Breaking News

Kasus Penggelapan Pajak

Bripka Arfan Saragih Tewas Setelah Diancam Kapolres Samosir, Istri: Kapolres Tidak Takut Jenderal

Jenni Simorangkir, istri mendiang Bripka Arfan Saragih mengatakan suaminya mengaku sempat diancam Kapolres Samosir sebelum tewas

|
Penulis: Fredy Santoso | Editor: Array A Argus

TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Bripka Arfan Saragih, anggota Sat Lantas Polres Samosir yang dituduh melakukan penggelapan pajak kendaraan warga mengaku sempat diancam oleh Kapolres Samosir, AKBP Yogie Hardiman sebelum ditemukan tewas.

Pengancaman Kapolres Samosir diungkap Bripka Arfan Saragih kepada sang istri bernama Jenni Simorangkir.

Kata Jenni, dugaan pengancaman sebelum suaminya ditemukan tewas terjadi pada 23 Januari 2023 lalu.

Saat itu, kata Jenni, suaminya mengaku dipanggil Kapolres Samosir, AKBP Yogie Hardiman.

Ketika dipanggil oleh AKBP Yogie Hardiman, Kapolres Samosir itu mengatakan dirinya tidak takut dengan jenderal bintang satu, ataupun jenderal bintang dua.

Baca juga: TERKUAK, Istri Bripka Arfan Saragih Bilang Suami Curhat Diancam Kapolres Samosir, HP Disita Atasan

Baca juga: Suami Minum Racun, Polda Sumut Dalami Laporan Istri Mendiang Bripka Arfan Saragih

Bahkan, Yogie menantang dirinya berani menghadapi jenderal bintang satu dan bintang dua.

Yogie mengaku dirinya hanya takut dengan jenderal bintang tiga. 

"Tanggal 23 (Januari 2023) setelah apel, katanya bapak Kapolres menyita handphonenya. Dan bapak Kapolres bilang tidak takut dengan bintang satu dan bintang dua, kalau bintang tiga, barulah dia takut," kata Jenni menirukan ucapan mendiang suaminya Bripka Arfan Saragih, Selasa (21/3/2023).

Tak cuma menantang, AKBP Yogie Hardiman juga disebut berulang kali menyatakan akan membuat sengsara keluarga Bripka Arfan Saragih.

Bahkan, ancaman inilah yang sedang dirasakan Jenni Simorangkir dan kedua anaknya.

Baca juga: Polres Samosir Temukan Bukti, Bripka Arfan Saragih Beli Sianida Lewat Toko Online

Dia merasa pernyataan Kapolres Samosir itu terbukti saat ini. 

"Jadi almarhum bilang, benar apa yang dikatakan bapak Kapolres 'kubuat anak dan istrimu menderita," ucap Jenni.

Hingga saat ini, baik keluarga almarhum dan Jenni merasa janggal jika Bripka Arfan Saragih tewas bunuh diri minum racun sianida.

Padahal, kata Jenni, suaminya sudah membayar kerugian pajak yang digelapkan berkisar Rp 650 juta atau Rp 700 juta.

Uang itu mereka peroleh setelah menjual rumah yang ada di Kabupaten Samosir. 

"Almarhum dikatakan punya masalah, tetapi dia tidak mengatakan pajak. Dia mengatakan Kapolres menyuruh mencari uang Rp 400 juta untuk membayar. Jadi kami menjual rumah kepada namboru saya," ungkapnya.

Baca juga: Korban Penggelapan Pajak Bripka Arfan Saragih Kesal, Kini Harus Bayar Pajak Lagi beserta Dendanya

Sementara itu, Kapolres Samsoir, AKBP Yogie Hardiman, sempat mengklaim bahwa Bripka Arfan Saragih meninggal dunia karena minum racun sianida.

Kasat Reskrim Polres Samosir, AKP Natar Sibarani kemudian juga mengklaim bahwa pihaknya menemukan resi pengiriman racun sianida yang disebut telah dipesan Bripka Arfan Saragih.

Bripka Arfan Saragih, kata polisi, memesan racun sianida itu lewat selularnya.

Namun, keterangan itu dibantah kuasa hukum keluarga korban, Fridolin Siahaan.

Kata Fridolin, ada kejanggalan yang disampaikan polisi mengenai pemesanan racun sianida tersebut.

Baca juga: Ada Bekas Luka Benda Tumpul di Kepala Bripka Arfan Saragih, Keluarga Yakin Anaknya Dibunuh

Sebab, kata Fridolin, bagaimana mungkin Bripka Arfan Saragih bisa memesan racun sianida lewat handphonenya, sementara alat komunikasi korban disita oleh Kapolres Samosir pada 23 Januari 2023, di hari dimana korban katanya memesan racun tersebut.

"Jadi kami di sini juga minta pendalaman siapa yang memesan itu (racun sianida), karena HP tersebut telah disita oleh Kapolres tanpa sebab dan tanpa alasan, tanpa ada surat penyitaan dan lainnya," kata Fridolin.

Dia mengatakan, berdasarkan keterangan Kapolres Samosir dalam konfrensi pers di hadapan awak media, katanya racun sianida itu dipesan secara online dari Bogor, Jawa Barat.

Kemudian racun itu tiba pada tanggal 30 Januari, atau 7 hari setelah pemesanan.

Bahkan, racun itu sampai ke UPT Samsat Pangururan sekira pukul 21.49 WIB.

Yang jadi pertanyaan, jika racun tiba pada malam hari, siapa yang menerima racun tersebut.

Sementara kantor UPT Samsat Pangururan sudah tutup pada jam tersebut.

Bahkan, sudah tidak ada orang lagi di kantor pelayanan publik tersebut. 

"Hasil tracking kami berdasarkan nomor resi barang itu diterima di kantor Samsat Pangururan. Itu juga kami pertanyakan. Apakah kantor tersebut buka sampai malam kan begitu," tanyanya.

Kejanggalan lainnya ketika Kapolres Samosir, AKBP Yogie menyampaikan di dalam keterangan pers 14 Maret lalu, kalau racun tidak diketahui darimana.

Sedangkan tim digital forensik menemukan riwayat pencarian google pencarian racun.

Kemudian karena merasa janggal, keluarga mendesak agar polisi membuktikan kalau racun sianida merupakan milik Bripka Arfan Saragih dengan mengirim bukti pesanan online.

Sampai akhirnya pada 20 Maret 2023, muncullah pernyataan kalau racun dibeli dari Bogor melalui handphone almarhum.

Selanjutnya kecurigaan bekas luka memar yang dialami.

Keluarga sempat melihat sejumlah luka tak wajar.

"Ketika kami desak, akhirnya tanggal 20 Maret 2023, hari Senin mereka membuat keterangan bahwasanya sianida berasal dari toko online yang dipesan almarhum," kata Fridolin.

Tidak sampai di situ, kejanggalan lain adalah soal masalah tudingan Bripka Arfan Saragih yang minum racun sianida, padahal sudah bayar separuh uang yang dia gelapkan. 

Pihak keluarga tak yakin, bahwa Bripka Arfan Saragih bunuh diri.

Mereka curiga, bahwa Bripka Arfan Saragih sengaja dihabisi dan dijadikan tumbal, atas bobroknya Samsat Samosir, khususnya dalam hal permainan pajak kendaraan. 

"Sebelum dia meninggal, dia pernah mengatakan kepada istrinya, kalau dia sudah capek ditekan tekan mengenai kasus pajak itu. Dan dia bilang kalau dia akan membongkar sindikat penggelapan pajak di Samsat Samosir," kata Tasman Sipayung, kerabat Bripka Arfan Saragih, Kamis (16/3/2023).

Mendengar pengakuan itu, istri Bripka Arfan Saragih, Jeni Simorangkir sempat meminta suaminya mengurungkan niat tersebut.

Jeni khawatir suaminya akan celaka.

Baca juga: Bripka Arfan Saragih Minum Racun Sianida Usai Gelapkan Pajak Rp 2,5 Miliar di Samosir

Baca juga: Gegara Tiga Kotak Bika Ambon, Penumpang Ngamuk Diminta Rp 2 Juta oleh Petugas di Bandara Kualanamu

Sebab, yang akan dihadapi adalah mereka yang punya kekuasaan. 

"Istrinya saat itu melarang karena takut juga," kata Tasman.

Tasman mengatakan, yang membuat keluarga tidak yakin korban bunuh diri lantaran yang bersangkutan sudah melunasi sebagian uang yang telah digelapkan.

Menurut Tasman, ada Rp 650 juta uang yang sudah dikembalikan Bripka Arfan Saragih.

Jika dihitung-hitung, sisa uang yang harus dikembalikan Bripka Arfan Saragih tinggal Rp 80 juta lagi.

"Kalau mau bunuh diri, kenapa setelah bayar Rp 650 juta. Kenapa sebelum itu tidak dibayarkan," kata Tasman. 

Keluarga menduga, dengan meninggalnya Bripka Arfan Saragih, ada pihak tertentu yang ingin melimpahkan semua kesalahan ini pada mendiang. 

Dengan tewasnya mendiang, maka kasus ini akan sulit terungkap.

Sebab, Bripka Arfan Saragih ini yang tahu siapa-siapa aja pihak yang diduga terlibat dalam menilap keuangan negara tersebut. 

"Kami keluarga sudah bayar, bahkan rumah Arfan itu yang ada di Samosir sudah dijual untuk bayar kerugian. Kami keluarga juga gotong royong membantu. Tapi kami lihat dengan meninggalnya Arfan, semua masalah mau dilimpahkan sama dia sendiri," kata Tasman.(cr25/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved