Berita Sumut
Sidang Kerangkeng Manusia, Keluarga Korban Tuntut Restitusi Segera Dibayarkan, Ini Kata PH Terdakwa
Sidang lanjutan perkara kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin kembali digelar di PN Stabat Senin (31/10/2022).
Penulis: Muhammad Anil Rasyid |
TRIBUN-MEDAN.com, LANGKAT - Sidang perkara kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Senin (31/10/2022).
Adapun agenda persidangan berkas perkara masing-masing atasnama terdakwa Dewa Peranginangin/Hendra Surbakti dan Hermanto Sitepu/Iskandar Sembiring, yaitu mendengar jawaban dari penasehat hukum terkait surat permohonan restitusi yang diajukan oleh korban Sarianto Ginting dan Abdul Sidik Isnur alias Bedul melalui LPSK.
Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga.
Baca juga: ANEH, Ketua DPRD Langkat Ngaku tak Tahu Ditanya Kerangkeng Manusia yang Dia Kelola
"Sudah selesai jawabannya penasahet hukum," tanya Ketua Majelis Hakim, Halida Rahardhini.
"Mohon izin yang mulia, secara prinsip ke keluarga klien kami sudah disampaikan, dan tidak ada masalah untuk membayarnya," saut Penasehat Hukum para terdakwa, Mangapul Silalahi.
Kemudian ketua majelis hakim pun bertanya kembali ke penasehat hukum terdakwa, berapa lama lagi memberi jawaban soal tunjangan kematian sebesar Rp 265 juta untuk keluarga korban Sarianto Ginting dan Abdul Sidik Isnur alias Bedul.
"Malam ini kami akan berdiskusi dengan keluarga," ujar Mangapul.
"Berarti kita sidang lagi Rabu (2/11/2022), semoga berhasil. Kalau memang berhasil, silahkan bawa budgetnya. Jika tidak bisa dipenuhi dengan budget Rp 265 juta silahkan koordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Agar JPU juga berkoordinasi dengan LPSK," saut ketua majelis hakim.
Sedangkan itu, ketua majelis hakim juga mengatakan betapa disayangkannya kenapa baru sekarang permohonan restitusi korban itu baru diajukan melalui LPSK.
"Padahal LPSK aktif dari awal sidang, sementara itu terikat dengan masa penahanan," ujar ketua majelis hakim.
Sementara itu, ketua majelis hakim mengultimatum JPU, berhasil tidak berhasil restitusi ini, tanggal 9 November 2022 wajib sudah membaca tuntutan.
"Karena nanti ada pembelaan, di tanggal 23 November 2022 wajib sudah divonis para terdakwa," tutup ketua majelis hakim.
Alhasil, sidang pembacaan permohonan restitusi ditunda, dan kembali digelar pada, Rabu (2/11/2022).
Usai persidangan, Penasehat Hukum para terdakwa, Mangapul Silalahi menegaskan kembali, saat ini masih berunding dengan keluarga kliennya.
Namun pada prinsipnya, akan memberikan hak restitusi tersebut.
"Tapi ada beberapa catatan, saya bisa sebut bisa dikualifikasi, sebenarnya LPSK ini melakukan proses intervensi dalam persidangan ini. Kenapa kalau memang sejak awal para korban ini berada dalam perlindungan, dan menurut peraturan undang-undang LPSK, sejak awal harusnya mereka menyampaikan hak restitusi tersebut," ujar Mangapul.
Baca juga: FAKTA-FAKTA Perbudakan di Kerangkeng Manusia Bupati Langkat Nonaktif Terbongkar di Pengadilan
Selanjutnya Mangapul menambahkan, jika korban ada hak restitusi pemulihan korban, maka terdakwa juga punya hak soal masa penahanan.
"Tapi yang lebih penting daripada itu, ada hal yang sangat mendasari. Katakan lah dalam berkas permohonan atasnama Abdul Sidik Isnur alias Bedul. Siapa sebenarnya berhak mendapat restitusi, tentu keluarga atau ada kuasa yang diberikan keluarga," ujar Mangapul.
"Ini tidak, ada namanya Dewi Safitri, ketika kita konfirmasi ternyata sepupu. Sedangkan bedul, masih punya adik, masih punya bapak. Jadi dia (Dewi) tidak berhak menerima itu," sambungnya.
(cr23/tribun-medan.com)