Berita Medan
AJI, PFI dan IJTI Minta Hakim Objektif dalam Sidang Kasus Pengancaman Jurnalis
Para saksi dan korban yang hadir senada mengatakan, bahwa Rakesh mengancam dan menghalang-halangi tugas jurnalis
TRIBUN-MEDAN.com,MEDAN- Jai Sangker alias Rakesh (29), preman yang mengancam bunuh jurnalis didakwa Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Dalam persidangan di PN Medan, para saksi dan korban mengatakan, bahwa Rakesh mengancam dan menghalang-halangi tugas jurnalis.
"Rakesh sempat ingin merampas kamera jurnalis, serta ingin menghapus rekaman pra rekontruksi kasus penganiayaan yang melibatkan dua Anggota DPRD Medan," kata Dony Admiral, jurnalis TV yang juga saksi mata di lokasi kejadian, Selasa (13/6/2023).
 
Namun, aksi tersebut gagal dilakukan, karena awak media melakukan perlawanan. Saat itu, terdakwa turut menendang wartawan bernama Suyanto.
Terdakwa juga mengancam Alfiansyah dan Goklas Wesly, dua wartawan media online yang tengah melakukan peliputan.
AJI, PFI, IJTI Tak Pernah Berdamai
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumut menegaskan tidak pernah berdamai dengan terdakwa.
Hal ini disampaikan guna membantah isu yang beredar soal perdamaian dengan para jurnalis korban pengancaman dan perintanngan.
Menurut Ketua AJI Medan, Cristison Sondang Pane, pihaknya berkomitmen mendorong dan mengawal kasus ini hingga tuntas.
AJI Medan secara kelembagaan, kata Tison, tidak pernah punya niat melakukan perdamaian.
“Kami sepakat bahwa kasus ini harus tuntas dan pelakunya dihukum sesuai perbuatannya,” tegas Tison.
Lanjutnya, kalaupun ada dari saksi korban yang mengaku sudah berdamai dengan terdakwa, itu bersifat pribadi, bukan secara kelembagaan.
Yang pasti, sambungnya, para korban, Alfiansyah dan Goklas Wesly tidak pernah punya niatan untuk berdamai.
AJI Medan berkomitmen mengawal kasus ini hingga jatuh putusan kurungan.
Sementara itu, Ketua Divisi Advokasi AJI Medan, Array A Argus meminta majelis hakim yang menangani perkara ini agar objektif.
Kalaupun ada diantara korban yang mengaku sudah berdamai, itu sifatnya pribadi, bukan secara kelembagaan.
“Hakim harus tahu, bahwa pelapor dalam kasus ini lebih dari satu orang. Kalaupun ada diantara korban yang mengaku sudah berdamai, bukan berarti semua korban menyepakati hal itu,” kata Array.
Ia menegaskan, hakim harus menjatuhkan sanksi yang setimpal terhadap Rakesh.
Array meminta agar Hakim menjatuhkan hukuman sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
“Pasal ini harus menjadi acuan bagi hakim dalam memberikan vonis kedepan, selain pasal pengancaman bunuh,” tegas Array.
Koordinator Divisi Advokasi dan Hukum PFI Medan Prayugo mengatakan, putusan hakim yang berkeadilan akan menjadi catatan baik bagi pengekan hukum dalam kasus kekerasan terhadap jurnalistik.
Aliansi, kata Yugo, akan tetap mengawal kasus ini demi keadilan terhadap jurnalis yang menjadi korban.
“Jaksa harus berani memberikan penuntutan dan berpedoman pada Undang-undang Pers. Jika diputus bersalah, kasus ini akan menjadi yurisprudensi ke depan. Sebagai langkah tegas, agar tidak ada lagi yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis,” katanya.
Sementara itu, Ketua Pengda IJTI Sumut, Tuti Alawiyah menegaskan bahwa jika ada korban yang mengaku-ngaku sudah damai, itu bersifat individu.
"Kalau ada korban yang berdamai, itu bukan representasi maupun mewakili dari para korban yang diintimidasi. Dalam kasus ini jelas-jelas yang dilanggar UU Pers, pasal lex spesialis," ucap Tuti.
 
Jai Sanker alias Rakes yang diadili dalam perkara pengancaman kepada Jurnalis, mengaku disuruh oknum polisi.
Hal itu disampaikan terdakwa kepada Majelis hakim yang diketuai Asad Rahim Lubis dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (13/6/2023).
"Saya datang karena adik saya jadi saksi pra rekontruksi yang mulia. Jadi saya datang kesitu, gak lama mereka baru datang menjumpai saya," kata terdakwa Jai Sanker menjawab pertanyaan hakim.
Lantas, hakim pun kembali menanyakan kepada terdakwa, mengapa terdakwa menghalang-halangi pekerjaan para saksi yang berprofesi sebagai wartawan.
"Ada seorang polisi menyuruh saya untuk mengamankan jalan karena macet," jawab terdakwa.
"Kenapa gak polisinya yang ngatur jalan? Itu kan tugas dia bukan tugas kamu," timpal hakim.
"Itu dia pak, saya salah juga yang mulia," jawab terdakwa lagi.
Diketahui, dalam pengancaman tersebut, terdakwa Jai Sanker mengaku dirinya merupakan bagian dari organisasi masyarakat yakni AMPI.
Majelis hakim pun menanyakan hal tersebut kepada terdakwa apakah benar ia masuk dalam bagian organisasi AMPI.
"Kamu memang orang AMPI?," tanya hakim.
"Saya anggota AMPI yang mulia," jawabnya.
Mendengar keterangan terdakwa, hakim kembali menanyakan apakah terdakwa menyesali perbuatannya.
"Menyesal kamu tidak?," kata Hakim.
"Menyesal atas perbuatan ini yang mulia," ucapnya.
"Lain kali agak sabar sikit, walaupun kita badan gede hati hello kitty sikit," cecar hakim.
 
Usai mendengar keterangan para saksi dan keterangan terdakwa, Majelis hakim pun menunda persidangan hingga pekan depan dalam agenda tuntutan.
Sebelumnya, dalam dakwaanya, JPU Septian mengatakan perkara tersebut bermula pada hari pada hari Senin tanggal 27 Februari 2023 Saksi Suriyanto bekerja sebagai Wartawan mendapatkan informasi tentang prarekontruksi yang digelar oleh Polrestabes Medan di Jalan Abdulah Lubis Kelurahan Babura tepatnya di pinggir Jalan depan Hive 5.
"Selanjutnya Saksi Suriyanto pergi menuju ke lokasi tempat prarekontruksi, dimana di tempat lokasi prarekontruksi yang digelar oleh Polrestabes Medan juga datang Saksi Goklas Wiesly, Saksi Bahana Syah Alam Situmorang, Saksi Alfiansyah, saksi Donny Atmiral dan saksi Tuti Alawiyah Lubis," kata JPU.
Kemudian Saksi Suriyanto setelah tiba lokasi tempat prarekontruksi, ia hendak akan melakukan kegiatan jurnalistik, mengambil video sekaligus meliput kegiatan prarekontruksi yang digelar oleh Polrestabes Medan, kemudian tidak lama datang Terdakwa Jai Sanker yang pada saat itu memperkenalkan diri bernama Rakes menghampiri Saksi Suriyanto dan teman - temannya.
Terdakwa Jai Sanker berkata bang gak boleh rekam- rekam disini lalu saksi Alfiansyah menjawab kenapa kami tidak boleh merekam, emang abang siapa, kami jurnalis dan kami mau meliput, kemudian Terdakwa Jai Sanker mengatakan abang gak kenal aku siapa? yang dijawab saksi Alfiansyah kenapa emangnya bang, aku mau meliput aja ini.
"Selanjutnya Saksi Bahana Syah Alam Situmorang mengeluarkan Handphone hendak merekam, yang mana kemudian teman Terdakwa Jai Sanker sambil menunjuk kearah Saksi Bahana Syah Alam Situmorang berkata mau ngapain abang, jangan abang rekam-rekam ini, kemudian terjadi cekcok mulut antara Saksi Alfiansyah dengan Terdakwa Jai Sanker," ucap Jaksa.
Kemudian Terdakwa Jai Sanker berkata aku kenal sama orang PWI, abang tanya saja ke dia siapa aku, lalu saksi alfiansyah menjawab, iya nya bang kami mau meliput ajanya ini, kemudian Terdakwa Jai Sanker berkata gak bisa,gak bisa. Gak bisa berkali-kali.
"Selanjutnya Saksi Bahana Syah Alam Situmorang berkata bang kami disini mau meliput, jangan abang halang-halangi, kemudian Terdakwa Jai Sanker berkata gak bisa bang, kemudian Saksi Bahana Syah Alam Situmorang mengatakan emang abang siapa yang dijawab Terdakwa Jai Sanker aku Rakes dari AMPI, selanjutnya Terdakwa Jai Sanker mendorong badan Saksi Bahana Syah Alam Situmorang sambil berkata sini kau sini kau," katanya.
Kemudian Terdakwa Jai Sanker menepis Handphone Saksi Bahana yang pada saat itu sedang merekam hingga Handphone Saksi Bahana Syah Alam Situmorang terjatuh, yang mana pada saat itu saksi Suriyanto merekam kejadian tersebut, kemudian Terdakwa Jai Sanker mengatakan kepada saksi Suriyanto jangan kau rekam-rekam ya sambil mendekati saksi Suriyanto dan tiba-tiba Terdakwa Jai Sanker menendang paha Saksi Suriyanto.
Selanjutnya datang polisi dan melerai kejadian tersebut, dan pada saat polisi menjauhkan terdakwa Jai Sanker, terdakwa Jai Sanker mengatakan hapus video itu, kumatikan nanti kalian yang dijawab saksi Saksi Bahana kok kayak gitu abang bilang dimana Terdakwa Jai Sanker menjawab kalian tunggu disini, sudah aku telpon anggota mau datang kemari.
Kemudian setelah dilerai oleh Polisi, terdakwa Jai Sanker pergi meninggalkan tempat kejadian dan akibat perbuatan terdakwa Jai Sanker menyebabkan kegiatan Jurnalistik yang dilakukan oleh Saksi Suriyanto terhambat, terhalang dan terhenti dan saksi Suriyanto merasa ketakutan dan terancam atas perbuatan Terdakwa Jai Sanker
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers dakwaan primer, dakwaan subsidair pasal 335 ayat 1 KUHPidana," tegas JPU.(cr28/tribun-medan.com
(cr28/tribun-medan.com)


 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
												      	 
												      	 
												      	![[FULL] Ulah Israel Buat Gencatan Senjata Gaza Rapuh, Pakar Desak AS: Trump Harus Menekan Netanyahu](https://img.youtube.com/vi/BwX4ebwTZ84/mqdefault.jpg) 
				
			 
											 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.