Berita Viral

Kasus KDRT di Depok Di-hold, Kapolda Metro Jaya Berencana Pertemukan Pasutri yang Terlibat Kekerasan

Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto mengungkap penyebab kasus KDRT yang dialami istri berinisial PB di Depok, Jawa Barat, menjadi polemik.

Penulis: Liska Rahayu | Editor: Liska Rahayu
HO
Kasus KDRT di Depok Di-hold, Kapolda Metro Jaya Berencana Pertemukan Pasutri yang Terlibat Kekerasan 

Untuk informasi, viralnya kasus ini tak lepas dari status PB yang kini menjadi tersangka usai menjadi korban KDRT.

Namun usut punya usut, polisi mengatakan PB juga melakukan tindakan kekerasan terhadap BI dengan meremas alat vitalnya sampai terluka parah hingga harus menjalani tindakan operasi.

Penetapan tersangka terhadap PB juga berdasarkan dari keterangan para ahli, yang menyatakan tindakan PB memenuhi unsur pidana.

Saat ini, kasus KDRT tersebut ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak(PPA) Satreskrim Polres Metro Depok.

Aktivis Perempuan Nilai Penanganannya Kasus KDRT Ini tak Tepat

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami PB hingga kini masih terus menjadi perhatian netizen.

Tak hanya itu, Menkopolhukam Mahfud MD pun memberikan atensi atas kasus ini.

Aktivis perempuan Siti Mazuma pun menganggap penanganan yang dilakukan kepolisian terhadap kasus ini pun dinilai kurang tepat.

Siti Mazuma menilai polisi harus menindaklanjuti laporan PB terlebih dulu karena korban yang melapor lebih awal, sebelum melibatkan keadilan restoratif.

"Ada pelaporan terlebih dulu dari istri, jadi itu yang ditangani dulu harusnya," jelas Siti dikutip dari Harian Kompas, Jumat (26/5/2023).

"Polisi harus mendalami dulu lewat visum, ada perlukaan itu karena apa. Lalu, apakah ada ancaman, intimidasi, atau niatan dari terlapor. Hasil penyelidikan itu akan menjawab apakah diperlukan restorative justice, tentunya sesuai keinginan korban," lanjut Siti.

Namun, Siti mencatat, polisi malah menunjukkan respons cepat pada laporan kedua dari suami.

Kepolisian berupaya mengupayakan restorative justice yang menunjukkan bahwa penegak hukum dalam kasus ini belum sepenuhnya mendukung korban KDRT.

Siti mengungkapkan kejadian seperti ini bukan hal yang pertama  terjadi bagi korban KDRT, terutama perempuan.

"Kejadian seperti ini sudah sering. Korban KDRT melapor, tetapi lama diproses karena banyak alasan, kurang bukti, dan sebagainya. Kalau laki-laki yang melaporkan baru cepat," ungkap Siti.

"Padahal, perlindungan hak korban KDRT sudah jelas dalam UU PKDRT (Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga)," ujarnya.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved