CARA PTN Terima Mahasiswa Baru Mengecewakan, Membuka Celah Suap, Mendikbud Investigasi
Masuk PTN dari jalur mandiri membuka celah suap dan korupsi.Sistem yang digunakan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) jadi sorotan
TRIBUN-MEDAN.com -
Sistem yang digunakan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dalam menerima mahasiswa baru saat ini jadi sorotan.
Masuk PTN dari jalur mandiri membuka celah suap dan korupsi.
Ditangkapnya Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila) Karomani membuktikan hal tersebut
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menegaskan saat ini pihaknya sedang menginvestigasi cara atau sistem yang digunakan PTN dalam menerima mahasiswa baru.
Investigasi itu buntut dari eks Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila) Karomani yang ditangkap KPK karena diduga menerima suap penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri.

"Akan dimulai menginvestigasi di luar Unila bagaimana cara sistemik yang bisa kita lakukan ke depannya untuk lebih meminimalisir kejadian-kejadian seperti ini yang sangat mengecewakan," ujar Nadiem di ruang rapat Komisi X DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek Prof Nizam menyampaikan pihaknya tengah mendalami dan mempelajari bagaimana cara agar penerimaan mahasiswa baru terjaga marwahnya.
"Kami tentunya melakukan pendalaman agar dari sisi regulasi bisa kita kawal secara lebih baik lagi," ujar Nizam.
Diketahui, KPK menetapkan empat tersangka yakni Rektor Unila, Karomani; Wakil Rektor I bidang Akademik Unila, Heryandi; Ketua Senat Unila, Muhammad Basri; serta swasta, Andi Desfiandi.
Diduga Karomani dkk menerima suap hingga hampir Rp 5 miliar dari orang tua mahasiswa yang diluluskan via jalur mandiri. Penerimaan uang itu dilakukan Karomani melalui sejumlah pihak.
Rinciannya, diterima dari Mualimin selaku dosen yang diminta mengumpulkan uang oleh Karomani senilai Rp 603 juta.
Rp575 juta di antaranya sudah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani.
Kemudian, diterima dari Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila dan M Basri senilai Rp4,4 miliar, dalam bentuk tabungan deposito, emas batangan dan uang tunai.
Sehingga, total uang yang diduga diterima oleh Karomani dkk mencapai Rp5 miliar.