Perusak Lingkungan
SPANDUK RAKSASA Tolak PT Dairi Prima Mineral dan PT Gruti Terbentang di Hari Kemerdekaan
Warga di Kabupaten Dairi membentangkan spanduk raksasa berisi penolakan atas kehadiran PT Dairi Prima Mineral dan PT Gruti
Penulis: Alvi Syahrin Najib Suwitra | Editor: Array A Argus
"Dalam aksi Mangandung ini, warga Dairi ingin menyampaikan pertanian yang subur di Dairi adalah berkah dari pencipta, yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari hingga pemenuhan pendidikan keluarga. Tapi saat ini semua itu terancam karena kehadiran PT DPM yang difasilitasi oleh pemerintah," ujarnya.
Baca juga: Pahala Istimewa Puasa Arafah dan Tarwiyah, Amalan Sunnah Jelang Hari Raya Idul Adha
Sebelumnya, 11 orang warga Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi, menggugat Kepmen LHK No. SK: 854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Persetujuan Lingkungan untuk aktivitas tambang PT DPM. Gugatan ini didaftarkan ke PTUN Jakarta pada 14 Februari 2023 dan teregister dengan nomor perkara 59/G/LH/2023/PTUN.JKT.
"Aksi yang dilakukan warga Dairi pada hari ini bertepatan dengan agenda sidang Pembuktian ahli dari penggugat (warga Dairi) dan saksi dari tergugat (KLHK)," tutur Monica.
Gugatan warga terhadap Menteri Siti Nurbaya ini bukan tanpa sebab. Sejak awal PT DPM melakukan sosialisasi dan eksplorasi pada 2008, dimana warga menolak keras kehadiran tambang PT DPM karena kekhawatiran akan terjadinya bencana jika perusahaan tersebut beroperasi.
"Pasalnya, Kabupaten Dairi berada di zona merah yang berstatus 'Rawan Bencana'. Hal itu juga pernah diungkapkan oleh salah seorang pejabat yang menangani bencana Kabupaten Dairi juga pernah menyatakan, Kabupaten Dairi telah berstatus 'Swalayan Bencana' sebab segala jenis bencana sudah pernah terjadi dan mempunyai ancaman yang nyata," jelasnya.
Baca juga: Digigit Laba-laba, Rekan Setim Lionel Messi di MLS Inter Miami, Nick Marsman Sampai Masuk ICU
Hingga akhirnya pada 11 Agustus 2022, KLHK menerbitkan Persetujuan Lingkungan untuk aktivitas tambang PT DPM. Padahal dalam audiensi yang dilakukan warga Dairi di KLHK pada 24 Agustus 2022, yakni 13 hari setelah SK Persetujuan Lingkungan tersebut diterbitkan, pihak KLHK mengatakan bahwa mereka masih belum memberikan persetujuan lingkungan untuk PT DPM.
"Nah, yang paling fatal di 24 Agustus 2022 warga ke KLHK dan disambut oleh humas dari KLHK, beserta Dirjen Gakkum dan Dirjen PDLUK. Di situ kami merasa ditipu," kata Dormaida Sihotang, salah satu warga Dairi yang melakukan aksi Mangandung.
Sebelumnya, warga sudah berungkali menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan KLHK untuk tidak mengijinkan tambang beroperasi di kampung mereka.
Baca juga: Lapas Rantauprapat Kanwil Kemenkumham Sumut Ikuti Rapat Pleno Terbuka yang Diadakan KPU Labuhan Batu
"Bahkan kami juga berulang kali ke Jakarta untuk melakukan audiensi. Karena pertanian yang sudah kami kerjakan selama turun temurun dan akan terus diwariskan dari generasi ke generasi, telah cukup menghidupi dan menyejahterakan kami," pungkasnya.
Pada 9 Juni 2023 lalu, koalisi masyarakat sipil yang bersolidaritas pada perjuangan warga Dairi ini mengirimkan surat desakan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memantau proses persidangan yang sedang berjalan ini.
Mengingat yang sedang digugat oleh warga Dairi adalah lembaga negara dan korporasi besar.
Sehingga harus dipastikan independensi majelis hakim agar tidak diintervensi oelh KLHK dan PT DPM.
Ketidakterbukaan KLHK yang manipulatif dalam penerbitan persetujuan Lingkungan Hidup kepada PT DPM itu menunjukkan adanya pelanggaran substansi dan prosedural yang dilakukan oleh pemerintah.
Saat ini, pemerintah sedang berjudi atas keselamatan warga dan lingkungan yang menjadi taruhannya.
Tindakan pemerintah yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan kehidupan petani dan warga Dairi merupakan kejahatan negara yang harus ditolak.
"Harusnya negara lebih bertanggungjawab dan lebih mendukung kehidupan masyarakat Dairi dengan mengembangkan pertaniannya dan melindungi hak-hak masyarakat sebagai petani yang menjadi penopang ketersediaan pangan, bukan dengan industri tambang," tutup Monica.
Perusak Alam di Kabupaten Dairi
PT Dairi Prima Mineral atau yang lebih dikenal dengan sebutan PT DPM adalah satu diantara perusahaan raksasa yang beroperasi di Kabupaten Dairi.
Keberadaannya disebut merusak alam dan lingkungan di Kabupaten Dairi, khususnya di Dusun Sopokamil, Kecamatan Silima Pungga-pungga.
Bahkan, keberadaan PT DPM dianggap memicu pencemaran lingkungan yang sangat massif.
Sayangnya, Pemkab Dairi, DPRD Dairi, bahkan aparat kepolisian dan kejaksaan terkesan melempem menghadapi PT DPM ini.

Baca juga: Hasil Panen Durian Warga Dairi Berkurang, Dampak Tambang PT. DPM
Sama halnya dengan PT Gruti.
Masyarakat di Kabupaten Dairi mengatakan, bahwa PT Gruti tak ubahnya PT DPM yang sama-sama merusak alam dan lingkungan.
Meski sudah berkali-kali didemo, respon Pemkab Dairi, aparat kepolisian, hingga anggota DPRD Dairi dianggap lamban.
Bahkan, masyarakat di Desa Parbuluan VI, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi merasa ditipu oleh DPRD Dairi.
Mereka sempat dijanjikan akan mendapat dukungan politik untuk menghentikan aktivitas diduga pengerusakan hutan yang dilakukan PT Gruti.
Baca juga: Merasa Ditipu, Massa Aksi Beberkan Kebohongan PT Gruti Hingga Anggota DPRD

Nyatanya, sampai sekarang PT Gruti masih beroperasi dengan aman-aman saja.
"Mereka menyatakan bahwa masyarakat akan mendapat dukungan politik. Namun itu semua bohong," kata Pangehutan Sijabat, warga yang sudah beberapa kali melakukan protes ke pemerintah, sepekan lalu.
Saat melakukan aksi, warga Desa Parbuluan VI menyatakan siap mati melawan PT Gruti ini.
Dari hasil temuan masyarakat, setidaknya ada 50 hektare lahan hutan yang sudah hancur akibat ulah PT Gruti.
"Kami perhitungkan ini, kira - kira sudah mencapai 50 hektare yang sudah dirambah oleh mereka," kata Sijabat.
Baca juga: Massa APUK Geruduk Kantor DPRD dan Bupati Dairi, Tolak Kehadiran PT Gruti dan PT DPM
Jika PT Gruti diduga bebas menggunduli hutan tanpa diproses hukum, tak jauh beda dengan PT DPM yang juga diduga melakukan kegiatan eksplorasi perusakan lingkungan.
Masyarakat menyebut, PT DPM pernah beberapa kali menggunakan dinamit.
Tak pelak, aksi ini membuat rumah masyarakat rusak, karena bagian dinding menjadi retak dan bisa saja roboh.
Bukan cuma itu, PT DPM juga disebut ada membuat satu terowongan rakasasa di kawasan hutan.
Terowongan raksasa ini dikhawatirkan akan menimbulkan bencana maha dahsyat, jika sewaktu-waktu ambles akibat gempa bumi.
Baca juga: Penduduk Desa Parbuluan Siap Mati Jika Lahannya Diserobot PT Gruti
Diketahui pula, bahwa Kabupaten Dairi ini adalah wilayah yang menjadi sesar gempa bumi.
Sehingga, segala tindakan eksplorasi PT DPM ini dinilai para aktivias lingkungan bisa mengancam kerusakan alam, bahkan bisa mengancam ratusan nyawa masyarakat.
Meski begitu, sampai detik ini Pemkab Dairi sendiri melempem menghadapi kenyataan.
Mereka berdalih tak bisa berbuat banyak untuk mengatasi masalah ini.
Bupati Dairi bilang urusan pusat
Pada Selasa (1/11/2022) lalu, Bupati Dairi Eddy Keleng Ate Berutu sempat menemui masyarakatnya yang terdampak aktivitas PT DPM dan PT Gruti.
Dalam kesempatan itu, Bupati Dairi terang-terangan menyebut dirinya tak punya kuasa untuk mengatasi dua perusahaan ini.
Alasannya, untuk menyelesaikan persoalan yang timbul akibat PT DPM dan PT Gruti, harus dilakukan secara berjenjang.

Baca juga: Tolak Beroperasinya PT DPM, Massa Geruduk Kantor Bupati Dairi, Gelar Aksi Tabur Bunga
“Kami tidak bisa memutuskan, ini di luar kewenangan kami. Semuanya harus berjenjang, enggak bisa melanggar," kata Bupati Dairi kala itu.
Ia beralasan, semua urusan ini harus diselesaikan di Jakarta.
"Urusan yang kita bahas ini adalah di Jakarta, kementrian. Jadi saya tentu akan berkomunikasi dengan mereka untuk menyampaikan tuntutan amang, inang semua,” ungkapnya.
Soal rekomendasi tuntutan penutupan PT DPM dan PT Gruti, Bupati Dairi ngaku tidak bisa melakukannya.
Baca juga: Petrasa Gelar Nobar Film Dairi Diancam Tambang, Perlihatkan Sisi Negatif Kehadiran PT DPM
“Otoritas saya terbatas. Saya enggak mau Pemkab melanggar hukum. Saya harus melihat secara keseluruhan, saya tidak boleh melalui garis yang ditetapkan oleh pemerintah. Saya sudah terima, tentu saya akan telaah dan saya akan bersurat, nanti setelah itu tunggu perintah dari atasan,” ucapnya.
Terkait desakan masyarakat untuk mencabut izin PT DPM dan PT Gruti, lagi-lagi Bupati Dairi tak berpihak kepada masyarakat.
Dalihnya, karena dia tidak bisa semena-mena.
Meski mengaku tak bisa semena-mena pada perusahaan, tapi masyarakat menilai sikap Eddy Keleng Ate Berutu itu justru semena-mena kepada rakyatnya sendiri, karena terkesan melakukan pembiaran terhadap kerusakan alam dan lingkungan.
Baca juga: Gugatan Kementerian ESDM Ditolak PTUN Jakarta, Warga Dairi Desak Kontrak PT DPM Dibuka ke Publik
"Warga negara itu bermacam-macam, bapak presiden mengatakan kita harus bersama-sama. UMKM harus kita lindungi, perusahaan kita lindungi, individu kita lindungi, hak-hak ada kita lindungi, semua," katanya.
"Jadi saya harus lihat semua. Sejauh itu kalau dia melanggar kita tindak, sama saja," katanya.
Bupati menegaskan tetap tidak bisa memilih untuk langsung menutup PT DPM dan PT Gruti.
"Misalnya, kalau menyangkut AMDAL, itu diputuskan oleh kementrian, bukan saya. Terima kasih," katanya, kemudian meninggalkan rakyat yang butuh kepastian dan perlindungan itu.
PT Gruti enggak ngaku merusak hutan
PT Gruti, perusahaan yang dituding masyarakat sebagai pihak perusak hutan dan alam tidak mengakui tuduhan yang dilontarkan kepadanya.
Mereka berdalih tidak pernah merusak hutan dalam bentuk ilegal logging.
"Mana ada kami merusak hutan. Kayu-kayu ini sudah lama ditebang," kata Kery Sinaga, Penanggungjawab PT Gruti di Desa Parbuluan VI, Kamis (10/11/2022).
Dia berdalih, pohon-pohon yang ditebang itu sudah lama.
Mereka baru enam bulan di Kabupaten Dairi.
"Kalaupun pelakunya kami, apa urusannya sama mereka. Memang kami yang megang konsesi. Kami yang punya izin," kata Kery.
Kery mengatakan, PT Gruti saat ini memegang konsesi lahan seluas 8.800 hektare.
Namun, saat ini yang baru dikelola seluas 450 hektare, karena sisanya masih dikelola oleh warga sekitar.
"Luas konsesi yang dipegang oleh PT Gruti seluas kurang lebih 8.800 hektare. Namun yang masih kami kelola untuk membuka perladangan kopi seluas 450 hektare. Karena sebagian tanah produktif di sini, masih ditanami oleh warga. Jadi kami biarkan saja dulu," terangnya.(crtribun-medan.com)
Update berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.