga: Datang Pakai Gamis, Bini Terbit Rencana Peranginangin Diperiksa Polda Sumut
Di sana Dewa Peranginangin menginterogasi Sarianto Ginting, bertanya sudah berapa lama menggunakan narkoba.
Saat diinterogasi, Sarianto Ginting tidak mengaku dirinya menggunakan narkoba, sehingga membuat Dewa Peranginangin marah.
Lalu, Dewa Peranginangin memerintahkan Sarianto Ginting bergelantungan di sel.
Korban kemudian disiksa lagi oleh terdakwa lainnya.
"Bahwa saksi Heru Gurusinga yang saat itu baru datang bekerja di kebun sawit milik Bupati TRP ketika duduk istirahat di depan kereng/sel 01, sempat melihat terdakwa Dewa Peranginangin dan terdakwa Hendra Surbakti alias Gubsar memukul/menganiaya bagian pergelangan tangan dan kaki korban Sarianto Ginting dengan menggunakan kayu broti secara berulang kali," kata jaksa dalam dakwaanya, Rabu (27/7/2022).
Baca juga: Dugaan Perbudakan di Pabrik Sawit Terbit Rencana Peranginangin Mulai Diusut, Kerabat Bakal Diperiksa
Setelah puas menganiaya korban, Dewa Peranginangin kemudian memerintahkan anak buah bapaknya, untuk mengambil lakban.
Spontan, para anak buah Terbit Rencana Peranginangin kemudian melakban mata dan mulut Sarianto Ginting.
Ia kembali dipukuli berulang-ulang hingga tak berdaya.
"Bahwa saksi Heru Gurusinga, saksi Riko Sinulingga, saksi Robin Ginting dan saksi Trinanda Ginting melihat korban Sarianto Ginting digiring ke arah kolam ikan yang berada di depan kereng oleh saksi Rajesman Ginting alias Rajes dan terdakwa Hendra Surbakti alias Gubsar," kata jaksa dalam dakwaannya.
Sesampainya di tepi kolam, terdakwa Hendra Surbakti alias Gubsar mendorong tubuh korban Sarianto Ginting ke dalam kolam ikan yang berada di depan kereng.
Korban Sarianto Ginting yang tidak bisa berenang sempat menggapaikan tangannya, dan terlihat muncul dipermukaan satu kali, namun selanjutnya korban tidak lagi muncul kepermukaan.
"Berselang beberapa saat kemudian, saksi Rajisman Ginting alias Rajes menyuruh salah satu anak kereng untuk melompat masuk ke dalam kolam ikan mencari korban Sarianto Ginting dan menemukan tubuh korban Sarianto Ginting di dekat saluran pipa air kolam," kata jaksa.
Setelah menemukan tubuh Sarianto Ginting, saksi meletakkan Sarianto Ginting di depan halaman kereng.
"Bahwa terdakwa Dewa Peranginangin sempat terlihat memegang denyut nadi tangan korban Sarianto Ginting, dan menyuruh saksi Rajesman Ginting alias Rajes untuk membawa korban Sarianto Ginting ke klinik yang ada di dekat rumah Bupati Langkat nonaktif TRP, namun belum sampai di klinik korban Sarianto Ginting sudah meninggal dunia," kata jaksa.
Dari hasil visum diketahui bahwa adanya bekas kekerasan pada bagian tulang rahang, punggung, tulang lengan atas kiri dan dada.
Atas perbuatannya, Dewa Peranginangin dan Hendra Surbakti alias Gubsar didakwa, Pasal 170 ayat (2) Ke-3 KUHPidana atau kedua, Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Pengacara minta LPSK tidak intervensi
Pada sidang kedua ini, Sangap Surbakti, pengacara terdakwa meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tidak mengintervensi pengadilan.
"Saya mau katakan kepada LPSK, Anda jangan bergerak dari undang-undang Anda. Hakim itu tidak bisa berkoordinasi kepada siapapun seperti yang dikatakan majelis tadi,"
"Jadi jangan peradilan ini ada intervensi sesuka Anda. Anda punya undang-undang, para advokat punya undang-undang, hakim juga ada undang-undang. Jangan melewati kewenangan itu perlu," ujar Sangap.
Sangap menegaskan, jika sekali lagi pihak LPSK melakukan hal-hal seperti ini, maka dirinya bersama dua penasihat lainnya akan mengadukan LPSK ke pihak-pihak yang bisa mengadili, memeriksa, dan minta pertanggungjawaban, baik itu secara non litigasi maupun litigasi.
"Sekali lagi kami katakan kepada LPSK jangan anda intervensi di luar dari kewenangan anda seperti dikatakan dalam undang-undang," tegas Sangap.
Sementara itu, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi bertanya kepada pengacara para terdakwa, apakah mereka itu tahu atau tidak surat yang dikirim LPSK ke PN Stabat.
"Penasihat Hukum (PH) tahu tidak isi suratnya? Memang biasa LPSK mengirim surat kepada hakim dalam setiap sidang. Kami meminta permohonan persidangannya dilakukan secara teleconference. Itu bisa kami lakukan pada hakim, dan ketua pengadilan," ujar Edwin.
Saat disinggung soal intervensi, Edwin kembali menanyakan pihak penasihat hukum itu tahu apa tidak isi suratnya.
"Buat kami sih, soal surat kepada ketua pengadilan biasa saja. Tadi juga ada perwakilan LPSK yang hadir di lokasi persidangan. Kami akan selalu memonitoring," tutup Edwin.(tribun-medan.com)