Breaking News

Prajurit TNI Datangi Polrestabes Medan

BREAKING NEWS: Panglima TNI Perintahkan Puspom Periksa Prajurit yang Geruduk Polrestabes Medan

Pemeriksaan Mayor Dedi Hasibuan ini dibenarkan oleh Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) I/Bukit Barisan Kolonel Inf Rico J Siagian.

|
Editor: AbdiTumanggor
Tangkapan Layar Video
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memerintahkan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Laksda Agung Handoko turun tangan memeriksa para prajurit yang mendatangi Polrestabes Medan. Hal itu kata Yudo di Markas Komando Paspampres, Jalan Tanah Abang II Nomor 6, Jakarta Pusat, Senin (7/8/2023). (Tangkapan Video Live Tribunnews) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Mayor Dedi Hasibuan anggota Kumdam I/Bukit Barisan tengah menjalani pemeriksaan di Sintel I/BB. Saat ini Asintel Kasdam I/BB dijabat oleh Kolonel Inf. Robianto Gadji, S.I.P.

Pemeriksaan Mayor Dedi Hasibuan ini dibenarkan oleh Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) I/Bukit Barisan Kolonel Inf Rico J Siagian.

Menurut Rico, pemeriksaan Mayor Dedi Hasibuan dilakukan oleh Seksi Intelijen Kodam I/Bukit Barisan. 

"Untuk saat ini dimintai keterangan dari Mayor Dedi dan pimpinannya. Diperiksa Sintel Kodam," kata Kolonel Inf Rico J Siagian, Senin (7/8/2023) kepada Tribun.

Kolonel Rico mengatakan, setelah memeriksa Mayor Dedi Hasibuan, Intelijen Kodam I/Bukit Barisan akan segera memeriksa para personel yang menggeruduk Polrestabes Medan.

"Untuk personel yang lain menyusul. Pemeriksaan sesuai keterangan awal dari Mayor Dedi dan pimpinannya," kata Rico.

Perintah Panglima TNI

Terbaru, dikutip dari siaran langsung Tribunnews.com, Senin (7/7/2023) sore, Panglima TNI Laksamana Yudo mengaku telah memerintahkan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Laksda Agung Handoko turun tangan memeriksa para prajurit yang mendatangi Polrestabes Medan.

"Ya, itu kemarin saya sudah perintahkan Danpom TNI, langsung diperiksa," kata Yudo.

Yudo menegaskan, pemeriksaan tersebut untuk mendalami duduk perkara hingga sejumlah prajurit berdinas lengkap tersebut mendatangi Satreskrim Mapolrestabes Medan, pada Sabtu kemarin.

Yudo juga mengatakan bahwa tindakan para prajurit tersebut kurang etis.

"Ya, saya kira kurang etis prajurit TNI seperti itu," ujar Yudo.

"Sudah saya perintahkan, nanti akan kita periksa mereka yang melakukan, yang ke polres itu akan kita periksa dulu, apa masalahnya dan mungkin kemarin kan sudah bukti awal bahwa mereka melakukan itu," pungkas Yudo.

Baca juga: INILAH 7 Jenderal TNI yang Bertugas di Kodam I Bukit Barisan, Satu Mayjen/Pangdam dan 6 Brigjen

Menjadi Sorotan Publik

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani meminta Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono merespon kasus penggerudukan yang dilakukan Mayor Dani Hasibuan, anggota Kumdam I/Bukit Barisan ke Polrestabes Medan.

Menurut Arsul, tindakan penggerudukan yang dilakukan sekelompok anggota TNI itu semestinya tidak patut terjadi.  

"Apa yang viral tersebut mengesankan bahwa prosedur yang baku atau lazim tidak diikuti, apalagi ketika masalahnya menyangkut warga sipil dan kemudian ada perwira TNI aktif yang turun bertindak seolah-olah sebagai penasehat hukumnya," kata Arsul, Senin (7/8/2023).

Arsul mengatakan, anggota TNI harus memahami prosedur penanganan hukum sebagaimana yang ada dalam KUHAP. 

"Harus dipahami oleh siapa pun bahwa proses hukum pidana itu ada aturan hukumnya di KUHAP dan ada praktek hukumnya yang sudah diakui dan berjalan. Ini harus dipahami oleh siapa pun termasuk teman-teman TNI kita," ujarnya lagi.

Apa yang dilakukan Mayor Dedi Hasibuan, lanjutnya, bisa merusak citra TNI. 

"Padahal TNI saat ini merupakan institusi yang tingkat kepercayaannya dari publik sangat tinggi," ujarnya.

Arsul berpandangan, tindakan ini sama dengan mencoba menghalangi proses hukum yang sedang berjalan terhadap seorang tersangka di Polrestabes Medan.

Selain itu, menurutnya, sejumlah kalangan masyarakat sipil juga menilai bahwa kejadian tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk intervensi terhadap proses hukum yang sedang dijalankan oleh Polri.

Baca juga: DPR RI Soroti Kasus Puluhan TNI Geruduk Polrestabes Medan, Minta Tanggapan Panglima TNI

Hal yang Memalukan

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut menyebut bahwa dugaan tindakan intervensi yang dilakukan Mayor Dedi Hasibuan merupakan sikap yang memalukan. Hal itu disampaikan Koordinator KontraS Sumut, Rahmat Muhammad.

Menurut Rahmat, mestinya aparat TNI tidak boleh mengintervensi penegakan hukum yang dilakukan pihak kepolisian. 

"Memalukan melihat kelakuan sejumlah oknum TNI Kodam I/Bukit Barisan yang menggeruduk Polrestabes Medan ini. Situasi ini menunjukan jika persoalan kewenangan penegakan hukum oleh institusi kepolisian tidak dimengerti oleh Mayor Dedi Hasibuan," kata Rahmat, Senin (7/8/2023).

Ia mengatakan, kekuatan TNI ibukan untuk turut andil dalam penegakan hukum dengan dalih koordinasi, apalagi datang dengan cara beramai-ramai menggeruduk kantor kepolisian.

"Dengan main seruduk seperti itu, itukan buat malu insitusi TNI saja. Mayor Dedi Hasibuan inikan katanya seorang penasihat hukum Kodam BB. Kalau main seruduk gitukan, seolah dia datang ke Polrestabes Medan itu buta akan mekanisme hukum yang ada di tubuh kepolisian," tambahnya.

Menurut Rahmat, penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan terhadap pelaku ARH adalah upaya paksa berdasarkan kewenangan penyidik, dengan dalih dua alat bukti yang cukup.

Kemudian, penyidik juga memiliki penilaiannya sendiri apakah tersangka ini dapat ditahan, karena diduga berpotensi menghilangkan barang bukti dan melarikan diri.

"Hormati sajalah mekanisme hukum yang ada, kalau keberatan atas proses hukum di kepolisian silahkan Prapid, tugas praperadilan itukan untuk memeriksa kelengkapan administratif dari sebuah tindakan upaya paksa, dan sebagai ruang koreksi jika ada maladministrasi dari tugas penyedikan," ujarnya.

Lanjut Rahmat, selain itu, perkara yang sedang ditangani oleh polisi merupakan kasus dugaan mafia tanah yang melibatkan ARH yang disebut-sebut merupakan saudara dari Mayor Dedi Hasibuan.

"Seharusnya TNI sama-sama dengan polisi bersepakat untuk tidak berkompromi dengan masalah ini. Masalah tanah di Sumut ini memang menjadi persoalan. Apalagi ketika mafia-mafia tanah diduga bermain dengan dukungan kekuatan finansial dan berkompromi dan dukungan kekuasaan jabatan," bebernya.

Rahmat menyampaikan, jangan sampai dari situasi kasus ini publik berprepsi bahwa di balik seorang mafia tanah ada peran atau bekingan kekuatan jabatan di belakangnya.

"Jadi masyarakat mengira bahwa ternyata mereka-mereka yang bermain sebagai mafia tanah sulit untuk di proses hukum karena ada bekingan," katanya.

Rahmat selaku Koordinator KontraS Sumut menegaskan bahwa proses hukum harus dijunjung tinggi dan tidak boleh diintervensi oleh siapapun dengan tujuan apapun.

"Kasus ini harus dijadikan perhatian serius oleh Kodam Bukit BB. Kodam Bukit BB harus meminta maaf kepada publik, terutama kepada Polrestabes Medan atas kesalahan anggotanya," ujarnya. 

"Selain itu Kapolrestabes Medan dan Kasat Reskrim harus tegas dan tidak takut apapun untuk menyelesaikan penegakan hukum, jangan sampai kasus dugaan mafia tanah ARH itu masuk angin karena kejadian kemarin," pungkasnya.

Baca juga: Debat Panas Kompol Fathir - Mayor Dedi Hasibuan, Akhirnya Tersangka Dugaan Mafia Tanah Dibebaskan

Minta Puspom TNI Bergerak

Sementara, Politisi PDI Perjuangan Sumut, Sutrisno Pangaribuan mendesak Puspom Mabes TNI memproses hukum semua prajurit Kodam I/Bukit Barisan yang mengintervensi Polrestabes Medan dalam penanganan kasus terduga mafia tanah Ahmad Rosyid Hasibuan.

Menurut Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) ini, tindakan prajurit Kodam I/Bukit Barisan yang mendatangi Polrestabes Medan untuk menjemput paksa terduga mafia tanah tidak dapat dibenarkan.

Kata Sutrisno, tindakan yang dilakukan prajurit Kumdam I/Bukit Barisan itu menunjukkan sikap kesewenang-wenangan. 

"Puspom Mabes TNI diminta segera melakukan proses hukum terhadap semua prajurit TNI yang mendatangi Mapolrestabes Medan. Tindakan atas nama Kumdam I/BB melakukan intervensi institusi tidak dibenarkan," kata Sutrisno Pangaribuan, dalam siaran persnya yang diterima tribun-medan.com, Senin (7/8/2023).

Pria yang pernah menjadi Tim Sukses Jokowi 2014 & 2019 itu menegaskan, bahwa proses hukum masyarakat sipil tidak dibenarkan dicampuri oleh TNI, sekalipun itu keluarga, baik anak, istri, apalagi saudara.

"Hukum militer hanya berlaku bagi prajurit TNI, tidak bagi keluarga. Tindakan mendatangi Mapolrestabes Medan dengan menggunakan seragam loreng TNI bukan tindakan biasa, namun merupakan tindakan "intimidasi institusi" seperti yang dipertontonkan Puspom TNI saat mendatangi KPK," kata Sutrisno.

Mantan anggota DPRD Sumut ini menegaskan, dalam hal terjadinya dugaan tindak pidana umum, tidak dibenarkan keterlibatan Kepala Hukum Kodam I BB mengeluarkan surat yang dapat mempengaruhi proses hukum umum.

"Maka Puspom Mabes TNI harus segera melakukan proses hukum terhadap semua prajurit TNI yang terlibat dalam "aksi koboi" di Mapolrestabes Medan. Bahkan jika ada masalah hukum antar institusi, maka pimpinan TNI dan Polri harus melakukan koordinasi, bukan main aksi koboi," kata Sutrisno.

Ia mengatakan, jika di lapangan ditemukan adanya dinamika, tentu dapat diselesaikan melalui Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).

"Indonesia sebagai negara hukum, telah mengatur hukum umum dan hukum militer. Maka semua harus tunduk kepada hukum. Tidak ada yang kebal hukum di negara ini, termasuk prajurit TNI," kata Sutrisno.

Ia mengatakan, Presiden Republik Indonesia sebagai Panglima Tertinggi TNI sekalipun tunduk terhadap hukum.

"Polrestabes Medan harus segera menangkap kembali tersangka yang sudah memenuhi segala ketentuan dan harus ditahan. Tidak boleh ada perlakuan hukum yang berbeda kepada siapapun," kata Sutrisno.

Ia mengatakan, polisi juga harus berani menahan dan memenjarakan tersangka tindak pidana, mesi itu keluarga TNI.

"Jika Polisi tidak segera menangkap tersangka, maka masyarakat sipil juga dapat melakukan tindakan yang sama. Besok atau lusa, masyarakat sipil akan datang ramai- ramai ke Mapolrestabes Medan untuk meminta tersangka ditangguhkan penahanannya, persis sama dengan yang dilakukan oleh prajurit TNI," tambahnya.

Sutrisno menegaskan, jika masyarakat sipil tidak sanggup membayar jasa penasihat hukum (lawyer), negara melalui Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara dapat memfasilitasi penasihat hukum gratis. Sehingga tidak perlu Bagian Hukum Kodam I/Bukit Barisan ikut campur.

Baca juga: Sejumlah Anggota TNI Bikin Heboh Polrestabes Medan, Menko Polhukam Mahfud MD: Nanti Saya Cek Dulu

Ditanggapi Menko Polhukam 

Sementara itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD berjanji akan mengecek informasi kasus ini.

Ia belum bisa memastikan, apakah kasus yang menjerat terduga mafia tanah Ahmad Rosyid Hasibuan ini ada kaitannya dengan kasus pencaplokan lahan PTPN II di Kabupaten Deliserdang seluas 464 hektare, yang merugikan negara hingga Rp 1,7 triliun.

"Saya belum tahu, ini kasus yang mana. Ada kasus PTPN II yang sedang kita tangani di tingkat kasasi tapi mungkin itu kasus lain. Nanti saya cek dulu," kata Mahfud saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (6/8/2023).Baca juga: FAKTA-FAKTA Mafia Tanah di Sumut Diungkap Mahfud MD, Gubernur Edy: Kelemahan Pemerintah. . .

Mahfud juga mengaku ironi apabila benar ada intervensi hukum yang terjadi.

"Kalau berita benar, tentu ironi. Tapi terkadang berita itu lebih seru dari faktanya," kata Mahfud, Senin (7/8/2023).

Mantan Ketua MK itu pun meminta Inspektorat Jenderal Angkatan Darat (Itjen AD) untuk turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut.

Meski demikian, Mahfud MD mengatakan Kemenko Polhukam juga akan melakukan koordinasi terkait persoalan tersebut.

"Maka untuk memastikan itu, Itjen AD perlu turun tangan. Tentu saja Polhukam akan kordinasi," ujarnya.

Mayor Dedi Hasibuan Ngaku Pernah Ketemu Presiden Jokowi

Di sisi lain, Mayor Dedi Hasibuan, perwira Kumdam I/Bukit Barisan sempat mengaku pernah bertemu Presiden Jokowi.

Hal itu disampaikan sang Mayor ketika berdebat Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Teuku Fathir Mustafa.

"Saya menemui Jokowi waktu di Paspamres saja enggak seperti ini susahnya. Seorang Kompol susah sekali menemuinya," kata Mayor Dedi Hasibuan.

"Bapak datang tiba-tiba," jawab Kompol Fathir.

Perdebatan kembali berlanjut antara Kompol Fathir dengan Mayor Dedi.

Mayor Dedi Hasibuan kemudian menunjuk lantai gedung Polrestabes Medan kalau ini merupakan punya negara dan punya rakyat.

"Saya punya kantor juga di Kumdam sana, setiap orang mau datang saya terima pak. Enggak ada mempersulit," ujar Mayor Dedi.

"Saya sudah ketemu bapak dan menjelaskan prosedurnya dan sudah saya sampaikan ke Kasat Intel."

"Oke, kalau bapak memang minta dibantu yang kita lihat proses ada, kita gelar," balas Kompol Fathir.

Mayor Dedi Hasibuan kemudian memotong ucapan Kompol Fathir.

"Proses hukum tetap berjalan. Tapi hanya konteks ditangguhkan. Kapan nanti mau diperiksa silahkan," katan Mayor Dedi.

"Kenapa ditangguhkan LP dan terlapor sama. Hati-hati lho, ini ada apa ini. Sampeyan gimana ini,"sambungnya.

(cr25/tribun-medan.com)

Baca berita Tribun-medan.com lainnya di Google News

Baca juga: INILAH 7 Jenderal TNI yang Bertugas di Kodam I Bukit Barisan, Satu Mayjen/Pangdam dan 6 Brigjen

Baca juga: Sosok Brigjen TNI Felix Lumban Tobing Kini Menjadi Penasihat Militer PTRI PBB di New York AS

Baca juga: Sosok Laksma TNI Yusliandi Ginting Dipercayakan Menjabat Atase Pertahanan RI di Canberra Australia

Baca juga: PROFIL Samson Sitohang Naik Pangkat Menjadi Brigadir Jenderal TNI Marinir, Mantan Komandan Denjaka

Baca juga: Inilah Nama Perwira TNI Naik Pangkat: Ada Felix Lumban Tobing, Samson Sitohang dan Yusliandi Ginting

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved