Sidang Kerangkeng Manusia
Kasus Kematian Sarianto Ginting di Kerangkeng Manusia, Sepupu Korban dan Sopir Ambulans Jadi Saksi
Dewa Perangin-angin, anak Bupati Langkat nonaktif kembali menjalani persidangan di PN Stabat, dalam kasus kerangkeng manusia, Rabu (10/8/2022).
Penulis: Muhammad Anil Rasyid |
TRIBUN-MEDAN.com, LANGKAT - Dewa Perangin-angin, anak Bupati Langkat nonaktif kembali menjalani persidangan keempatnya di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, dalam kasus kerangkeng manusia, Rabu (10/8/2022).
Dewa bersama terdakwa lainnya bernama Hendra Surbakti alias Gubsar disidang atas kasus kematian penghuni kerangkeng Sarianto Ginting.
Sidang dibuka sekira pukul 11.30 WIB atau molor lebih kurang dua jam lebih dari waktu yang sudah ditentukan.
Baca juga: Keluarga Korban Kerangkeng Manusia Ngaku Tidak Tahu Sarianto Ginting Dibunuh Dewa Peranginangin
Berlangsung di ruang Prof Dr Kusumah Admadja PN Stabat, sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Halida Rahardhini menghadirkan dua orang saksi yakni Agustina (35) kakak sepupu Sarianto Ginting dan Fendi Irawan (35) sekuriti sekaligus sopir ambulans Puskesmas Namu Ukur yang mengantarkan jenazah Sarianto Ginting ke rumah duka.
"Saya hadir di sini karena meninggalnya adik sepupu saya Sarianto pada tahun 2021 lalu. Saya mendengar adik saya ini meninggal di tempat rehab (kerangkeng) milik Pak Terbit Rencana Perangin-Angin," ujar Agustina di depan ketua majelis hakim.
Lanjut Agustina, ia mengaku memang kalau yang memasukkan Sarianto ke kerangkeng tersebut ialah adik kandungnya, Sariandi Ginting. Karena Sarianto sudah ketergantungan menggunakan narkotika jenis sabu.
"Saya dengar dari Sariandi, supaya Sarianto sembuh dan sehat biar gak nyabu lagi, atau enggak ketergantungan narkotika lagi. Maka Sarianto dimasukkan ke rehab (kerangkeng)," ujar Agustina.
Wanita berusia 35 tahun ini kembali menjelaskan, saat penjemputan Sarinto memang adik sepupunya ini sempat melawan dan berteriak meminta tolong.
"Saya tau karena Sarianto teriak minta tolong, maka saya dan ibu saya tau. Rumah saya sebelah-sebelahan dengan rumah Sarianto," ujar Agustina.
"Saya tidak tau soal waktu penjemputan itu, saya melihat Sarianto dijemput lima orang, menggunakan mobil hitam Avanza. Hanya mendengar teriakan," sambungnya.
Disinggung ketua majelis hakim soal dugaan pemukulan saat melakukan penjemputan, Agustina hanya melihat jika Sarianto hanya didorong agar masuk ke dalam mobil.
"Saya lihat didorong-dorong Sarianto. Tidak ada pemukulan, didorong pakai tangan, karena Sarianto gak mau dibawa," ujar Agustina.
Agustina menuturkan, Sarianto menggunakan narkotika jenis sabu ini sejak masih sekolah. Bahkan sebelum ia dibawa ke kerangkeng, Sarianto kerap meminta uang ke adiknya Sariandi Ginting.
"Sudah sering masuk ke tempat rehab, tiga sampai empat kali kalau tidak salah. Pernah di rehab di Batam, daerah Tuntungan, dan pernah masuk ke kantor polisi. Cerita mau direhab, adiknya Sariandi gak ada diskusi sama kami, cuma katanya masuk ke rehab milik Pak Terbit gak bayar," ujar Agustina.
Sedangkan itu, Agustina pernah mendengar hal-hal negatif dari kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin.
"Yang saya dengar dari orang, yang masuk ke rehab (kerangkeng) milik Pak Terbit sering dipukuli. Saya gak tau kalau ada yang pernah meninggal dunia, cuma taunya ada yang dipukuli aja. Saya pun gak pernah lihat bagaimana tempat rehabnya ini," ujar Agustina.
Kemudian, Sarianto meninggal dunia setelah dua malam masuk ke dalam kerangkeng.
"Dua malam masuk ke dalam rehab habis itu dapat kabar meninggal. Saya gak tau dia dipukuli, katanya meninggal kena sakit lambung. Tiba dirumah, kondisinya Sarianto sudah dimandikan, dikafani dan sudah dimasukkan ke dalam peti. Saat mau melihat mayatnya, Sariandi adiknya mengatakan jangan dibuka petinya. Karena mamak saya kepingin tau, buka aja katanya malam itu juga," ujar Agustina.
Setelah dibuka, Agustina menuturkan jika wajah Sarianto sudah membengkak.
"Diakan kurus, pada hari itu tidak ada lebam lebam. Tapi besoknya keluar darah dari hidung dan mulut, tapi sudah kering. Sedangkan malam itu tidak ada darah. Saya pun curiga, tapi karena si adik Sarianto sudah meneken perjanjian tidak ada tuntutan atau apapun, mau bagaimana lagi," ujar Agustina.
Ketua Majelis Hakim kembali menanyai Agustina apakah ia mengetahui hubungan terdakwa Dewa Perangin-Angin dan Hendra terhadap Sarianto Ginting.
"Saya gak tau hubungan terdakwa terhadap kematian Sarianto.
Baca juga: Dewa Perangin-Angin Jalani Sidang Ketiga Kasus Kerangkeng Manusia di Langkat, Ini Keterangan Saksi
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nelson Viktor Supratman menanyai Agustina soal keadaan fisik Sarianto saat dijemput.
"Dalam keadaan sehat waktu dijemput mau dibawa ke tempat rehab (kerangkeng). Sarianto tidak pernah sakit, minum kuku bima sanggup dia sampai lima gelas, saya tau karena dia minum diwarung saya," ujar Agustina.
Sedangkan Penasehat Hukum, Mangapul Silalahi juga menanyai Agustina, dari mana ia tau kalau kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, sering terjadi pemukulan.
"Mendengar dari orang, kalau panti rehab (kerangkeng) itu sering memukuli orang," ujar Agustina.
Sedangkan, saksi Fendi Irawan dalam keterangannya mangatakan, ia awalnya ditelfon oleh Suparman Perangin-Angin dari lokasi kerangkeng.
"Pada tanggal 15 Juli 2021 sekitar pukul 22.00 WIB, saya dapat telepon dari Suparman, minta antar jenazah, saya jemput kemana, dirumah bupati katanya. Dan Saya gak tau soal kerangkeng," ujar Fendi.
Lanjut Fendi, begitu tiba di rumah bupati, ia pun diarahkan Suparman untuk menuju lokasi kerangkeng. Karena menurutnya, pada saat itu peti jenazah berada di samping kerangkeng.
"Saya diarahkan masuk ke dalam kerangkeng oleh Suparman, masuk dari samping rumah pak bupati menuju arah kerangkeng. Belum pernah ke kerangkeng sebelumnya, taunya cuma rumah pak bupati. Saya lihat kerangkeng, cuma tak terlihat begitu jelas karena malam. Sedangkan peti diletakkan di samping kerangkeng. Tidak nampak pintu besi, hanya kolam yang terlihat," ujar Fendi.
Disinggung soal jenazah siapa yang diantar, Fendi tidak mengatahui identitasnya.
"Saya hanya mengantar jenazah. Tidak tau namanya. Langsung diantar ke rumah duka. Saya mengantar jenazah bersama Suparman sambil dipandu dengan pengendara sepeda motor menuju rumah keluarga jenazah, yang menurut pengakuan Suparman itu keluarga jenazah," ujar Fendi.
Sedangkan itu, Fendi dan Suparman sebelumnya sudah saling kenal. Suparman merupakan PNS di Puskesmas Namu Ukur.
"Saya tanyak juga kenapa meninggal, meninggal karena sakit. Gitu aja kata Suparman. Saya gak tau soal penganiayaan. Kemudian, begitu tiba dirumah duka, peti jenazah dibantu warga menurunkan. Sedangkan saya tidak melihat Suparman berbicara dengan keluarga korban," ujar Fendi.
Setelah mengantarkan jenazah, Fendi pun diberi upah sebesar Rp 100 ribu.
"Rp 50 ribu saya isikan minya ambulan, sisanya untuk keluarga saya. Dan saya juga sering sudah mengantarkan jenazah, tapi ke kerangkeng itu baru pertama kali," ujar Fendi.
"Saya gak kenal dengan yang nama Dewa, tidak ada saya lihat kedua terdakwa di kerangkeng waktu itu," sambungnya.
Setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi, Ketua Majelis Hakim, Halida Rahardhini pun bertanya kepada terdakwa Dewa Perangin-Angin dan Hendra Surbakti, apakah ada yang salah dengan keterangan saksi.
"Tidak tau yang mulia," ujar Dewa dan Hendra yang saling bergantian menjawab.
Persidangan akan kembali dilanjutkan pada, Jumat (12/8/2022) dengan agenda kembali mendengarkan saksi-saksi.
Sementara itu dalam kasus ini Dewa bersama terdakwa lainnya bernama Hendra Surbakti alias Gubsar didakwa dengan Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHPidana atau kedua, Pasal 351 ayat (3) Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
(cr23/tribun-medan.com)