Viral Medsos
Jamin Wanita Pakai Jilbab, Partai Penguasa Presiden Erdogan Ajukan Aturan, Turki Dilanda Polemik
Pengajuan dari partai yang dipimpin Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tersebut memicu polemik di negara sekuler tersebut.
TRIBUN-MEDAN.COM - Partai berkuasa Turki, AKP (Adalet ve Kalkınma Partisi/Partai Keadilan dan Pembangungan) mengajukan amandemen konstitusi ke parlemen yang menjamin wanita memakai jilbab di tempat kerja dan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengajuan dari partai yang dipimpin Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tersebut memicu polemik di negara sekuler tersebut.
Selain itu, aturan jaminan pemakaian jilbab tersebut juga dinilai bersifat politis karena pemilu digelar enam bulan lagi, sebuah kontestasi yang dinilai panas dan ketat.
Koalisi anggota parlemen konservatif yang dipimpin oleh partai Erdogan mengajukan amandemen konstitusi kepada ketua parlemen setelah mengumpulkan 336 tanda tangan anggota parlemen.
Debat parlemen diperkirakan akan dimulai pada paruh kedua bulan ini dan menjadikan jilbab menjadi isu utama kampanye pemilu mendatang, sebagaimana dilansir AFP, Jumat (9/12/2022).
Dalam pemilu Turki, AKP diprediksi akan bersaing ketat dengan partai CHP (Cumhuriyet Halk Partisi/Partai Rakyat Republik) yang berhaluan lebih sekuler.
CHP merupakan partai lawas yang didirikan bapak Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk.
Selama Erdogan menjabat sebagai perdana menteri dan presiden selam 20 tahun terakhir, dia memimpin Turki ke arah yang lebih konservatif.
Kelompok feminis Turki memandang upaya Erdogan soal jilbab tersebut sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan dari kelompok pinggiran yang paling konservatif.
“Baik larangan sekularis terhadap jilbab dan 'paket demokratisasi' Erdogan yang mencabutnya diluncurkan atas nama emansipasi wanita,” tulis Gonul Tol, Direktur Program Turki Institut Timur Tengah yang berbasis di AS, dalam sebuah laporan online.
“Pada kenyataannya, bagaimanapun, mereka berdua berusaha memaksakan versi wanita ideal mereka sendiri di masyarakat,” ucap Tol.
Dia menambahkan, pencabutan larangan merupakan simbol dari agenda populis Islam Erdogan yang lebih luas.
Salah satu website Turki bernama "Kamu tidak akan pernah berjalan sendiri" ditujukan untuk wanita yang terpaksa memakai jilbab dan sekarang ingin melepasnya.
Di sisi lain, AKP secara terbuka mendukung serangkaian demonstrasi yang mendukung “pertahanan keluarga” dengan mengesampingkan hak-hak LGBTQ.
Hampir semua wanita di aksi unjuk rasa itu tampil bercadar.
CHP memanfaatkan polemik yang muncul dengan menuding AKP menyandera perempuan berhijab untuk bahan kampanye.
Erdogan lantas membela diri atas serangan tersebut.
Ia menegaskan bahwa aturan ini tak akan merugikan orang lain.
“Apakah ada diskriminasi antara perempuan berhijab dan tidak? Tidak!” ujar Erdogan.
Ketika Ataturk membentuk Turki modern pada 1923, jilbab secara bertahap dilarang di sekolah dan kantor.
AKP mulai mengubah hal itu pada 2008, mencabut larangan di universitas, perguruan tinggi, dan kemudian di pegawai negeri sipil, parlemen, dan kepolisian.
Sejarawan Berrin Sonmez mengatakan, wanita Turki sangat memuji pencabutan larangan pemakaian jilbab tersebut.
“Mereka yang memandang jilbab sebagai simbol agama yang bertentangan dengan prinsip sekularisme harus memahami bahwa (pemikiran mereka) diskriminatif,” kata Sonmez.
“Dilarang atau wajib, jilbab melanggar hak perempuan jika aturan memakainya diberlakukan oleh negara,” imbuh Sonmez.
Dengan tidak adanya penelitian yang lebih baru, dia mengutip survei tahun 2012 yang menunjukkan 65 persen wanita Turki mengenakan jilbab.
Dia memperkirakan, setengah dari wanita Turki memakai jilbab hari ini.
(*/tribun-medan.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Erdogan Ajukan Aturan Jamin Wanita Pakai Jilbab, Turkiye Dilanda Polemik"
