Viral Medsos

Kasus Minyak Goreng Korban Politik, Jaksa Keliru Menafsirkan Aturan soal Domestic Market Obligation

Pierre Togar Sitanggang menganggap negara melarang perusahaan membangun jaringan dari hulu hingga hilir, karena akan memicu oligopoli.

Editor: AbdiTumanggor
KOMPAS.com/Syakirun Ni'am
Empat terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah yakni (dari kanan) Lin Che Wei, Indra Sari Wisnu Wardhana, Stanley MA, dan Pierre Togar Sitanggang menunggu sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Piana Korupsi, Jakarta Pusat dibuka, Rabu (31/8/2022). (KOMPAS.com/Syakirun Ni'am) 

TRIBUN-MEDAN.COM -  Terdakwa Kasus Minyak Goreng (Migor) Tolak Tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Pierre Togar Sitanggang, mantan General Manager (GM) Bagian General Affair,PT Musim Mas menegaskan bahwa Persetujuan Ekspor (PE) minyak sawit mentah yang diberikan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag), diperoleh melalui prosedur yang ada.

Dia menolak pendapat Jaksa yang menganggap PE yang diterima pihaknya, diperoleh melalui cara-cara yang tidak sesuai aturan.

Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 2 tahun 2022, Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 8 Tahun 2022, serta Perdirjendaglu No. 2/2022, PE bisa didapatkan antara lain setelah perusahaan mengalokasikan sebagian minyak goreng untuk kepentingan masyarakat Indonesia, atau Domestic Market Obligation (DMO).

Pierre Togar Sitanggang menegaskan, PE diperoleh karena pihaknya sudah memenuhi hal tersebut.

"Dengan demikian, menjadi jelas dan terang bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan mengenai pembatasan ekspor yang dilanggar dalam permohonan dan penerbitan PE untuk Musim Mas Group, dan tidak ada perbuatan terdakwa yang terbukti menghalang-halangi pemerintah, dalam mengendalikan persediaan barang kebutuhan pokok," menurut Pierre Togar Sitanggang seperti dikutip dari pledoinya.

Kebijakan DMO ditetapkan awal tahun 2022, sebagai langkah untuk menanggulangi krisis minyak goreng. Namun Jaksa menganggap perusahaan-perusahaan yang mengajukan PE, yang saat ini sejumlah petingginya terjerat kasus minyak goreng, telah menyampaikan laporan yang tidak akurat.

Perusahaan-perusahaan tersebut berhasil melakukan ekspor, sementara di dalam negeri krisis minyak goreng terus berlangsung.

Jaksa menganggap perusahaan-perusahaan yang memperoleh PE namun sebelumnya sempat menyampaikan laporan yang tidak akurat, telah memperparah krisis minyak goreng di dalam negeri. Alhasil pemerintah menggelontorkan program Bantuan Tunai Langsung (BLT), yang totalnya mencapai lebih dari Rp 6 Triliun.

Dalam pledoinya, Pierre Togar Sitanggang menyampaikan bahwa Jaksa telah keliru menafsirkan aturan soal DMO.

Dia menegaskan bahwa aturan soal DMO, tidak mewajibkan perusahaan untuk mendistribusikan minyak goreng sampai ke pengecer terakhir.

Maka anggapan Jaksa bahwa PT. Musim Mas tidak memenuhi syarat DMO namun tetap bisa memperoleh PE, adalah anggapan yang tidak patut.

PT. Musim Mas menurutnya sudah mendistribusikan minyak goreng, yang jumlahnya sudah dilaporkan ke Kemendag sebagai salah satu syarat memperoleh PE. Distribusi dilakukan hingga tingkat distributor pertama.

Hal tersebut antara lain dikarenakan pihaknya tidak memiliki jaringan yang bisa mengatur distribusi minyak hingga ke pengecer terakhir.

Pierre Togar Sitanggang menganggap negara melarang perusahaan membangun jaringan dari hulu hingga hilir, karena akan memicu oligopoli.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved