Perusak Lingkungan

SPANDUK RAKSASA Tolak PT Dairi Prima Mineral dan PT Gruti Terbentang di Hari Kemerdekaan

Warga di Kabupaten Dairi membentangkan spanduk raksasa berisi penolakan atas kehadiran PT Dairi Prima Mineral dan PT Gruti

HO
Masyarakat di Kabupaten Dairi membentangkan spanduk raksasa berisi kecaman atas keberadaan PT Dairi Prima Mineral dan PT Gruti yang dinilai sebagai perusahaan perusak lingkungan, Kamis (17/8/2023). 

TRIBUN-MEDAN.COM,SUMBUL - Masyarakat di Desa Sileuh-leuh, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Sumatra Utara membentangkan spanduk raksasa berisi penolakan atas kehadiran PT Dairi Prima Minreal dan PT Gruti.

Pembentangan spanduk raksasa itu dilakukan tepat pada HUT RI ke 78 yang jatuh pada Kamis (17/8/2023) kemarin. 

Koordinator Aksi dari Aliansi Petani Dairi untuk Keadilan (APUK), Dormaida Sihotang mengatakan, aksi ini dilakukan karena mereka kecewa dengan pemerintah, yang memberi kebijakan boleh beroperasinya kedua perusahaan perusak lingkungan itu.

Menurut para petani, keberadaan PT Dairi Prima Mineral dan PT Gruti dianggap membahayakan ruang hidup banyak orang.

"78 tahun Indonesia merdeka. Apakah arti merdeka? Merdeka adalah ketika negara tidak memberikan izin kepada perusahaan perusak lingkungan," kata Dormida dengan suara lantang. 

Dormida mengatakan, bahwa Desa Sileuh-leuh Parsaoran merupakan lahan yang sebelumnya dirusak oleh PT Gruti pada tahun 2020 lalu.

“Sudah 78 tahun (usia) Indonesia (merdeka), ternyata masih banyak rakyat yang belum merdeka, ini lah kami yang belum merdeka karena ruang hidup kami dirampas oleh perusahan perusakan lingkungan baik PT DPM dan PT Gruti," sesalnya.

Menurut Dormaida, kepedulian pemerintah Indonesia terhadap para petani semakin lama semakin berkurang.

"Puluhan tahun, bahkan ratusan tahun, petani sudah mengelola tanah-tanah pertanian dan menjaga ketahanan pangan di negara ini. Namun, demi yang disebut pembangunan, tanah petani disegel plang kehutanan, diperuntukkan untuk membangun pabrik-pabrik penggerus sumber daya alam. Terlalu banyak tanah, hutan diperuntukkan kepada investor, sementara rakyat terkhusus petani akan mendapat sanksi berat ketika mengelola lahan mereka yang negara sebut sebagai hutan negara," tegasnya.

APUK melihat, pemberian izin-izin konsesi oleh negara justru cikal-bakal kerusakan ekologis secara besar-besaran.

Kerusakan sumber daya hutan tidak hanya akan menimbulkan kerugian ekologis, tapi juga kerusakan sosial dan budaya, termasuk pembatasan akses dan penggusuran hak-hak masyarakat serta munculnya konflik-konflik atas pemanfaatan sumber daya hutan di daerah.

"Kerusakan tersebut sebenarnya terjadi bukan semata-mata karena faktor kepadatan penduduk, rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat, Tetapi, kerusakan sumber daya hutan justru terjadi karena pilihan paradigma pembangunan yang berbasis negara. Pembangunan yang bercorak sentralistik dan semata-mata berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, yang didukung dengan instrumen hukum dan kebijakan yang bercorak represif," jelasnya

Terkhusus di Kabupaten Dairi, luas Kabupaten Dairi adalah 191.625 hektare.

Dibalik data tersebut, pemerintah memberikan izin kepada dua perusahaan besar, yakni PT DPM seluas 24.636 hektare, dan PT Gruti seluas 8.085 hektare.

"Berarti kedua perusahaan tersebut sudah mengkapling 32.721 hektare, atau sekitar 17,07 persen dari luas Kabupaten Dairi. Ini artinya pemerintah secara sadar mengundang bencana di Kabupaten Dairi, karena kedua perusahaan tersebut betul berada pada daerah-daerah penyanggah hidup ribuan masyarakat Dairi," kata Dormaida.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved